Connect with us

PERKARA

Dari Januari Hingga Mei 2024, 3 Kapal Tongkang Batu Bara Lengkap dengan Nahkodanya Dijerat Pidana Pelayaran

DETAIL.ID

Published

on

Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Jambi, AKBP Wahyu Hidayat. (DETAIL/Juan)

DETAIL.ID, Jambi – Sepanjang Januari hingga Mei 2024 bergulir, Ditpolairud Polda mencatat 3 tugboat dan tongkang beserta 3 nahkoda yang terjerat pidana pelayaran.

Diantaranya kapal tugboat TB Cahaya yang menarik tongkang MJS 2001 yang terekam kamera menabrak jembatan Batanghari 1 pada 13 Mei lalu. Nahkoda kapal berinisial S langsung ditahan setelah pihak kepolisian memeriksa sejumlah saksi terkait mulai dari BPTD, BPJN, KSOP, ABK, masyarakat setempat hingga Dirjen Hubla.

“Untuk tersangka (nahkoda tugboat) kami jerat dengan UU No 17 tahun 2008 tentang pelayaran di Pasal 323 ayat 1 dan 2 dan 302 ayat 1 dan 2. Untuk tongkang dan tugboat telah kami lakukan penyitaan sehingga saat ini kami sedang mengajukan penetapan sita ke Pengadilan Negeri dan juga kami sedang mengirimkan surat untuk pemeriksaan saksi ahli ke Ditjen Hubla di Jakarta,” kata Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Jambi, AKBP Wahyu Hidayat pada Rabu kemarin, 22 Mei 2024.

Menurut Wahyu Hidayat, pihaknya sudah menemukan peristiwa pidana dari hasil pemeriksaan terhadap tongkang batu bara yang menabrak fender jembatan batanghari 1 itu. Dimana nahkoda berlayar tanpa dilengkapi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) aktif.

“Disitu kami kami temukan bahwa yang bersangkutan ini SPB nya sudah mati,” ujar Wahyu Hidayat.

Ditambah lagi dengan insiden kecelakaan tongkang MJS 2001 yang terekam kamera menabrak fender Jembatan Batanghari 1.

“Sehingga di 323 ayat 1 nahkoda berlayar tanpa SPB itu ancaman 5 tahun, namun apabila yang bersangkutan berlayar tanpa SPB terjadi kecelakaan dalam perjalannya mengakibatkan kerugian harta benda disitu di ayat 2 disebutkan ancaman 10 tahun,” katanya.

Sehari setelahnya, tongkang batu bara lagi-lagi menabrak Jembatan Batanghari 1 pada 14 Mei 2024. Nakhoda kapal tongkang TB Hikmah Bunda berinisial E pun ditetapkan setelah tersangka dan ditahan setelah melalui proses sidik oleh Polairud Polda Jambi.

Beserta E, kapal dan tongkang TB Hikmah Bunda juga diamankan oleh pihak kepolisian sebab, sudah tak punya SPB malah menabrak jembatan pula.

Sementara untuk kapal tongkang batu bara yang diduga menabrak fender jembatan tembesi pada 26 Maret lalu, sampai saat ini disebut masih dalam proses penyelidikan. Alasannya Kasubdit Gakkum bilang begini.

“Pada saat itukan saksi tidak ada yang melihat langsung, hanya mendengar. Kami masih lakukan penyelidikan ada atau tidak peristiwa pidana,” katanya.

Dalam perjalanan penyelidikan kemudian, muncul pula insiden serupa dimana pada 5 Mei 2024 tugboat TB FBS C86 dan tongkang FBS CMB86 dari arah Jebak menuju Jambi diduga menyerempet tiang utama jembatan tembesi. Sejumlah fakta pun didapati dalam pengembangan kasusnya.

“Saat kami lakukan pemeriksaaan tanggal 9 Mei pagi kami temukan di kapal itu tidak ada nahkoda. Karna pada saat kapal itu turun (operasional) nahkoda sedang kami lalukan pemeriksaan dikantor,” kata Wahyu.

Diperiksa Polisi, tak ada dokumen kapal maupun SPB atas nama tugboat TB FBS C86 dan tongkang FBS CMB86. Koordinasi lebih lanjut terhadap BPTD selaku instansi yang berwenang mengeluarkan SPB pun hasilnya nihil.

“Kami saat itu kordinasi dengan BPTD dalam hal ini yang berwenang untuk mengeluarkan SPB mengatakan bahwa kapal tersebut tidak pernah mengajukan atau tidak pernah memiliki SPB,” ujar Kasubdit Gakkum.

Dan, lanjut Wahyu, kami tarik ke belakang dengan pembuktian terbalik bahwa di tanggal 5 mereka diduga menabrak atau menyerempet tiang utama jembatan tembesi. Kami sudah lakukan olah TKP melibatkan nahkoda, BPJN, Inafis Polda Jambi.

Saat dilakukan pemeriksaan terhadap kru kapal TB FBS C86 yang belakangan diketahui milik Ko Apek tersebut, kru kapal mengaku sebagai karyawan PT FBS. Kapal TB FBS C86 dan tongkang FBS CMB86 beserta sejumlah handphone milik kru kemudian disita oleh polisi.

Parahnya lagi, selain beroperasional tanpa punya dokumen kapal serta SPB, kru-kru kapal milik Ko Apek tersebut diduga tak terdaftar dalam kru list SIJIL. Mereka diduga diarahkan untuk tetap berlayar pada 8 Mei oleh sang tauke – Ko Apek walau sedang menghadapi proses lidik atas insiden tanggal 5 Mei.

Padahal berdasarkan keterangan Kasubdit Gakkum Polairud tersebut, nahkoda selain harus punya SPB juga harus terdaftar dalam SIJIL. Namun PT FBS dalam hal ini diduga melabrak semua regulasi pelayaran, parahnya juga menabrak infrastruktur penting di Jambi.

Kenakalan PT FBS dalam mengoperasionalkan kapal tongkangnya pun diperjelas oleh Kasubdit Gakkum, dimana menurut Wahyu ketika pihaknya masih lidik insiden pada 5 Mei lalu. Pihaknya dapat informasi bahwa tugboat TB FBS C86 dan tongkang FBS CMB86 malah beroperasi pada tanggal 8 Mei 2024.

“Mereka diduga tidak ada SPB kenapa? nahkoda ada di kantor lagi diperiksa sehingga, 9 Mei pagi kami lakukan pemeriksaan diatas kapal. Ternyata disitu ada nahkoda pengganti. Tapi itu menurut ketentuan tidak boleh. Karna nahkoda yang diatas harus nahkoda yang terdaftar,” katanya.

Kasubdit Gakkum Polairud Polda Jambi itu pun mencatat, sepanjang 2024 bergulir kini sudah 3 kapal tongkang yang diamankan lengkap dengan nahkodanya.

“Sehingga total ada 3 tugboat dan tongkang yang kami sita. Kemudian juga untuk tersangka, masing-masing kejadian tanggal 5, tanggal 13 dan 14 masing-masing nahkoda. Sehingga total ada 3 nahkoda yang kami tetapkan tersangka dan kami lakukan penahanan,” katanya.

Reporter: Juan Ambarita

PERKARA

Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.

Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.

“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.

Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.

“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.

Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.

Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.

Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.

Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.

“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.

Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.

“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.

Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.

“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.

Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.

Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.

Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).

Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.

Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.

“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.

Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.

“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.

Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.

“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.

Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs