Connect with us

PERKARA

Sudah 16 Tahun Kasus Munir Masih Tak Terungkap, Suciwati: Saya Korban Janji Palsu

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jakarta – Suciwati istri aktivis almarhum Munir Said Thalib mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berani membentuk tim baru Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang hingga 16 tahun belum terungkap.

“Kita mendorong kepada Presiden Jokowi jika berani untuk membentuk tim yang baru,” uja Suciwati dalam webinar, ditulis Sabtu 12 Desember 2020.

Pembentukan TPF baru kata Suci diharapkan untuk menindaklanjuti TPF yang sebelumnya yang sudah dibentuk sejak 2004 silam.

Suci menuturkan, tim baru tersebut apakah nantinya Jokowi membentuk melalui Keppres ataupun langsung menunjuk Kapolri ataupun Jaksa Agung.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” newsticker_background=”#59d600″ newsticker_text_color=”#000000″]

“Untuk memang berani menindaklanjuti apakah itu menunjuk kepolisian nggak perlu bikin tim lagi secara mekanisme atau Keppres atau apa tapi bisa menunjuk kepada kepolisian atau Kejagung apa yang kenapa kasus pelanggaran terutama dalam hal ini kasus Munir. Jadi saya pikir itu harusnya simpel gampang kenapa dibuat susah itu,” tutur Suci.

Tak hanya itu, Suci mengaku terus menjadi korban janji palsu pemerintahan dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Jokowi terkait penyelesaian kasus Munir.

“Saya ini korban yang terus menjadi korban korban janji janji palsu dan janji apalagi banyak janji janji yang tidak ditempati mulai dari Presiden SBY sampai Presiden Jokowi,” kata dia

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” newsticker_background=”#59d600″ newsticker_text_color=”#000000″]

Ia pun menagih janji Jokowi yang akan menuntaskan kasus-kasus masa lalu yang belum terselesaikan diantaranya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Munir. Namun hingga kini tidak ada tindak lanjutnya.

“Saya dengar bahwa meminta Jaksa Agung untuk menindaklanjuti. Terus kenapa kok tidak bergerak? Kenapa Jokowi ketika memerintahkan (Jaksa Agung) terus kasusnya ini tidak bergerak ini memang. Kok kemudian Jaksa Agung nya tenang-tenang, saya kan heran heran sekali. Kalau ada orang seperti itu kalau ngomong soal kasus ini bukan pelanggaran HAM, saya pikir ada sebuah permufakatan jahat,” katanya.

Upaya lain yang dilakukan Suci yakni melaporkan dokumen TPF Munir kepada Ombudsman RI. Namun Setneg mangkir dalam pemanggilan Ombudsman.

“Dua kali pihak Setneg nggak mau dateng. Artinya apa apakah ada upaya tidak mau memperjelas kasusnya atau itu kan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana apakah ini emang sistem administrasi yang tidak benar atau bagaimana Saya membayar bapak-bapak apa ibu-ibu, yang ada apakah itu sistem administrasi buruk sehingga tidak bisa ditemukan,” tutur Suci.

Ia masih berharap Kemenseneg menemukan dokumen TPF Munir sehingga bisa terungkap siapa otak pembunuhan Munir.

“Jujur saya masih berharap semoga pak Dadang bersama Kemensesneg dan caranya supaya bisa menemukannya.Karena kan ini juga ada undang-undang yang harus diterima apa yang diketahui presiden harusnya diketahui oleh Sesneg. Saya bingung saja, masa saya yang harus mengetahuinya aneh banget,” katanya.

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” newsticker_background=”#59d600″ newsticker_text_color=”#000000″]

Untuk diketahui, Munir Said Thalib meninggal dua jam saat melakukan penerbangan ke Amsterdam pada 2004 silam. Dirinya meninggal dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol Amsterdam pagi hari.

Setelah dilakukan penyelidikan, Kepolisian Indonesia bekerja sama dengan Kepolisian Belanda menemukan penyebab meninggal Munir. Dari hasil autopsi, Munir tewas karena racun arsenik.

Di akhir 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu mengesahkan Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengungkap kasus Munir. Anggotanya melibatkan kalangan masyarakat sipil dan berfungsi membantu Polri dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Munir.

Dalam perjalanannya, TPF sempat kesulitan menjalankan tugasnya karena menganggap pihak kepolisan yang lamban dalam penyelidikan. Hingga akhirnya, kepolisian menetapkan pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto menjadi tersangka pembunuhan pada 18 Maret 2005 serta menyeret nama mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi PR.

Pengadilan kemudian memutuskan Pollycarpus bersalah dan dihukum selama 14 tahun penjara. Dirinya bebas bersyarat pada 28 November 2014 dan bebas murni pada 29 Agustus 2018 lalu.

 

[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” newsticker_background=”#59d600″ newsticker_text_color=”#000000″]

PERKARA

Mediasi Gagal, Mediator Keluarkan Anjuran Bagi YPTSA STIA Nusantara Sakti dan Pelapor

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Proses mediasi antara pihak Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSA), selaku pengelola Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti dengan 15 orang dosen dan pegawainya berujung buntu.

Belum lama ini, mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jambi pun akhirnya mengeluarkan anjuran atas perselisihan hak antara kedua belah pihak.

“Tindak lanjut penanganan kasus Yayasan Sakti Alam kemarin bahwa mediator hubungan industrial sudah menyampaikan anjuran,” ujar Kabid Hubungan Industrial, Dodi Haryanto pada Rabu, 2 Juli 2025.

Lebih lanjut, Kabid Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Hubungan Ketenagakerjaan tersebut mengungkap bahwa dalam secara umum mediator menganjurkan agar YPTSA dan Pimpinan STIA Nusa Sakti segera membayarkan hak-hak yang dituntut pekerja seperti upah yang belum dibayarkan, THR, serta hak atas pemutusan hubungan kerja.

“Dan masing-masing pihak diberikan waktu 10 hari untuk menjawab anjuran tersebut. Dalam anjuran mediator,” katanya.

Dodi sebelumnya juga mengungkap bahwa proses mediasi telah dilakukan beberapa kali yang mulai bergukir sejak 12 Maret 2025. Namun tak kunjung ada titik temu antar kedua belah pihak.

Dengan adanya anjuran dari Disnakertrans, sikap YPTSA dan STIA Nusantara Sakti jadi penentu. Apakah perselisihan hak bakal selesai, atau malah lanjut ke ranah hukum lebih tinggi yakni Pengadilan Hubungan Industrial.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Arief Efendi Terdakwa Korupsi di Kasus Bank Jambi Akui Perbuatannya, Minta Keringanan Hukum

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Arief Efendi, salah satu terdakwa perkara korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) Bank Jambi dengan PT SNP masih menghadapi serangkaian persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi.

Sosok terdakwa yang sempat buron kemudian ditangkap tim Pidsus Kejati Jambi pada 13 Desember 2024 lalu itu kini menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa pada Selasa, 1 Juli 2025.

Di persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Syafrizal Fakhmi, terdakwa mengakui perbuatannya. Ia juga mengaku menyesal. Dirinya juga mengaku telah menyerahkan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar pada penyidik.

“Saya mengakui yang mulia (semua isi BAP). Uang Rp 1,7 miliar juga sudah saya kembalikan,” ujar terdakwa Arief di persidangan.

Dalam pernyataannya pada JPU. Arief pun tampak mengeluarkan air mata seraya memohon keringanan hukum atas perbuatannya.

“Banyak peristiwa yang sudah saya alami. Saya mohon keringanan,” ujarnya.

Usai sidang, JPU Suryadi dikonfirmasi mengakui bahwa sudah ada penitipan uang kerugian negara dari terdakwa sebesar Rp 1,7 miliar. Nilai itu disebut berasal dari fee (kutipan) tidak resmi yang dilakukan terdakwa dalam proses pencairan MTN PT SNP pada Bank Jambi tahun 2017 – 2018. Adapun duit itu kini berada di rekening penitipan Kejari Jambi.

“Pada intinya, si terdakwa mengakui terkait apa yang diperbuatnya. Sementara uang tersebut dititip di rekening kejaksaan,” ujar Suryadi.

Dengan pengakuan dan segala fakta persidangan yang didapati sejauh ini, JPU mengaku bakal jadi pertimbangan dalam tuntutan yang bakal bergulir dua pekan ke depan.

Sementara penasihat hukum terdakwa Azuri Nasution berharap ada keringanan hukum bagi kliennya lantaran sikap kooperatif dan pengembalian kerugian juga sudah dilakukan.

Dalam kasus ini, Arif, mantan Kepala Divisi Fixed Income PT MNC Sekuritas didakwa secara bersama-sama dengan terpidana Yunsak El Halcon yang telah divonis penjara selama 13 tahun, Dadang Suryanto (divonis 9 tahun) dan Andri Irvandi (divonis 13 tahun), serta terdakwa Leo Darwin (tahap kasasi).

Telah melakukan tindak pidana korupsi terkait gagal bayar pembelian Medium Term Note (MTN) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) pada tahun 2017–2018 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 310.118.271.000.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

PERKARA

Hasil TPPU, BPN Ungkap Tek Hui Punya Tanah 2.857 Meter Persegi di Muarojambi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa perkara narkotika Dedi Susanto alias Tek Hui kembali menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa, 1 Juli 2025.

Kali ini sidang Tek Hui kedatangan saksi dari BPN Muarojambi yakni Muhammad Andri. Dirinya menyebut bahwa terdakwa Tek Hui memiliki tanah di Desa Lopak Alai, Kecamatan Kumpeh Ulu seluas 2.857 meter persegi.

“Dibeli milik Haireni pada tanggal 19 Juli 2024,” ujar Andri di persidangan.

Aset tanah tersebut menurut saksi lengkap dengan SHM. Dan telah dilakukan balik nama atas nama Dedi Susanto. Dia pun sudah punya sertifikat elektronik atas aset tanah yang didakwa sebagai hasil TPPU. Dia mengurus aset tanah tersebut dengan menggunakan surat kuasa pada orang lain.

“Dia (Tek Hui) beli Rp 200 juta,” katanya.

Penuntut umum kembali mencecar soal kepemilikan tanah atas nama Haireni sebelum dijual pada Tek Hui. Soal ini, Andri bilang, Haireni sebelumnya membeli tanah tersebut dari orang lain pada rentang 2017.

“Kalau pemilik sebelumnya, tidak tahu,” katanya.

Adapun aset tanah dengan nomor SHM 00430 atas nama Dedi Susanto tersebut kini jadi salah satu bukti dalam perkara TPPU yang dilakukan oleh Tek Hui.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement ads ads
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs