Connect with us
Advertisement

OPINI

Fasilitas Olahraga Yang Modern, Ekonomi Rakyat Yang Tumbuh dan Kebanggaan Kolektif Masyarakat Jambi

Oleh : FAHMI RASID*

DETAIL.ID

Published

on

URGENSI RENOVASI GOR KOTA BARU PROVINSI JAMBI

Renovasi Gelanggang Olahraga Kota Baru sejatinya adalah sebuah investasi jangka panjang. Investasi ini tidak berhenti pada perbaikan fisik sebuah bangunan, melainkan sebuah penanaman modal sosial, ekonomi, dan budaya yang akan memberi manfaat luas bagi masyarakat Jambi hingga generasi mendatang. Dalam perspektif pembangunan daerah, infrastruktur olahraga yang baik selalu menjadi penopang kemajuan, karena olahraga tidak hanya dipahami sebagai aktivitas fisik, tetapi juga sebagai instrumen penggerak ekonomi, pemersatu masyarakat, sekaligus pembentuk identitas suatu daerah. Gelanggang Olahraga Kota Baru telah lama menjadi ikon olahraga di Jambi. Sejak pertama kali berdiri, tempat ini menjadi saksi bisu perjalanan banyak atlet, penyelenggaraan kompetisi, dan pertemuan masyarakat dalam suasana sportivitas. Namun, waktu telah berjalan, fasilitasnya semakin tertinggal, dan daya dukungnya tidak lagi memadai untuk kebutuhan masa kini. Atap yang mulai menua dan bocor, kursi yang tidak lagi nyaman, pencahayaan yang redup, serta fasilitas pendukung yang minim menjadikan GOR ini kehilangan sebagian wibawanya. Padahal, di tengah derasnya arus perubahan, keberadaan gelanggang olahraga modern adalah kebutuhan mendesak, apalagi ketika Provinsi Jambi nantinya akan dipercaya sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional yang akan datang.

Menunda renovasi berarti menunda kesempatan emas. GOR Kota Baru tidak bisa lagi dipandang sekadar bangunan tempat bertanding. Ia harus dilihat sebagai mesin pembangunan yang bisa menggerakkan berbagai sektor. Dengan renovasi menyeluruh, GOR akan menjelma menjadi pusat aktivitas olahraga, pusat kegiatan ekonomi rakyat, sekaligus ruang publik yang membanggakan. Dalam konteks pembangunan ekonomi masyarakat, GOR memiliki potensi besar untuk menghidupkan usaha kecil menengah. Setiap event olahraga yang digelar selalu menjadi magnet bagi keramaian. Masyarakat datang bukan hanya untuk menonton pertandingan, tetapi juga untuk mencari hiburan, menikmati kuliner, hingga membeli cendera mata. Jika renovasi GOR dilakukan dengan desain modern yang ramah bagi pelaku usaha, maka ruang-ruang komersial di sekitarnya dapat menjadi wadah tumbuhnya UMKM. Pedagang makanan tradisional, pengrajin batik, hingga pelaku usaha kreatif akan memiliki pasar baru yang dinamis.

Kehadiran GOR yang representatif juga akan memperkuat citra Jambi di mata nasional. Daerah yang memiliki fasilitas olahraga bertaraf tinggi akan lebih mudah dipercaya sebagai tuan rumah event besar. Dengan begitu, aliran wisatawan, atlet, dan media akan datang ke Jambi, membawa perputaran ekonomi yang besar. Hotel, restoran, transportasi, hingga jasa pariwisata akan merasakan dampak positifnya. Renovasi GOR bukan hanya memberi keuntungan pada satu sektor, tetapi menyebarkan manfaat ke berbagai lini kehidupan masyarakat. Lebih jauh, renovasi GOR sejalan dengan arah pembangunan Jambi yang terangkum dalam visi Jambi Mantap 2025-2029. Visi tersebut menekankan pentingnya pembangunan manusia, peningkatan daya saing, dan penguatan ekonomi kerakyatan. Gelanggang olahraga modern adalah wadah ideal bagi pembinaan generasi muda. Dari sini lahir atlet yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga berkarakter disiplin, tangguh, dan sportif. Mereka adalah generasi penerus yang akan membawa nama Jambi di tingkat nasional bahkan internasional. Dari sisi daya saing, fasilitas olahraga yang baik akan membiasakan atlet Jambi berlatih dan bertanding dalam atmosfer yang profesional. Mereka tidak lagi merasa asing ketika harus berlaga di arena besar, karena sudah terbiasa di rumah sendiri. Hal ini akan meningkatkan mental juara dan memperbesar peluang atlet Jambi untuk meraih prestasi gemilang.

Sementara itu, dari sisi ekonomi kerakyatan, renovasi GOR akan membuka ruang baru bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Pedagang kecil bisa berdagang dengan nyaman, pelaku ekonomi kreatif bisa memasarkan produk dengan lebih luas, dan masyarakat umum bisa menikmati manfaat langsung dari perputaran uang di sekitar arena olahraga. Dengan begitu, olahraga bukan lagi aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari ekosistem pembangunan ekonomi. Momentum terbesar yang membuat renovasi GOR menjadi kebutuhan mendesak adalah ditetapkannya Jambi sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Nasional. PON bukan sekadar kompetisi, melainkan pesta olahraga terbesar di negeri ini. Jutaan mata akan tertuju ke Jambi, ribuan orang akan datang dan menyaksikan bagaimana kesiapan daerah ini menyambut event bergengsi. Gelanggang Olahraga Kota Baru akan menjadi salah satu ikon utama yang paling disorot. Jika tampil dengan wajah baru yang megah dan modern, GOR akan meninggalkan kesan mendalam, bukan hanya bagi atlet dan penonton, tetapi juga bagi masyarakat luas yang menyaksikan melalui layar televisi dan media.

PON adalah peluang emas yang jarang datang. Dampaknya tidak berhenti setelah event selesai. Daerah yang sukses menjadi tuan rumah selalu dikenang dan dilihat sebagai daerah yang siap maju. Infrastruktur yang dibangun untuk PON tetap bisa digunakan untuk berbagai kegiatan di tahun-tahun berikutnya. Maka, renovasi GOR bukan hanya untuk menjawab tantangan PON, tetapi juga untuk warisan jangka panjang bagi masyarakat Jambi. GOR Kota Baru yang baru akan menjadi ruang publik yang multifungsi.

Selain event olahraga, tempat ini bisa digunakan untuk konser musik, pameran budaya, seminar besar, hingga kegiatan sosial kemasyarakatan. Dengan pengelolaan profesional, jadwal kegiatan bisa diatur agar GOR selalu hidup, tidak pernah sepi, dan selalu memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar. Sebagian orang mungkin bertanya, apakah renovasi besar seperti ini tidak akan membebani anggaran daerah. Pertanyaan ini wajar, tetapi perlu dipahami bahwa renovasi GOR bukan pengeluaran, melainkan investasi. Investasi yang memberi manfaat sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Investasi yang mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah karena mampu menyediakan fasilitas publik yang membanggakan. Investasi yang menyiapkan Jambi memasuki era baru sebagai daerah yang mampu berdiri sejajar dengan provinsi besar lain di Indonesia. Masyarakat tentu berharap renovasi GOR dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar mengejar target fisik. Kualitas bangunan harus diutamakan, kelengkapan fasilitas harus dipikirkan, dan tata kelola pasca-renovasi harus dirancang matang. Jangan sampai GOR yang sudah indah hanya menjadi bangunan monumental yang jarang dimanfaatkan. GOR harus selalu hidup, selalu ramai, dan selalu produktif. Jika hal ini terwujud, maka Jambi benar-benar akan memiliki sebuah gelanggang olahraga yang tidak hanya membanggakan tetapi juga bermanfaat. Gelanggang yang menjadi tempat lahirnya atlet berprestasi, ruang tumbuhnya ekonomi rakyat, dan simbol kebersamaan masyarakat. Gelanggang yang sejalan dengan cita-cita besar visi Jambi Mantap, yaitu membangun manusia seutuhnya, meningkatkan daya saing, dan memperkuat ekonomi kerakyatan.

Renovasi GOR Kota Baru adalah momentum yang tidak boleh terlewat. Ini adalah kesempatan sekali dalam sejarah bagi Jambi untuk menunjukkan diri sebagai daerah yang siap melangkah maju. Olahraga telah terbukti mampu menyatukan bangsa, menggerakkan ekonomi, dan melahirkan kebanggaan. Dengan renovasi GOR, Jambi akan berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan cita-cita besar itu.

