PERKARA
Mantan Bupati Kapuas Gunakan Rekening Sopir Pribadi Tampung Pemberian Uang dari Perusahaan Sawit
DETAIL.ID, Palangka Raya – Mantan Bupati Kabupaten Kapuas Ben Brahim S Bahat menggunakan rekening bank milik Kristian Adinata untuk menampung pemberian uang dari 2 perusahaan perkebunan Genting Group yakni PT Globalindo Agung Lestari (GAL) dan PT Dwie Warna Karya (DWK) pada 2017 silam.
Hal tersebut disampaikan Kristian Adinata, staf protokoler Pemkab Kapuas yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim bersama istri Ary Egahni.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya, ia menceritakan awal mula penggunaan rekeningnya setelah dipanggil oleh Ben Brahim (Terdakwa I) ke rumah jabatan Bupati Kapuas pada akhir Desember 2016.
“Saya ditanya punya rekening bank atau ndak. Saya jawab, siap saya punya. Pada Januari akan ada dana masuk,” kata Kristian pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa, 12 September 2023.
Ketua Majelis Hakim, Achmad Peten Sili lalu menanyakan maksud dari pertanyaan Ben Brahim menanyakan rekening dan uang masuk yang dimaksud.
“Maksudnya pinjam rekening saya untuk menampung pemberian uang dari PT GAL dan DWK,” ujar Kristian yang juga sopir pribadi Ben Brahim.
Sejak Januari 2017, ada transfer uang dari PT DWK sebesar Rp 75 juta per bulan hingga Oktober 2017. Selain itu ada juga transfer uang dari PT GAL sebesar Rp 40 juta per bulan hingga Juni 2017.
Ia mengaku tidak tahu menahu mengenai pemberian uang dari perusahaan itu dan penggunaannya berkoordinasi dengan ajudan Ben Brahim bernama Eko Darma Putra.
“Pak Ben berpesan kalau ada keperluan keluarga bisa diambil dan selebihnya diserahkan ajudan kepada beliau (Ben Brahim). Kalau ada keperluan misalnya tiket langsung dibayar dari uang di rekening,” katanya menambahkan.
Ia mengungkapkan bahwa rekening bank yang dipinjam Ben Brahim itu untuk menerima transfer gaji bulanan. Namun ia memastikan hanya mengambil uang gaji untuk keperluan pribadi dan selebihnya diserahkan kepada Eko.
Selama rekeningnya dipakai menampung uang setoran, Kristian mengaku tak pernah menyerahkan langsung uang kepada Ben Brahim.
“Kalau tidak ada tagihan tiket, uang di rekening ditarik semua lalu diserahkan kepada ajudan (Eko Darma Putra) di rumah jabatan,” ujarnya.
Terkait kesaksian Kristian di hadapan majelis hakim dibantah seluruhnya oleh Terdakwa I Ben Brahim.
Sementara itu, Kristian yang sudah tidak bekerja di Pemkab Kapuas setelah diberhentikan tanpa alasan pada 2021 lalu, menegaskan tetap pada kesaksiannya sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam sidang lanjutan perkara Tipikor dengan terdakwa mantan Bupati Kapuas Ben Brahim bersama istri Ary Egahni menghadirkan 3 saksi yakni Kristian Adinata, Ady Chandra direktur utama PT Rafika Jaya Persada Nusantara sekaligus pemilik PT Karya Hemat Persada Nusantara, dan Teras selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPR-PKP) Kabupaten Kapuas.
Sidang perkara tipikor ini dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Achmad Peten Sili selaku Ketua Majelis Hakim didampingi Erhammuddin, Darjono Abadi, Kusmat Tirta Sasmita, dan Muji Kartika selaku hakim anggota.
Untuk diketahui, Ben Brahim menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kapuas selama 2 periode yakni 2013-2018 dan 2018-2023. Sementara sang istri Ary Egahni adalah anggota DPR RI Komisi III periode 2019-2024.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Maret 2023 dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Palangka Raya pada 10 Agustus lalu.
JPU KPK mendakwa keduanya dengan dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, keduanya didakwa melanggar Pasal 12 B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sementara dakwaan kedua, didakwa melanggar Pasal 12 huruf f jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
PERKARA
Kapolda Jambi Dilaporkan ke Mabes Polri
DETAIL.ID, Jambi – Koalisi Anti Pembungkaman Demokrasi di Jambi melaporkan Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar ke Mabes Polri dan Dewan Pers atas sikap arogan anggota Bidang Humas yang menghalangi wartawan untuk wawancara rombongan Komisi III DPR saat kunjungan di Polda Jambi pada Jumat, 12 September 2025.
Tidak hanya itu, Aliansi yang tergabung dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jambi turut melaporkan Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto, Kaurpenmas Bidhumas Polda Jambi Ipda Maulana dan satu orang petugas harian lepas (PHL) Pury.
Laporan yang dikirimkan pada 16 Oktober 2025 ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian aksi yang dilakukan oleh puluhan jurnalis di Jambi, menyusul tindak penghalangan yang dilakukan petugas Bid Humas Polda Jambi. Aksi para jurnalis dimulai dari aksi diam di depan Mapolda Jambi hingga aksi seribu lilin di Tugu Juang Kota Jambi.
Namun, hingga saat ini, Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar belum memberikan tindakan atau sanksi pada yang bersangkutan. Belum ada juga permohonan maaf kepada para korban dan publik, sebagaimana tuntutan jurnalis di Jambi.
Sehingga, Ketua AJI Jambi, Suwandy Wendy menyebut laporan ini menjadi alarm mengkritisi pihak kepolisian yang masih setengah hati untuk mendukung kebebasan pers di Jambi.
Laporan ini untuk meminta komitmen dari institusi tertinggi Polri, dalam memberikan ruang aman bagi jurnalis di lingkungan Polda Jambi dan kasus penghalangan jurnalis tidak terulang lagi.
“Setelah kampanye dan unjuk rasa dilakukan, Polda Jambi bukannya berbenah justru diduga menyebarkan hoaks di media sosial dengan menyatakan telah bertemu dan meminta maaf kepada para korban,” kata Wendy, saat diwawancarai pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Padahal, kata Wendy sampai hari ini, jurnalis yang menjadi korban penghalang-halangan masih belum ditemui.
Dia menambahkan bahwa, kebebasan pers di Jambi masih terancam. Hal ini memperburuk indeks kebebasan pers (IKP) di Jambi, yang sebelumnya telah turun signifikan di urutan 32 dari 38 provinsi di Indonesia.
“Kita dorong negara melakukam reformasi Polri secara menyeluruh agar tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Wendy.
Sementara itu Ketua PFI Jambi, Irma Tambunan mengingatkan agar Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar merespons dengan cepat insiden-insiden yang terjadi di lapangan. Apalagi insiden penghalangan atas kerja jurnalistik terjadi di depan mata kapolda sendiri. Ia menyesalkan hal tersebut. “Sangat disesalkan Kapolda membiarkan pembungkaman pers terjadi di hadapannya sendiri,” ujarnya.
Irma juga menyebut bahwa peristiwa melarang dan mendorong wartawan saat melakukan wawancara bisa terjadi akibat kebiasaan dari kerja-kerja Bidhumas Polda Jambi yang kurang memahami Undang-Undang Pers. Padahal, selayaknya para pihak menghormati kerja media sebagai pilar keempat penjaga demokrasi.
Karena itu, katanya, penghalang-halangan tugas jurnalistik tidak dapat dibenarkan dan itu melanggar hukum. (*)
PERKARA
Bela Anaknya, Buruh Serabutan Divonis 10 Bulan Penjara, Begini Ceritanya…
DETAIL.ID, Jambi – Erwin, seorang buruh serabutan yang tinggal di daerah Buluran, Kota Jambi kini dihadapkan dengan putusan pidana 10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan penjara lantaran dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak.
Dalam putusan yang dibacakan oleh Hakim PN Jambi yang memutus dan mengadili perkara, terungkap bahwa jerat pidana terhadap Erwin bermula pada awal Agustus 2024 lalu. Kala itu, putri Erwin berinisial R yang duduk di bangku Kelas XI SMKN 1 Kota Jambi disebut mengalami perundungan di sekolah oleh teman sekelasnya berinisial P.
Ketika jam pelajaran bakal mulai, siswa berinisial P disebut mengunci ruang kelas, sehingga R tak bisa masuk kelas, dalam kondisi menangis R lanjut menghubungi ayahnya yakni R.
Erwin lantas mendatangi SMK 1..Di sekolah tersebut dia sebagaimana amar putusan yang dibacakan Hakim, dia memasuki ruang kelas dan menanyakan siapa yang melakukan perundungan terhadap anaknya. Hingga melakukan kekerasan terhadap sosok siswa yang melakukan perundungan terhadap putrinya tersebut.
“Terdakwa maju ke depan (ruang kelas) dan menyebutkan (pada korban) apa mau kau? Terdakwa menendang korban di bagian paha sebanyak 2 kali,” ujar Ketua Majelis Hakim Fita Sipayung, membacakan fakta persidangan pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Korban kemudian berlari ke depan, hingga keluar gerbang dikuti oleh terdakwa mengejar korban. Dalam fakta persidangan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, perbuatan terdakwa dibuktikan dengan adanya bekas kotor di celana korban, luka lebam pada bagian paha, yang dikuatkan dengan bukti visum.
“Akibat kejadian, anak korban mengalami demam, namun keesokan harinya sudah bisa masuk sekolah. Korban menjadi trauma dan takut ke luar rumah,” ujarnya.
Namun sepanjang persidangan, terdakwa menyangkal perbuatannnya. Kehadiran 4 saksi meringankan yang dihadirkan pada persidangan pun dinilai lebih mendukung keterangan soal anaknya yang mengalami perundungan. Bukan terkait adanya perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh terdakwa.
Berdasarkan serangkaian fakta persidangan dan alat bukti, majelis hakim meyakini bahwa terdakwa Erwin melakukan tindakan kekerasan terhadap korban P sebagaimana didakwa JPU dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai meresahkan masyarakat. Kemudian terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sementara riwayat terdakwa yang belum pernah dipidana jadi hal meringankan.
“Menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan dan pidana denda Rp 10 juta, subsider 3 bulan,” ujar Ketua Majelis Halim, Fita, membacakan putusan.
Atas putusan tersebut Erwin, maupun JPU sama-sama mengambil sikap pikir-pikir. Namun Erwin hingga ujung persidangan merasa tidak pernah sama sekali melakukan aksi kekerasan sebagaimana didakwakan kepadanya.
Sementara Leni, orang tua korban yang turut hadir menyaksikan persidangan mengaku kecewa atas vonis rendah majelis Hakim. “Kecewa, belum pas rasanya,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Duit BOP Pendidikan Kesetaraan Dikorupsi untuk Kepentingan Pribadi, Mantan Kadis dan Kadisdik Batanghari Jadi Saksi
DETAIL.ID, Jambi – Pengadilan Negeri Jambi kembali menggelar sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOP) Kesetaraan yang terjadi di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Anugrah Kabupaten Batanghari TA 2020 hingga 2023.
Nur Asia, Ketua PKBM Anugrah duduk sebagai terdakwa dan didakwa menyalahgunakan dana BOP yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Non Fisik APBN dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 900 juta lebih, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dana yang seharusnya digunakan untuk menunjang operasional pendidikan di PKBM tersebut diduga diselewengkan melalui pemalsuan dokumen pertanggungjawaban dan penggunaan dana untuk kepentingan pribadi.
Dalam persidangan kali ini, JPU menghadirkan hadir 2 saksi penting yakni Agung Wihadi mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batanghari (2020-2022), serta Zulfadli, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batanghari yang aktif saat ini.
Menurut Agung Wihadi, dana BOP berasal dari APBN dalam bentuk hibah dan pencairannya dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu pada triwulan pertama dan kedua.
“Dua kali pencairan, triwulan pertama dan kedua,” ujar Agung.
Namun di persidangan mantan Kadisdik Batanghari tersebut tampak kesulitan mengingat rincian jumlah dana dan persyaratan pencairannya. Dan lagi, Agung tidak membawa data pendukung di persidangan. Dirinya pun banyak menjawab tidak tahu atas sejumlah pertanyaan JPU dan menyerahkan pada keterangan di BAP.
Sementara itu menurut Zulfadli prosedur pencairan dana BOP yang langsung masuk ke rekening PKBM, dengan pengawasan melalui pembuatan surat pertanggungjawaban dan monitoring minimal sekali dalam setahun.
“Pencairan dananya sudah langsung masuk ke PKBM, untuk mengontrol kami minta surat pertanggungjawaban,” katanya.
Sementara Jaksa dalam dakwaan menguraikan bahwa Nur Asia melakukan tindak pidana korupsi dengan membuat dokumen fiktif, memalsukan daftar hadir tutor dan peserta, serta menggunakan dana BOP untuk kepentingan pribadi seperti renovasi rumah.
Atas perbuatannya, Nur Asia didakwakan Pasal Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, serta Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Persidangan masih akan terus berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya guna memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi di sektor pendidikan.
Reporter: Juan Ambarita

