PERKARA
Dua Petani Diduga Jadi Korban Kriminalisasi Polisi, KPA Jambi Angkat Bicara
DETAIL.ID, Jambi – Berbagai praktik dugaan kriminalisasi terhadap sejumlah petani yang tergabung dalam Serikat Tani Kumpeh (STK) yang terlibat konflik agraria dengan PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL) seolah tak ada habisnya.
Terbaru 2 petani anggota STK, Tumiran dan Sapriadi diduga mengalami tindakan kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi dari aparat Kepolisian Daerah Jambi. Hal tersebut terungkap dalam rilis yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi, Selasa kemaren 5 Desember 2023.
Korwil KPA Jambi Frandody dalam rilis menyampaikan tindakan kriminalisasi yang dialami oleh Tumiran dan Sapriadi diawali dengan penghentian paksa truk yang dikendarai mereka saat sedang mengangkut TBS sawit hasil panen masyarakat Desa Sumber Jaya, Selasa 21 November lalu sekira pukul 22.30 WIB di Desa Niaso, Muarojambi oleh sejumlah orang berpakaian bebas.
“Sejumlah orang yang mengadang kedua petani ini mengaku sebagai pihak Kepolisian Daerah Jambi. Selain penghentian paksa, petani sekaligus mendapatkan tindakan kekerasan dan diintimidasi oleh aparat kepolisian daerah Jambi,” kata Korwil KPA Jambi, Frandody, dalam rilisnya.
Sapriadi disebut bahkan mendapat pukulan tepat di pelipis kiri, berlanjut sampai tersungkur di aspal. Proses ini disertai tembakan senjata api yang semakin mengintimidasi. Keduanya kemudian digelandang secara paksa menuju Polda Jambi, sementara mobil truk berisikan TBS sawit yang mereka kendarai ditahan.
“Penangkapan terhadap Tumiran dan Sapriadi adalah cacat hukum. Keduanya tidak pernah melalui proses pemanggilan secara patut terlebih dahulu. Penangkapan pun dilakukan oleh aparat kepolisian yang tidak dapat menunjukkan surat tugas ataupun memberi alasan yang jelas,” ujar Frandody.
Setelah kabar penangkapan paksa Tumiran dan Sapriadi diketahui oleh Warga Sumber Jaya, Serikat Tani Kumpeh pada keesokan harinya, Rabu 22 November 2023 pun langsung bersepakat melakukan aksi blokade jalan. Aksi blokade jalan itu dilakukan sebagai desakan kepada Polda Jambi untuk membebaskan 2 petani yang menjadi korban penangkapan.
“Selain itu, aksi blokade jalan dilakukan sebagai bentuk protes atas kerugian yang dialami masyarakat yang tidak dapat menjual hasil panen TBS karena dituduh melakukan pencurian sawit,” katanya.
Setelah beberapa hari keduanya ditahan di Polda Jambi, keluarga Tumiran dan Sapriadi kemudian diduga mendapat intimidasi untuk menandatangani surat permohonan penangguhan. Frandodi menilai upaya tersebut ditengarai tujuan pihak Kepolisian untuk membuat proses penangkapan terlegitimasi, sah secara hukum.
Berbagai praktik dugaan penyelewengan kewenangan oleh aparat tersebut lantas menggerakkan Tumiran dan Sapriadi bersama STK dan solidaritas gerakan reforma agraria mengajukan Pra Peradilan ke PN Jambi pada Selasa kemarin 5 Desember, yang teregister dengan Nomor 465/SK/Prapid/PN/Jmb.
“Langkah ini diambil untuk membuktikan ketiadaan alas hak atas penangkapan Tumiran dan Sapriadi, menghentikan penyidikan dan tuntutan tak berdasar pada mereka,” ujarnya.
Dodi pun menilai penyelewengan kekuasaan ini hanya menambah catatan represifitas pihak kepolisian terhadap pejuang agraria. Sebab Desa Sumberjaya sendiri merupakan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang telah sampai di meja Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk segera dilakukan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah.
Terhadap segala bentuk kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi tersebut, KPA Jambi mendesak sejumlah hal ini.
1. PT FPIL menghentikan operasi bisnis perkebunan yang melanggar hukum, dan merugikan juga melanggar berbagai hak dasar petani Serikat Tani Kumpeh.
2. Kepolisian Daerah Jambi segera hentikan proses Penyidikan terhadap Tumiran dan Sapriadi.
3. Hentikan segala bentuk kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi serta berbagai upaya hukum pada Serikat Tani Kumpeh.
4. Gubernur Jambi berperan aktif dalam menyelesaikan konflik agraria antara PT FPIL dan petani Serikat Tani Kumpeh.
5. Kementerian ATR/BPN mengevaluasi dan menindak tegas PT FPIL dalam melakukan bisnis sawitnya yang sewenang-wenang dan melanggar hukum dan HAM.
6. Kementerian ATR/BPN menyelesaikan konflik di wilayah Lokasi Prioritas Reforma Agraria.
7. Presiden Republik Indonesia melaksanakan reforma agraria sejati.
Sementara itu Dirreskrimum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira saat dikonfirmasi pada Selasa kemarin 5 Desember, terkait dugaan kriminalisasi oleh aparat kepolisian terhadap 2 petani tersebut belum merespons hingga berita ini terbit.
Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto dikonfirmasi perihal yang sama hanya jawab singkat. “Kami cek dulu ke Dit Reskrimum Polda Jambi,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Kajari Tebo Bilang Tuntutan Sudah Sesuai, Aktivis Tetap Bakal Lapor ke Jamwas Soal Penanganan Korupsi Pasar Tanjung Bungur! Tengoklah Coba Ini…
DETAIL.ID, Tebo – Setelah ramai jadi sorotan, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tebo, Abdurachman menyikapi soal tuntutan rendah yang diiringi dengan vonis rendah dalam perkara 7 terdakwa korupsi Pasar Tanjung Bungur, Muara Tebo, Jumat, 19 Desember 2025.
Menurut Kajari Tebo, Abdurachman pihaknya mengacu berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 1 tahun 2019. Dia juga menekankan masyarakat perlu mengetahui bahwa paradigma pemidanaan perkara korupsi bertitik tolak pada bagaimana agar kerugian keuangan negara bisa kembali.
“Jadi Alhamdulillah, dari 7 tersangka sudah mengembalikan seluruh kerugian keuangan negara, 1.061.233.105 itu sudah kembali dan kita sudah rilis,” ujar Abdurahman, Jumat, 19 Desember 2025.
Dengan telah diputusnya 7 terdakwa korupsi Pasar Tanjung Bungur oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jambi pada Rabu 17 Desember lalu. Kajari Tebo itu bilang pihaknya kini menunggu sikap dari para terdakwa.
“Kita menunggu apakah dari pihak terdakwa melakukan banding atau tidak. Jadi kita diposisi wait and see, bagaimana dari pihak mereka,” ujar Abdurahman.
Terkait rendahnya tuntutan yang diajukan oleh JPU Kejari Tebo, dimana sebelumnya ke-7 terdakwa dituntut dengan pidana penjara 1 tahun dan 6 bulan. Abdurachman kembali mengklaim bahwa tuntutan berdasarkan Pedoman No 1 tahun 2019, tepatnya pada point 3 angka 5.1.
“Apabila pengembalian kerugian negara 100 persen dengan kerugian negara Rp 500 jt sampai Rp 1 M maka tuntutan kami pada saat itu 1 tahun dan 6 bulan. Kemudian diputus oleh Majelis Hakim ada yang 1 tahun, ada yang 1 tahun 3 bulan. 2 tersangka 1 tahun 3 bulan, sisanya 1 tahun,” ujarnya.
Abdurahman lanjut menyampaikan bahwa menurutnya, tuntutan pemidanaan tipikor perkara pasar tanjung bungur sudah dimaksimalkan, kemudian kerugian keuangan negara sudah kembali. Dia pun meminta dan berharap agar masyarakat Tebo tetap mendukung kinerja Kejari Tebo.
“Tidak perlu khawatir, ini 2025 sudah mau selesai. Kita lihat nanti di 2026 apa yang akan terjadi dan bagaimana sikap kita dalam penanganan Tipikor,” katanya.
Kajari Tebo pun mengapresiasi Tim penyidikan Kejari Tebo, lantaran telah dirasa optimal dalam menangani perkara. Dengan banyaknya aset-aset sitaan dari para terdakwa yang diduga berkaitan dengan tindak pidananya.
“Kami upayakan mereka ini membayar (denda). Kalau tidak barang bukti yang ada ini akan kami upayakan sebagai pemulihan kerugian negara,” katanya.
Sementara itu salah seorang warga Tebo, Afriansyah yang tergabung dalam aktivis Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jambi menyayangkan klaim-klaim Kajari Tebo dalam penanganan perkara Korupsi Pasar Tanjung Bungur.
Sebab jika mengacu pada Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Korupsi, jelas bahwa tuntutan untuk perkara korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 750 juta hingga Rp 1 Milliar, dituntut paling singkat 4 tahun. Pun dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara 75 persen hingga 100 persen.
“Jelas itu di Pedoman Jaksa Agung, jadi kalau begini saya bingung jadinya. Saya yang salah mengartikan kalimat dalam regulasi ini atau bagaimana?” ujar Afriansyah.
Afriansyah pun menegaskan bahwa dirinya bakal segera melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Kejari Tebo dalam penanganan kasus korupsi Pasar Tanjung Bungur pada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung RI.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Vonis Rendahan Bikin Heran! Aktivis Segera Lapor JPU Kejari Tebo yang Tangani Perkara Pasar Tanjung Bungur ke Jamwas Kejagung
Jambi – Vonis rendah terhadap 7 terdakwa korupsi pasar Tanjung Bungur TA 2023, Muara Tebo jadi sorotan salah satu aktivis yang tergabung dalam Aliansi GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) yakni Afriansyah. Dia mengaku heran dengan vonis rendah yang beriringan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Tebo.
Dimana dalam tuntutan atas perkara korupsi yang merugikan keuangan negara mencapai Rp 1.061.233.105,09 tersebut, JPU Kejari Tebo menuntut ke-7 terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 5 bulan. Yang kemudian divonis lebih rendah oleh Majelis Hakim PN Tipikor Jambi.
“Sangat bertentangan dengan Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi. Seharusnya minimal JPU menuntut 4 tahun,” kata Afriansyah, Rabu 17 September 2025.
Kalau mengacu pada Pedoman Jaksa Agung nomor 1 tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana korupsi, yang dimaksudkan jadi acuan penuntut umum dalam menentukan tuntutan pidana perkara korupsi dengan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kemanfaatan.
Terdakwa dituntut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 7 tahun, tergantung pada persentase pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh terdakwa, untuk kategori kerugian keuangan negara Rp 750 juta hingga Rp 1 Milliar.
Afriansyah pun menyayangkan minimnya hasil dari proses hukum atas perkara korupsi Pasar Tanjung Bungur senilai Rp 1.061.233.105,09 yang digarap oleh Kejari Tebo.
“Ya kalau seperti ini, gimana Tebo mau bersih dari praktik Korupsi?” ujarnya.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pemerintahan yang bersih dari korupsi, sosok aktifis ini pun mengaku akan segera melaporkan oknum-oknum JPU Kejari Tebo yang menyidangkan perkara ini pada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
“Segera kita laporkan, ini sebagai bentuk perjuangan kita menekan angka korupsi di kampung halaman kita Kabupaten Tebo,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tujuh Terdakwa Korupsi Pasar Tanjung Bungur Divonis 1 Tahunan
DETAIL.ID, Jambi – Tujuh terdakwa perkara korupsi pembangunan Pasar Tanjung Bungur TA 2023 di Muara Tebo akhirnya menjalani sidang putusan di PN Jambi pada Rabu, 17 Desember 2025.
Dalam perkara korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp Rp 1.061.233.105,09 sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Nurhasanah, selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menjabat Kadis Perindagnaker pada perkara ini divonis selama 1 tahun penjara, dengan denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan penjara.
Kemudian, Edy Sopyan selaku Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PPSPM) yang menjabat Kabid Perdagangan, divonis 1 tahun 3 bulan serta denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan.
Vonis serupa juga dijatuhkan majelis hakim pada Rahmad Solihin selaku pihak yang menerima pengalihan pekerjaan dari pelaksana CV Karya Putra Bungsu. Namun Rahmad juga dikenai pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 417 juta.
Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan dalam 1 bulan setelah perkara ini berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa untuk memulihkan kerugian keuangan negara. Jika harta benda tidak mencukupi maka diganjar dengan pidana penjara 8 bulan.
Sementara Dhiya Ulhaq Saputra, selaku Direktur CV Karya Putra Bungsu divonis 1 tahun dengan denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan. Dengan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 36 juta, subsider 2 bulan.
Adapun 3 terdakwa lainnya, yakni Paul Sumarsono, Haryadi, dan Harmunis juga mendapat vonis serupa. Terdakwa Haryadi mendapat pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 29 juta subsidair 1 bulan. Sementara Harmunis dapat pidana pengganti terbesar yakni Rp 578 juta subsidair 3 bulan.
“Saudara semua punya hak untuk pikir-pikir selama 7 hari, apakah menerima atau mengajukan banding,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syafrizal Fakhmi, usai membacakan putusan.
Terhadap putusan tersebut para terdakwa ada yang menerima, juga ada yang menyatakan pikir-pikir. Sementara JPU Kejari Tebo, menyatakan pikir-pikir atas putusan para terdakwa tersebut.
Reporter: Juan Ambarita