Pada akhirnya, Urgensi Renovasi GOR bukan hanya tentang persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional, tetapi juga tentang warisan bagi generasi mendatang. Warisan berupa fasilitas olahraga yang modern, ekonomi rakyat yang tumbuh, dan kebanggaan kolektif masyarakat Jambi. Inilah saatnya Jambi melangkah dengan visi besar, menjadikan olahraga sebagai investasi jangka panjang, dan menjadikan GOR Kota Baru sebagai pusat kejayaan baru bagi bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.

Referensi :

 Andriyanto, A. (2020). Ekonomi Olahraga dan Potensi Pengembangan UMKM di Sekitar Infrastruktur Olahraga. Jurnal Ekonomi Kreatif Indonesia, 5(2), 101–115.

 Chalip, L. (2006). Toward a distinctive sport management discipline. Journal of Sport Management, 20(1), 1–21.

 Coalter, F. (2007). A Wider Social Role for Sport: Who’s Keeping the Score? Routledge.

 Gratton, C., & Preuss, H. (2008). Maximizing Olympic impacts by building up legacies. International Journal of the History of Sport, 25(14), 1922–1938.

 Horne, J., & Manzenreiter, W. (2006). Sports Mega-Events: Social Scientific Analyses of a Global Phenomenon. Blackwell Publishing.

 Preuss, H. (2019). Event Legacy and Sustainability. Routledge.

 Smith, A. (2010). The development of “sports tourism” and the legacy of mega sporting events. Journal of Sport & Tourism, 15(2), 65–86.

 Pemerintah Provinsi Jambi. (2024). Visi dan Misi Jambi Mantap 2025–2029. R.P.J.M.D

 Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. (2023). Strategi Nasional Pembangunan Olahraga Menuju Indonesia Emas 2045. Jakarta: Kemenpora RI.

 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2022). Olahraga sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Daerah. Jakarta: Bappenas.

* Doktor Manajemen SDM

* Magister Administrasi Publik (M.AP)

* Sekretaris PUSDIKLAT L.A.M Provinsi Jambi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement Advertisement

OPINI

Sibuk Merayakan Maulid, Lupa Meneladani Amanah Rasulullah

Oleh: Naz*

DETAIL.ID

Published

on

SETIAP tahun, suasana Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu dirayakan dengan gegap gempita di berbagai daerah. Namun, ada ironi besar di balik semua itu. Semangat merayakan hari lahir Rasulullah sering kali hanya berhenti pada simbol, tidak menembus ke substansi.

Rasulullah SAW bukanlah figur yang gemar pada kemewahan perayaan. Beliau diutus membawa risalah kebenaran, menegakkan amanah, kejujuran, dan keadilan. Yang beliau wariskan bukanlah seremonial kosong, melainkan teladan akhlak mulia yang seharusnya menjadi pedoman para pemimpin umat, termasuk pemimpin daerah kita.

Padahal, inti dari peringatan Maulid bukanlah sekadar mendengar ceramah atau memajang baliho besar gambar Kepala Daerah di masjid. Inti Maulid adalah meneguhkan kembali teladan Rasulullah:

1. Amanah dalam kepemimpinan;
Rasulullah menunjukkan bahwa jabatan adalah titipan, bukan alat memperkaya diri atau keluarga. Kepala daerah hari ini mestinya meneladani itu, memastikan setiap rupiah APBD digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperbesar rekening pribadi.

2. Kejujuran dalam setiap kebijakan;
Rasulullah tidak pernah berbohong meski dalam perkara kecil. Pemimpin seharusnya berani berkata jujur pada rakyat: tentang kondisi keuangan daerah, tentang keterbatasan, bahkan tentang kegagalan. Bukan malah menutup-nutupi dengan angka manipulatif demi pencitraan.

3. Kesederhanaan hidup;
Rasulullah hidup sederhana, bahkan ketika memiliki peluang untuk kaya raya. Sedangkan para kepala daerah kita sering kali larut dalam gaya hidup mewah: mobil dinas berderet, perjalanan dinas berulang, pesta perayaan digelar besar-besaran, sementara rakyat kecil masih kesulitan biaya pendidikan dan kesehatan.

Jika para kepala daerah benar-benar ingin menjadikan Maulid sebagai momen penting, seharusnya mereka tidak hanya sibuk di atas panggung, tapi juga menjadikan amanah dan kejujuran sebagai kompas kepemimpinan sehari-hari. Tidak ada artinya mengeluarkan kata-kata manis tentang Rasulullah jika kebijakan yang diambil justru menyengsarakan rakyat.

Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik pemimpin adalah yang paling dicintai rakyat karena keadilannya, dan seburuk-buruk pemimpin adalah yang dibenci rakyat karena kezalimannya.

Pertanyaannya: apakah kepala daerah hari ini sudah berada di jalan yang benar? Ataukah mereka hanya menumpang nama Rasulullah untuk memperindah citra di depan rakyat?
Maulid seharusnya menjadi alarm moral: jangan sibuk dengan perayaan tapi lalai dari keteladanan.

Jadikanlah Rasulullah sebagai teladan dalam kejujuran, jadilah pemimpin yang Al-Amin bukan yang Al-Korup. Sebab, yang paling dibutuhkan rakyat bukanlah panggung megah dan sambutan panjang, melainkan pemimpin yang benar-benar meneladani sifat Al-Amin, Amanah, Jujur, dan Adil.

*Pengamat sosial dan politik, tinggal di Jambi

Continue Reading

OPINI

PETI Dicaci, PETI Pemberi Rezeki: Siapa yang Ditumbalkan?

Oleh: Daryanto*

DETAIL.ID

Published

on

FENOMENA Penambangan Emas Tanpa Izin (Peti), bukanlah terjadi baru-baru ini saja. Sejak transmigrasi masuk, sudah banyak bekas galian PETI di sepanjang lokasi yang dijadikan perkebunan. Seperti yang terjadi di Kecamatan Renah Pamenang, Pamenang Selatan misalnya, bekas galian para warga yang mencari butiran emas bisa disaksikan secara kasat mata. Hanya saja cara mereka awalnya hanya mengunakan dulang atau alat tradisional yang digunakan untuk memisahkan butiran pasir dan buliran emas, cara mereka menggalinya pun mengunakan alat sederhana seperti linggis.

Namun memasuki tahun 2010, aktivitas PETI berubah total, dari yang awalnya tradisional, berubah mengunakan mesin dan merambah mengunakan alat berat sampai sekarang.

Tapi diakui atau tidak, di Provinsi Jambi, aktivitas peti khususnya di Jambi Wilayah Barat, seperti Tebo, Muara Bungo, Merangin, dan Sarolangun aktivitas PETI terus terjadi, namun pola-pola yang dilakukan oleh masyarakat untuk mendapatkan emas dilakukan dengan tiga cara, seperti dompeng darat, lanting, dan menggunakan box

Dompeng darat, biasanya oknum masyarakat mencari emas menggunakan alat berat dengan cara mengali tanah dengan kedalam tertentu, dibantu dua mesin penyedot air dan mesin penyedot batu dan mampu menampung sampai delapan tenaga kerja, dengan kelebihannya setelah ditambang bisa direklamasi ulang dan bisa ditanami kembali.

Berbeda dengan dompeng lanting, biasanya masyarakat mengunakan rakit buatan yang dilakukan di dalam sungai, dengan cara menyedot batu dan pasir di dalam sungai dengan dua mesin yang biasanya dilakukan oleh tiga tenaga kerja, Terkadang pasir yang disedot dimasukan kembali ke sungai sehingga membuat aliran sungai menjadi dangkal.

Lain halnya PETI menggunakan alat berat yang bekerja, mengambil pasir dan batu menggunakan baket alat berat kemudian dimasukan dalam alat box, dan biasanya ada dua sampai tiga pekerja yang melakukan pekerjaan secara terus menerus di bantaran aliran sungai sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan susah untuk direklamasi ulang.

Tentu ada hal yang menarik dari tiga katagori PETI yang sering dilakukan oleh warga, Bagaimana pengunaan merkuri atau logam berat. Dari pantauan penulis, masyarakat yang beraktivitas PETI rata-rata mengunakan logam berat untuk memisahkan emas dari pasir hitam dengan cara memasukan ke dalam ember, kemudian diaduk di satu tempat agar logam berat tidak terbuang lalu di peras mengunakan kain tipis untuk memisahkan emas dan logam berat, atau bagi masyarakat pendompeng mengenalnya dengan istilah “ngepok”, setelah terpisah air tak tadi dimasukan ke dalam botol untuk bisa dipergunakan lagi.

