PERKARA
Oknum PNS Polda Jambi Terseret Kasus Pencabulan Anak
DETAIL.ID, Jambi – Polda Jambi kini menuai sorotan, selain oknum Bayangkari yang diamankan terkait kasus penipuan. Ada juga oknum PNS yakni Ferry, tersangka kasus pencabulan terhadap anak.
Dalam sesi ungkap kasus di Polda Jambi, Dirreskrimum Polda Jambi Kombes Pol Manang Soebekti bilang peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2019. Mirisnya antara tersangka dan pelapor masih berstatus keluarga atau keponakan tersangka.
“Pelapor melaporkan bahwa dia pernah dicabuli oleh terlapor ini, ketika masih berumur 12 atau 14 tahun. Jadi, tahun 2019 berarti 5 atau 6 tahun lalu,” kata Kombes Pol Manang Soebekti.
Dirreskrimum tidak merinci secara detail atas dugaan perbuatan cabul yang dilakukan oleh terlapor. Namun dia menekankan bahwa terlapor yang saat itu masih berstatus di bawah umur mengaku telah dicabuli oleh terlapor.
Selain ponakannya, pelaku juga disebut punya korban-korban lain. Termasuk pengakuan sosok wanita yang viral di media sosial belakangan, bahwa dia dicabuli belasan tahun silam oleh pelaku yang tak lain adalah bapaknya sendiri.
“Jadi total korban yang sudah dimintai keterangan ada 3. Nanti akan dikembangkan dengan korban-korban lain. Sebenarnya mereka ini masih ada hubungan keluarga dengan tersangka ini,” ujar Manang.
Dirreskrimum Polda Jambi menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang saling berkaitan dan dengan pemeriksaan prikologis, hasilnya semua mengalami peristiwa (pencabulan) yang sama.
Sementara itu tersangka Ferry, dalam kesempatannya masih menyangkal pencabulan yang dituduhkan kepadanya.
“Saya tidak pernah berbuat begitu, Pak,” ujarnya.
Namun dengan segala bukti dan keterangan saksi yang dipegang polisi. Tersangka Ferry terancam dikenakan Pasal 82 tentang Perpu No 1 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak menjadi UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman Pidana Penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Dua Terdakwa Korupsi KUR BSI di Rimbo Dituntut Hingga 3 Tahun Penjara
DETAIL.ID, Jambi – Dua terdakwa kasus dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Syariah Indonesia (BSI) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Rimbo Bujang dituntut hingga 3 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Tebo.
Terdakwa Ermalia Wendi, mantan Kepala BSI KCP Rimbo Bujang dan Mardiantoni, staf pemasaran dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.8 miliar dari praktik manipulasi pengajuan KUR.
JPU menuntut Ermalia Wendi dengan pidana 3 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pembayaran uang pengganti sebesar Rp 1,3 miliar. Apabila tidak dibayar harta bendanya disita dan dilelang, atau diganti pidana penjara 1 tahun 6 bulan.
“Apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” ujar JPU membacakan tuntutan pada Jumat, 12 Desember 2025.
Sementara Mardiantoni dituntut 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Kedua terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor, sebagaimana dakwaan subsidair.
Penasihat hukum Mardiantoni, Mirna Novita Amir mengatakan kliennya keberatan dengan tuntutan jaksa karena hanya menjalankan tugas sebagai marketing dan tidak menikmati hasil tindak pidana tersebut. Pihaknya berencana menyampaikan pembelaan pada sidang pekan depan.
Kasus ini berawal dari pengumpulan 26 pengajuan KUR oleh kedua terdakwa yang kemudian direkayasa dan dimanipulasi agar memenuhi syarat persetujuan. Ermalia Wendi disebut berperan dalam memutuskan pembiayaan KUR yang tidak memenuhi ketentuan.
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan 111 barang bukti terkait rekayasa dokumen KUR di BSI KCP Rimbo Bujang 1, Jalan Pahlawan, Kelurahan Wirotho Agung, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Jambi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
JPU Tolak Seluruh Eksepsi 4 Terdakwa Kasus Korupsi PJU Kerinci
DETAIL.ID, Jambi – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sungai Penuh menolak seluruh nota keberatan (eksepsi) empat terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) Kabupaten Kerinci. Penolakan tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Sungai Penuh, Senin kemarin, 8 Desember 2025.
Empat terdakwa yang mengajukan eksepsi yakni Heri Ciptra, Kepala Dinas Perhubungan Kerinci sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Yuses Alkadira Mitas (YAM), PNS UKPBJ/ULP yang bertugas sebagai pejabat pengadaan, Reki Eka Fictoni (REF), guru PPPK di Kecamatan Kayu Aro, dan Helpi Apriadi (HA), ASN pada Kantor Kesbangpol Kerinci.
Menjawab eksepsi tersebut, JPU Ferdian menyatakan keberatan para terdakwa tidak berdasar dan telah memasuki pokok perkara yang semestinya dibuktikan dalam proses pembuktian.
“Eksepsi penasihat hukum hanya asumsi dan tidak memiliki dasar kuat. Selain itu, dalil yang disampaikan sudah menyentuh materi perkara,” ujar Ferdian di persidangan.
Ferdian menegaskan dakwaan yang disusun JPU terhadap para terdakwa telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 KUHAP karena disusun secara cermat, jelas, dan lengkap.
Di luar persidangan, Ferdian kembali menegaskan bahwa seluruh keberatan terdakwa akan dibuktikan dalam tahap pembuktian. Termasuk soal 12 anggota DPRD Kerinci yang disebut kuasa hukum terdakwa tidak tersentuh hukum.
“Untuk anggota dewan, status mereka saat ini masih sebagai saksi. Mereka akan kami hadirkan dalam persidangan pada tahap pembuktian,” katanya.
Terkait permohonan tahanan rumah yang sebelumnya disampaikan pihak kuasa hukum, JPU menyebut hal tersebut tidak kembali disinggung dalam sidang hari ini.
“Tadi tidak ada ditanyakan ke hakim, jadi belum ada keputusan,” ujarnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Heri Ciptra, Adithiya Diar, menyatakan dakwaan jaksa tidak adil karena tidak menyertakan 12 anggota dewan dalam penetapan tersangka. Ia juga mempersoalkan dakwaan yang dinilai tidak memuat motif dan tidak menguraikan peristiwa hukum secara konkret.
Pekan depan, sidang akan dilanjutkan dengan agenda putusan sela dari majelis hakim.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Pencurian Sawit Hingga Penganiayaan Marak di Padang Lawas, Pemilik Lapor Beruntun ke Polres
DETAIL.ID, Padang Lawas – Sejumlah kasus dugaan pencurian buah kelapa sawit, pencurian dengan kekerasan, serta penganiayaan dilaporkan terjadi di wilayah Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.
Laporan-laporan tersebut disampaikan oleh pemilik lahan Efratno Simanjuntak, dan seorang warga lainnya, Faisal Kurniawan Hasibuan kepada pihak kepolisian sepanjang September hingga Desember 2025.
Berdasarkan dokumen laporan polisi yang diterima awak media, Efratno Simanjuntak melapor ke Polres Padang Lawas pada 11 Oktober 2025 terkait dugaan pengrusakan pondok kebun sawit di Desa Paran Julu. Dalam laporannya, Efratno menyebut pondok dan posko pengamanan yang berada di lahannya dihancurkan oleh beberapa orang, yang salah satunya disebut bernama Barani Manurung.
Efratno menyatakan pengrusakan itu diduga berkaitan dengan laporan sebelumnya mengenai pencurian sawit dari lahannya. Ia mengaku dirugikan akibat hilangnya tempat beristirahat dan pos pengamanan bagi para pekerja.
Selain laporan tersebut, Efratno juga membuat laporan lain mengenai dugaan pencurian buah sawit dan pengerusakan peralatan kebun pada 24 September, 8 Oktober, 9 Oktober, serta 26 dan 27 November 2025. Beberapa kejadian itu juga disertai dugaan pengancaman dan penganiayaan terhadap pekerja.
Pada 28 November 2025, kuasa hukum Efratno, Juda Rianto Tobing, mengirimkan surat resmi kepada Kapolres Padang Lawas untuk meminta bantuan pengamanan di lahan perkebunan sawit kliennya. Surat itu menyebut adanya pihak-pihak yang terus memasuki lahan, melakukan pencurian buah sawit, merusak pondok, serta diduga melakukan tindakan anarkis lainnya.
Tidak hanya Efratno, seorang warga bernama Faisal Kurniawan Hasibuan juga melaporkan dugaan penganiayaan ke Polsek Barumun Tengah pada 1 Desember 2025. Peristiwa itu disebut terjadi pada 26 November 2025 di lokasi sekitar Desa Paran Julu. Terlapor dalam kasus tersebut adalah Ahmad Husein Harahap alias Kakmat.
Laporan Efratno terkait dugaan pencurian dengan kekerasan juga diterima Polres Padang Lawas pada 4 Desember 2025. Peristiwa serupa sebelumnya telah ia laporkan pada 25 September 2025 dalam dugaan pencurian biasa sebagaimana Pasal 362 KUHP.
Hingga kini, sejumlah laporan tersebut tercatat telah diterima oleh Polres Padang Lawas dan Polsek Barumun Tengah. Namun Kasatreskrim Padang Lawas AKP Raden Saleh, hingga Kapolres Padang Lawas AKBP Dodik Yulianto ketika dikonfirmasi, belum ada merespons.

