PERKARA
Kadis PUPR Kapuas Akui Semua Proyek Diintervensi Bupati

DETAIL.ID, Palangka Raya – Teras selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR-PKP) Kabupaten Kapuas mengaku mendapat intervensi dari Ben Brahim selama menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas.
Ia mengungkapkan sebelum melakukan lelang proyek harus terlebih dahulu koordinasi kepada bupati.
Hal tersebut disampaikan Teras yang hadir sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya dengan terdakwa mantan Bupati Kabupaten Kapuas Ben Brahim S Bahat bersama istri Ary Egahni pada Selasa, 12 September 2023.
“Semua proyek ada intervensi Bupati. Sebelum lelang harus koordinasi dulu ke beliau, sementara untuk proyek senilai Rp 200 juta yang bersifat penunjukan langsung tidak ada kewajiban (koordinasi) tapi tetap dilaporkan,” ujar Teras menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili.
Teras mencontohkan proyek peningkatan jalan senilai Rp 39 miliar yang menurut arahan Bupati harus dimenangkan oleh perusahaan Ady Chandra. Bupati beralasan, kata Teras, karena Ady Chandra sudah banyak membantu Bupati.
“Siap saya amankan,” kata Teras menceritakan kesanggupannya mengamankan arahan Ben Brahim.
Alhasil, proyek itupun dimenangkan oleh perusahaan Ady Chandra. Wakil Ketua PN Palangka Raya selaku Ketua Majelis Hakim lalu menanyakan cara Teras memenangkan Ady Chandra. Teras menjelaskan bahwa hanya satu perusahaan yang mengajukan proposal untuk proyek tersebut.
“Kalau sudah tahu sama tahu, tidak akan ada yang mengajukan proposal,” kata Teras menjawab pertanyaan ketua majelis hakim yang terus mencecar dengan sejumlah pertanyaan.
Ketua majelis hakim lalu menanyakan arti istilah tahu sama tahu yang dipakai Teras. Iapun tetap berbelit menjawab pertanyaan itu. Ia menjelaskan jika informasi proyek untuk Ady Chandra maka tidak akan ada yang mengajukan proposal. Terlebih lagi karena Ady Chandra dikenal sebagai tim sukses Bupati Kapuas.
Teras tak bisa lagi berkelit setelah ketua majelis hakim menanyakan siapa yang menyebarkan informasi proyek itu untuk Ady Chandra. “Informasi dari saya,” kata Teras akhirnya mengakui.
Minta Uang ke Kontraktor
Di hadapan majelis hakim, Teras juga mengaku berulang kali meminta uang ke para kontraktor yang pernah mendapat proyek dari Dinas PUPR-PKP Kapuas untuk memenuhi permintaan bupati.
Ia mencontohkan kewajibannya untuk menyediakan karangan bunga untuk warga yang berduka atas nama bupati.
“Total jumlah uang yang dikeluarkan untuk kedukaan sekitar Rp 79 juta selama 6 tahun lebih. Sumbernya dari teman-teman kontraktor,” kata Teras.
Ia juga mengaku menyiapkan dana untuk perayaan Natal di rumah jabatan Bupati Kapuas dan rumah milik Bupati di Palangka Raya pada tahun 2021 dan 2022. Semua uang tersebut, katanya bersumber dari para kontraktor.
“Tahun 2021 saya lupa besarannya, tapi untuk 2022 kurang lebih Rp 200 juta,” ucap Teras menjawab pertanyaan Jaksa KPK.
Teras juga mengungkapkan permintaan uang kepada pengusaha Ady Chandra, dengan status pinjaman walaupun ia sendiri mengaku tak pernah mengembalikan uang tersebut.
“Pada tahun 2019, meminjam uang kepada Ady Chandra sebesar Rp 300 juta untuk keperluan membayar biaya hotel pernikahan anak Bupati. Pada tahun 2020, kembali meminjam uang kepada Ady Chandra sebesar Rp 400 juta untuk membayar lembaga survei Poltraking dan Indo Barometer untuk Pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah,” ucapnya.
Selain itu, Teras juga mengaku memenuhi permintaan istri Bupati berupa pembayaran sewa rental mobil pada pernikahan anaknya dan untuk membeli buah di Banjarmasin.
“Pada November 2022 membeli buah atas permintaan Ary Egahni sebesar Rp 20 juta di Banjarmasin,” ucapnya.
Kesaksian Dibantah Terdakwa
Kedua terdakwa, Ben Brahim dan Ary Egahni membantah semua keterangan Teras mengenai intervensi hingga permintaan uang.
Ben Brahim menegaskan tak pernah mengintervensi Dinas PUPR-PKP ataupun meminta fee proyek. Ia juga menolak permintaan uang duka, karena menurut Ben Brahim sudah dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kapuas.
Mengenai dana untuk pernikahan anaknya, juga dibantah bersamaan oleh Ben Brahim dan Ary Egahni yang mengaku sudah diurus sendiri oleh mereka.
Ben Brahim menyayangkan keterangan Teras yang terkesan fitnah. Padahal ia sudah mengangkat jabatan Teras dari sebelumnya pada 2017 sebagai Kabid Bina Marga PUPR Kapuas, lalu pada 2019 diangkat menjadi Plt Kadis PUPR dan pada 2021 diangkat menjadi Kadis PUPR.
“Saya angkat kau dari eselon 4 sampai sekarang, Jangan fitnah,” ucap Ben Brahim kesal.
Sidang perkara tipikor ini dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Achmad Peten Sili selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Erhammuddin, Darjono Abadi, Kusmat Tirta Sasmita, dan Muji Kartika selaku hakim anggota.
Untuk diketahui, Ben Brahim menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas selama 2 periode yakni 2013-2018 dan 2018-2023. Sementara sang istri Ary Egahni adalah anggota DPR RI Komisi III periode 2019-2024.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Maret 2023 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Palangka Raya pada 10 Agustus lalu.
JPU KPK mendakwa keduanya dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, keduanya didakwa melanggar Pasal 12 B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sementara dakwaan kedua, didakwa melanggar Pasal 12 huruf f jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
PERKARA
Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.
Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.
“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.
Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.
“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.
Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.
Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.
Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.
Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.
“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.
Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.
“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.
Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.
“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.
Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.
Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.
Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).
Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.
Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.
“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.
Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.
“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.
Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.
“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.
Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.
Reporter: Juan Ambarita