Lalu kemana para pemain petugas menjual hasilnya? Banyak di sejumlah tempat yang biasa menampung hasil PETI, ada pemilik modal yang bekerja sama dengan cara main “DO”, dengan sistem pembelian yang berbeda dengan harga toko emas, dan ada juga yang langsung menjual lepas ke penadah emas dengan harga yang lebih tinggi di banding pemilik “DO”. Tak perlu harus menelisik toko emas mana yang menjadi langganan pelaku PETI menjual hasilnya dan “aman dari pengamatan petugas” dan sudah jadi pengetahuan umum masyarakat Merangin.

Dari sisi ekonomi, bagi sebagian masyarakat, kerja di Penambangan Emas Tanpa Izin tentu sangat menjanjikan, sebab banyak masyarakat yang tertolong dari pinjaman pinjol, tagihan angsuran bank, angsuran kredit motor dan biaya anak sekolah, belum lagi bagi oknum NGO, oknum organisasi profesi, institusi tertentu, yang sering mendapatkan rezeki dari para pemilik mesin dompeng, walaupun hanya sekedar berbasa-basi dengan pemilik PETI.

Lalu bagaimana PETI yang sudah terjadi puluhan tahun tetap berlangsung sampai saat ini? Meskipun sudah banyak pekerja PETI yang tertangkap dan dipenjara, apakah ada efek jera?

Bagi sebagian kecil pekerja pasti dapat efek jera, sebab hanya pekerja saja yang jadi tumbal dan jarang pemilik dan pemodal PETI yang tertangkap. Namun fakta di lapangan bisa dilihat hari ini dirazia aparat keamanan berhenti bekerja, besok pasti sudah bekerja lagi demi tuntutan kebutuhan perut.

Terkadang ada juga faktor x yang berpengaruh, agar saat razia terkesan ada hasil, di lokasi tertentu para pemilik alat berat dan dompeng bisa berkoordinasi dengan baik dengan para oknum, maka sudah pasti akan selamat, tetapi jika di satu wilayah para pemain alat berat dan pemilik dompeng di anggap “pelit”, dan sering masuk pemberitaan bisa dipastikan bakal ada yang kena, dan ini fakta yang terus menerus terjadi.

Mari kita lihat bagaimana peran penting PETI yang dicaci tetapi membawa rezeki. PETI tidaklah akan berjalan sampai hari ini jika bahan bakar distop dari hulunya, tetapi ada fakta lainnya yang tidak bisa dipisahkan, ibarat PETI adalah gula manis, tentu banyak jenis semut yang mendekati untuk mendapatkan rasa manisnya.

Siapa yang berani menjual bahan bakar PETI seperti solar subsidi dalam jumlah besar jika bukan ada oknum aparat keamanan yang bermain? Pemandangan antrian solar subsidi pasti mengular di sejumlah SPBU di Merangin yang menyediakan bio solar, banyak cara dilakukan dengan mengisi berkali kali dengan nomor barcode yang berbeda beda, lalu hasil antrian solar sudah pasti sudah ada pembeli yang dijual ke lokasi PETI. Lalu kenapa PETI bisa sebagian aman saat dirazia dan sudah bocor duluan saat didatangi ke lokasi, sudah bisa diduga ada oknum aparat keamanan yang pasti ikut mendapatkan bagian dari kegiatan ilegal tersebut, dan bahasa sederhananya adalah mendapatkan “bulanan” per alat berat di setiap wilayah di Merangin pasti berbeda beda nominalnya.

Lalu ada peran Pemerintah Daerah yang tidak mau kehilangan cara, dengan menerbitkan surat edaran Kepala Daerah yang ditujukan kepada perangkat pemerintahan kecamatan hingga level desa untuk tidak terlibat PETI, apalagi Kades merupakan pemangku adat di desanya.

Situasi ini tentunya mudah disampaikan tapi sulit dikerjakan. sebagian besar masyarakat di Merangin sudah puluhan tahun banyak yang bekerja dan menggantungkan hidup di sektor “per-PETI-an” , dan saat pemerintah menghimbau tidak melakukan aktivitas PETI tetapi sayangnya edaran tersebut tidak disertai solusi konkrit yang bisa dikerjakan masyarakat agar bisa beralih ke pekerjaan lainnya selain kerja PETI.

Jikalau mau dan serius dalam memberantas PETI, Pemerintah Daerah wajib membentuk Tim Terpadu untuk melakukan kerja sama dan secara serius mencarikan solusi agar masyarakat bisa mendapatkan pilihan pekerjaan selain PETI, dan berani tegas untuk menindak semua oknum aparat keamanan yang berani menjual BBM kepada para pelaku PETI, tidak menerima uang bulanan, dan sama-sama mengawal kebijakan soal wilayah pertambangan rakyat, bagaimana izin pertambangan rakyat bisa didapatkan, sehingga tidak ada lagi cara-cara ilegal untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup masyarakat banyak.

Seperti kaga pepatah, jika air keruh di hilir tengoklah dari hulunya.

Salam santun.

*Penulis adalah wartawan DETAIL.ID yang tinggal di Kabupaten Merangin.

Continue Reading

OPINI

Pembangunan Stockpile Batu Bara dan Penolakan Warga: Ujian Serius Bagi Pemerintah

Oleh: Eko Saputra S. Lumban Gaol, SH*

DETAIL.ID

Published

on

PEMBANGUNAN stockpile batu bara di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi, telah memicu gelombang penolakan besar. Warga menilai proyek ini bukan sekadar persoalan teknis perizinan, tetapi ancaman langsung terhadap keselamatan, kesehatan, dan hak hidup mereka.

Provinsi Jambi selama ini menjadi salah satu lumbung batu bara nasional. Namun, di balik sumbangan devisa, masyarakat justru menanggung dampak: jalan rusak akibat truk over tonase, kemacetan kronis, polusi udara yang memicu penyakit, dan meningkatnya kecelakaan lalu lintas yang berujung korban jiwa. Terakhir, pembangunan stockpile batu bara di tengah pemukiman padat semakin memperparah beban masyarakat.

Pemerintah Harus Memihak Rakyat

PT Sinar Anugerah Sukses (SAS), pemilik IUP ±1.273 hektare di Sarolangun, mengklaim memiliki izin sah untuk membangun stockpile sekaligus pelabuhan pengangkutan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan minimnya keterbukaan:

  • Tidak ada sosialisasi yang layak bagi warga terdampak.
  • Lokasi di jantung pemukiman yang rawan banjir, macet, dan polusi.
  • Dugaan pelanggaran tata ruang dan peruntukan lahan.

Penolakan pun meluas, para aktivis lingkungan, mahasiswa, pemuda, hingga warga sekitar menegaskan ketidaksetujuan mereka. Bagi masyarakat, proyek ini bukan peluang ekonomi, melainkan ancaman hidup.

Klaim PT SAS soal kepatuhan izin tak bisa menjadi tameng. Pemerintah dari pusat hingga kota dituntut berhenti bersikap pasif. Jika izin memang diberikan, prosesnya perlu diaudit terbuka. Bila memang menyalahi RTRW atau mengancam keselamatan warga, pencabutan izin atau relokasi harus menjadi langkah tegas.

Just Transition Bukan Sekadar Konsep

Transisi energi yang adil (Just Transition) adalah pendekatan yang menekankan perlunya transisi energi yang adil, inklusif dan adil untuk semua pihak. Di Aur Kenali, Just Transition menjadi satu hal yang prinsip, tidak ada pembangunan yang mengorbankan kesehatan, keselamatan, dan ruang hidup warga yang mengatasnamakan investasi dan keuntungan segelintir perusahaan.

Penolakan warga Aur Kenali adalah peringatan keras bahwa investasi tak boleh menindas hak masyarakat, tapi seyogyanya mendorong transisi energi dan ekonomi yang adil, dengan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Pemerintah wajib hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemberi izin. Tanpa keberpihakan tegas, pembangunan stockpile batu bara hanya akan meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam.

*Warga RT 014/002 Desa Mendalo Darat, mahasiswa Pascasarjana Universitas Jambi dan Ketua DPC FSB NIKEUBA Muarojambi

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs