DETAIL.ID, Jakarta – Sampai saat ini situasi politik di tingkat global dipenuhi ketidakpastian atau tidak stabil akibat meningkatnya tensi geopolitik, seperti peperangan, serta terjadi perlambatan perekonomian global.
Meskipun situasi global di atas sungguh tidak mengenakan, tetapi masih ada kabar baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menilai bahwa sektor jasa keuangan terjaga stabil.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengungkapkan hal tersebut kepada para wartawan secara nasional melalui aplikasi zoom dalam acara konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB).
Saat itu, mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini didampingi oleh wakilnya, Inarno Djajadi, yang juga Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK.
Turut hadir di zoom tersebut para anggota Dewan Komisioner OJK lainnya. Mahendra Siregar mengatakan, kinerja perekonomian global secara umum masih melemah dengan tingkat inflasi yang cenderung termoderasi.
Kondisi tersebut, ujarnya, diiringi dengan cooling down pasar tenaga kerja AS yang mendorong The Fed bersikap dovish, sehingga meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan di 2024.
“Di Eropa, indikator perekonomian masih belum solid di tengah inflasi yang persisten. Pasar mengekspektasikan Bank Sentral Eropa (ECB) akan menurunkan suku bunga pada pertemuan September 2024,” ujar Mahendra Siregar.
Di Tiongkok, kata dia, pertumbuhan ekonomi melambat dengan decoupling demand dan supply yang terus berlanjut dan mendorong pemerintah dan bank sentral terus mengeluarkan stimulus fiskal dan moneter.
Ia bilang, tensi geopolitik global terpantau meningkat sejalan dengan tingginya dinamika politik di AS menjelang Pemilihan Presiden di November 2024, serta potensi instabilitas di Timur Tengah dan di Rusia akibat eskalasi perang di wilayah perbatasan Ukraina.
Selain itu, ujarnya, pelemahan demand secara global turut menyebabkan harga komoditas melemah. Di tengah perkembangan tersebut, yield UST secara umum menurun dan Dollar index melemah dipengaruhi, terutama oleh ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan oleh The Fed dalam waktu dekat.
“Hal ini mendorong mulai terjadinya aliran masuk modal (inflow) ke negara emerging market, termasuk Indonesia, sehingga pasar keuangan emerging market mayoritas menguat terutama di pasar obligasi dan nilai tukar,” katanya menjelaskan.
Di domestik, sebut Mahendra, pertumbuhan ekonomi tercatat di atas ekspektasi yang didorong oleh naiknya konsumsi rumah tangga dan investasi. Tingkat inflasi inti masih terjaga dan surplus neraca perdagangan berlanjut.
Pertumbuhan ekonomi yang masih baik juga tercermin dari peningkatan kinerja emiten di Triwulan 2 2024, antara lain terlihat dari pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang tumbuh masing-masing sebesar 4,94 persen dan 2,73 persen yoy (Triwulan 1 2024: 2,64 persen\ dan 2,29 persen).
“Namun demikian, perlu dicermati pemulihan daya beli yang saat ini berlangsung relatif lambat,” ucapnya.
Sementara itu, Inarno Djajadi menyampaikan bahwa di pasar saham, IHSG menguat 5,72 persen mtd pada 30 Agustus 2024 ke level 7.670,73 (ytd: menguat 5,47 persen), dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 13.114 triliun atau naik 6,29 persen mtd (12,34 persen ytd), serta non-resident mencatatkan net buy Rp 28,77 triliun mtd (ytd: net buy Rp 27,73 triliun).
“Secara mtd, penguatan terjadi di hampir seluruh sektor dengan penguatan terbesar di sektor consumer non-cyclicals dan property dan real estate,” ujar Inarno Djajadi.
Di sisi likuiditas transaksi, Inarno mengatakan bahwa rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat Rp 12,70 triliun ytd.
“Tren penguatan ini mendorong IHSG mencetak all time high pada Agustus dengan rekor tertinggi pada 30 Agustus di level 7.670,73, dan melanjutkan rekor all time high di September 2024,” tutur.
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 1,71 persen mtd naik 4,41 persen ytd ke level 391,14, dengan yield SBN rata-rata turun 22,75 bps ytd: naik 3,12 bps dan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp39,24 triliun mtd (ytd: net buy Rp 10,25 triliun).
Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp 0,20 triliun mtd (ytd: net sell Rp 2,47 triliun).
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp 841,37 triliun (naik 1,34 persen mtd atau 2,02 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp 498,40 triliun atau naik 1,38 persen mtd (ytd: turun 0,61 persen) dan tercatat net subscription sebesar Rp 1,42 triliun mtd (ytd: net redemption Rp 11,11 triliun).
Inarno Djajadi juga menguraikan mengenai penghimpunan dana di pasar modal yang disebutkannya masih dalam tren yang positif.
Tercatat nilai penawaran umum mencapai Rp 135,25 triliun di mana Rp 4,39 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 28 emiten baru.
Sementara itu, ungkap Inarno Djajadi, masih terdapat 116 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 41,72 triliun.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), sejak pemberlakuan ketentuan SCF, hingga 30 Agustus 2024 telah terdapat 17 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 604 penerbitan Efek, 161.690 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp 1,18 triliun.
Dijelaskannya, Bursa Karbon sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 30 Agustus 2024, tercatat 75 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 613.717 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp37,05 miliar.
“Ke depan, potensi Bursa Karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.938 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan,” ujarnya.
Reporter: Heno
Discussion about this post