PERKARA
Bapak Biadap Pelaku Asusila Ke 3 Anaknya Ngaku Menyesal dan Tidak Sengaja, Polisi Bilang Motifnya Hasrat Seksual

DETAIL.ID, Jambi – Kasus asusila yang melibatkan bapak kandung yakni MML (51) dengan 3 anak-anak perempuannya yang masih di bawah umur, masih terus berproses di Polda Jambi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta menyampaikan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan telah mengamankan barang bukti juga telah mengamankan pelaku.
“Tersangka saat ini sudah kita amankan dan sudah kita lakukan proses penahanan,” ujar Kombes Pol Andri pada Jumat, 7 Juni 2024.
Terhadap korban yakni anak-anak perempuan pelaku, kini disebut telah ditempatkan di Rumah Aman Alya Tama Jambi guna dilakukan proses pendampingan dan pemeriksaan psikologis.
“Kami juga mendapatkan arahan dari pimpinan, kami minta bantuan pada Biro SDM untuk bisa membantu memberikan pendampingan psikologis bagi korban,” kata Andri.
Ia berharap prosesnya tidak ada hambatan sehingga tersangka bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan.
Sementara itu, Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Jambi AKBP Kristian Wibawa, mengungkap nafsu seksual menjadi motif pelaku melancarkan aksi rudapaksa dan pencabulan terhadap anak-anaknya.
Pelaku sendiri yakni MML mengaku sudah 7 kali melancarkan aksi bejatnya terhadap ketiga anak-anaknya itu mulai dari tahun 2022 silam. Namun entah kenapa ketika ditanyai motifnya, pelaku malah terkesan ingin menutup-nutupi kebiadapannya dengan berdalih itu unsur ketidaksengajaan.
“Tujuh kali Pak, dari tahun 2021, antara 2021 atau tahun 2022 Pak. Terhadap anak pertama. Anak Ke-2 tahun 2023 Pak. Unsur ketidaksengajaan itu Pak, saya menyesal sekali perbuatan itu,” kata MML saat ditanyai oleh Kasubdit IV Renakta AKBP Kristian pada Jumat, 7 Juni 2024.
Kasubdit Renakta pun bilang, bahwa tersangka beberapa kali ditanyai penyidik soal motif aksi biadapnya. Namun pada intinya perbuatan itu dilakukan atas dasar hasrat seksual pelaku.
“Sehingga dia melakukan perbuatan tersebut terhadap anak-anaknya,” ujar Kristian Wibawa.
Kasubdit mengungkap, TKP pertama pelaku melakukan aksi bejatnya itu ada di Tebing Tinggi kemudian selanjutnya dilakukan di daerah Renah Mendalu, Tanjungjabung Barat.
Aksi biadap MML pun terungkap saat ia terlibat cekcok dengan anak keduanya. Anak ke-2 inisial L tersebut pun lantas membongkar kebejatan bapaknya MML pada ibunya.
“Berceritalah kepada ibunya. Kemudian ibunya menghubungi keluarganya. Kemudian tersangka diamankan oleh salah satu Ormas dan diserahkan ke Polda Jambi,” ujarnya.
Kasusnya pun makin terang, terungkap bahwa modus MML mengancam anak-anaknya selama ini untuk tutup mulut soal aksi bejatnya. Kalau berani-berani buka mulut, mereka diancam dibunuh.
Sementara itu untuk anak pertama inisial L (16) yang saat ini ditahan oleh neneknya di Tebing Tinggi dan juga informasi bahwa selama ini ibu pelaku tersebut mengetahui aksi biadap MML terhadap cucunya namun melakukan pembiaran.
Polisi menyebut tak tertutup kemungkinan ibu pelaku akan dipanggil dan diperiksa terkait kasus memilukan ini.
“Itu informasi nanti kita dalami ya. Tindak menutup kemungkinan bahwa kita akan melakukan pemanggilan,” katanya.
Atas perbuatannya, Kasubdit Renakta Polda Jambi itu bilang MML terancam dengan Pasal 81 atau 82 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya tak main-main, maksimal 15 tahun penjara.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.
Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.
“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.
Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.
“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.
Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.
Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.
Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.
Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.
“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.
Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.
“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.
Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.
“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.
Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.
Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.
Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).
Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.
Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.
“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.
Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.
“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.
Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.
“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.
Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.
Reporter: Juan Ambarita