LINGKUNGAN
Tiga Perkara Hutan Lindung Gambut

Perkara illegal logging di hutan lindung gambut belum juga kelar. Plus, dirundung dua perkara lain: kebakaran dan perambahan lahan. Di tengah tiga perkara itu, muncul wacana pengelolaan hutan lindung gambut melalui skema HTI. Berbagai lembaga pun menolak.
DATA luas lahan gambut di Provinsi Jambi ada dua versi. Versi pertama merujuk pada data Dinas Kehutanan Provinsi Jambi tahun 2018, yaitu 736.227,2 hektare, terbesar ke-3 di Pulau Sumatra. Versi kedua, merujuk data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), luas lahan gambut 716.838 hektare.
“Mengapa bisa beda, bisa jadi saat digitasi peta. Tingkat erornya bisa tinggi,” ujar Abdullah pada Selasa 15 Maret 2021.
Menurut Direktur Walhi Jambi, Abdullah, angka ini diperoleh dari hasil olah data SHP Gambut oleh Walhi pada tahun 2020. SHP adalah format data vektor yang digunakan untuk menyimpan lokasi, bentuk, dan atribut dari fitur geografis.
Meski berbeda, yang pasti lahan gambut di Provinsi Jambi tersebar di 6 kabupaten yaitu Tanjungjabung Timur, Tanjungjabung Barat, Sarolangun, Merangin, Muarojambi dan Tebo. Yang terluas berada di Tanjungjabung Timur yakni 311.992,10 hektare. Artinya, Tanjungjabung Timur memiliki 42 persen atau nyaris separuh dari total luas lahan gambut di Provinsi Jambi.
Salah satu bagian penting dari kawasan lahan gambut ialah Hutan Lahan Gambut (HLG). Provinsi Jambi sendiri memiliki 3 HLG yakni, HLG Londerang, HLG Sungai Buluh dan HLG Sungai Bram Itam. Luas HLG Londerang sebesar 12.484 hektare yang berada di Kabupaten Tanjungjabung Timur dan Muarojambi. HLG Sungai Buluh yang terletak di Kabupaten Tanjungjabung Timur memiliki luas 17.476 hektare. Dan HLG Bram Itam yang berada di Kabupaten Tanjungjabung Barat dengan luas 15.965 hektare.
Luasnya lahan gambut di Provinsi Jambi ternyata menyimpan permasalahan yang belum terurai dan terselesaikan. Menurut Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rudi Syaf, permasalahan kawasan lahan gambut masih sama.
“Kalau Hutan Lindung Gambut ada perambahan dan illegal logging. Itulah isu utama Hutan Lindung Gambut. Di HLG itu kan tidak boleh berladang. Kalau ada yang berladang artinya itu perambahan. Di beberapa titik seperti HLG Sungai Bram Itam bahkan sawit masuk. Ini perambahan dari perorangan. Total perambahan mencapai 30 persen (dari luasan HLG Sungai Bram Itam),” ujar Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rudi Syaf pada Selasa 15 Maret 2022.
“Kerusakan Hutan Lindung Gambut paling parah berada di HLG Londerang. Tahun 2019 bisa dibilang terjadi kebakaran hutan parah mencapai 80 persen. Dampak kebakaran ini cukup berat, sehingga sampai hari ini belum ada yang tumbuh. Perkembangannya, mulai ada perambahan dengan penanaman tanaman sawit. Namun jumlahnya masih kecil, karena tingkat keasamannya tinggi akibat kebakaran hutan yang parah. Sebelum kebakaran hutan ini, perambahan hutannya lebih tinggi dari HLG Sungai Bram Itam. Diperkirakan mencapai 40 persen,” ucap Rudi.
Sementara itu, di HLG Sungai Buluh, Tanjungjabung Timur menurut Rudi cukup berhasil dan terbilang lebih terselamatkan dengan kehadiran hutan desa. Pada 26 Desember 2018, dokumen legalitas pengelolaan Hutan Desa (HPHD) seluas 1.185 hektare diserahkan Presiden Joko Widodo melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Pematang Rahim.
“Di dalam hutan lindung itu diberikan izin hutan desa. Di sana, sawit ada tetapi relatif kecil. Paling kuat 10 hektarelah,” tutur Rudi.
Di sana sempat dibuka masyarakat untuk menanam kelapa dan pinang. Namun, sejak diberikan hutan desa, mulailah ditanami tanaman campuran. “Jadi yang awalnya kelapa, di antaranya diisi jelutung rawa. Begitu pun tanaman sawit dan pinang, di antaranya disisipi jelutung rawa. Tanaman utama yang cocok untuk lahan gambut itu ialah jelutung rawa,” katanya.
Selain jelutung rawa, diperkaya juga dengan tanaman lada yang memiliki tipikal tanaman merambat. Tanaman lada ini ditanami di bawah pinang atau tanaman jelutung rawa yang sudah berumur 3 tahun.
Di antara ketiga HLG, lahan gambut yang terdalam berada di HLG Londerang yang mencapai kedalaman 20 meter.
“Dari semua HLG itu, relatif semuanya dalam. Rata-rata di atas 3 meter kedalamannya,” kata Rudi menambahkan.
Di HLG Londerang agak terbantu dengan adanya pemantauan secara digital oleh Polisi Kehutanan (Polhut). Di sana dipasang kamera digital untuk memantau.
“Upaya-upaya pembukaan lahan dan perambahan itu menjadi terpantau dan terkondisikan dengan adanya pemantauan digital tersebut,” kata Rudi.
Ia menambahkan, di HLG Londerang pun ada juga pengelolaan hutan desa oleh masyarakat. Namun kondisinya sudah sangat berat. “Hutan desa di sana bisa dibilang terbakar 100 persen, tahun 2019 itu,” ucapnya.
Mengenai perambahan hutan, di HLG Londerang Rudi menyebut sudah tidak ada lagi. Namun di HLG Sungai Buluh masih ada illegal logging skala kecil. “Jadi kayu itu keluar sudah dalam bentuk jadi, sehingga agak repot untuk mengetahuinya,” tuturnya.
Solusi Lahan Gambut dan Hutan Lindung Gambut
Adanya kawasan Hutan Lindung Gambut karena area tersebut merupakan lahan gambut dalam. “Karena dia gambut dalam, maka dilindungi. Kita tahu, gambut dalam ini tidak bisa dikelola oleh manusia. Kalau misalnya ditanami sawit, sawitnya pasti miring, tumbuhnya batangnya miring karena akarnya tidak ketemu dengan tanah mineral. Yang bisa itu tanaman-tanaman yang memang tumbuh di gambut, seperti jelutung rawa. Karena memang dia hidup di air, sistem akarnya beda,” kata Rudi.
Jadi, menurut KKI Warsi, Hutan Lindung Gambut harus terus dipertahankan sebagai hutan. Namun wacana akhir-akhir ini, hutan tersebut tidak ada yang mengelola.
“Secara perundang-undangan kawasan HLG berada di bawah KLHK untuk mengelolanya bersama dengan pemerintah daerah, dalam hal ini adalah Polisi Kehutanan (Polhut). Ketika kebakaran hebat 2019 muncul wacana agar HLG bisa dikelola, Warsi setuju dengan adanya pengelolaan ini. Tapi, kami tidak setuju jika HLG dikelola sebagai HTI,” katanya.
Lahan gambut dalam akan semakin hancur jika dikelola dengan skema Hutan Tanaman Industri (HTI). Karena menurutnya, pasti akan melalui proses pengeringan. Gambut akan terus tergerus menjadi tipis. Hingga pada akhirnya lahan gambut akan berubah menjadi danau. Jika ini terjadi, maka lahan ini tak akan pernah bisa difungsikan lagi.
Sementara itu, Direktur Walhi Jambi, Abdullah menyebut kawasan lahan gambut secara umum, selain fungsinya yang belum pulih, masih belum tampak juga restorasi gambut yang berhasil. “Baik itu yang di konsesi/izin perusahaan, atau di zona budi daya,” ujar Abdul.
Walhi menilai, perlu rekonstruksi ulang perizinan di wilayah gambut. “Apalagi yang berada di zona lindung/kubah gambut, pengurangan izin perusahaan HTI dan perkebunan sawit untuk restorasi gambut. Serta penegakan hukum terhadap perusahaan yang konsesinya terbakar dan tidak ada sarana dan prasarana pencegahan kebakaran hutan dan lahan,” kata Abdul.
Reporter: Febri Firsandi

KOMPOS adalah salah satu solusi terbaik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Dengan memanfaatkan sisa bumbu dapur, kita tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga menyediakan nutrisi yang dibutuhkan tanah. Artikel ini akan membahas cara membuat kompos dari sisa bumbu dapur dan manfaatnya bagi kesuburan tanah.
Apa itu Kompos?
Kompos adalah bahan organik yang dihasilkan dari penguraian sisa makanan, daun, dan limbah organik lainnya. Proses penguraian ini melibatkan mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, yang mengubah bahan organik menjadi humus. Humus adalah komponen penting dari tanah yang meningkatkan kesuburan dan struktur tanah.
Manfaat Kompos dari Sisa Bumbu Dapur
Batang rempah dapur, seperti kulit bawang, seledri, dan daun kemangi, kaya akan nutrisi. Ketika diolah menjadi kompos, sisa-sisa ini dapat memberikan manfaat berikut:
- Meningkatkan Kesuburan Tanah: Kompos mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium, yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
- Meningkatkan Struktur Tanah: Kompos membantu meningkatkan tekstur tanah, membuatnya lebih gembur dan berudara.
- Mengurangi Sampah: Dengan mengompos sisa bumbu dapur, kita dapat mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir.
Cara Membuat Kompos dari Sisa Dapur
Membuat kompos dari sisa bumbu dapur cukup mudah. Berikut langkah-langkah yang bisa Anda ikuti:
Pengumpulan Bahan: Kumpulkan sisa bumbu dapur seperti kulit bawang, batang seledri, dan daun kering. Pastikan bahan yang digunakan tidak mengandung bahan kimia berbahaya.
Mencincang: Cincang bahan-bahan menjadi potongan kecil untuk mempercepat proses dekomposisi.
Pembuatan Tumpukan Kompos: Buat tumpukan kompos di lokasi yang teduh. Selang-seling bahan organik antara bahan hijau (sisa sayuran) dan bahan cokelat (daun kering, kertas).
Penyiraman: Siram tumpukan kompos secara teratur untuk menjaga kelembapan. Pastikan tumpukan tidak terlalu basah atau kering.
Mengaduk: Aduk tumpukan kompos setiap beberapa minggu untuk mempercepat proses dekomposisi dan memastikan sirkulasi udara yang baik.
Pematangan: Setelah beberapa bulan, kompos akan matang dan siap digunakan. Ciri-ciri kompos yang matang adalah warnanya yang gelap dan baunya yang menyenangkan.
Menggunakan Kompos untuk Kesuburan Tanah
Setelah kompos matang, Anda bisa menggunakannya untuk meningkatkan kesuburan tanah di kebun atau pot tanaman Anda. Berikut beberapa cara untuk menggunakannya:
- Campuran Tanah: Campurkan kompos dengan tanah saat menanam tanaman baru untuk memberikan nutrisi tambahan.
- Mulsa: Sebarkan kompos di permukaan tanah sebagai mulsa untuk mempertahankan kelembapan dan mengurangi pertumbuhan gulma.
- Pupuk Tambahan: Gunakan kompos sebagai pupuk tambahan saat tanaman mulai tumbuh untuk mendukung pertumbuhannya.
Tips Sukses Membuat Kompos
Untuk memastikan proses pengomposan dari sisa bumbu dapur berjalan lancar, berikut beberapa tips yang bisa Anda ikuti:
Variasi Material: Gunakan berbagai jenis sisa bumbu dan limbah organik untuk meningkatkan kandungan nutrisi kompos. Campurkan sisa sayuran, buah, dan daun kering.
Perhatikan Rasio Hijau ke Coklat: Idealnya, gunakan perbandingan 2:1 antara bahan hijau (sisa sayuran) dan bahan coklat (daun kering) untuk mencapai keseimbangan yang baik dalam kompos.
Bahan Berbahaya: Jangan memasukkan bahan-bahan seperti daging, produk susu, atau hindari limbah yang mengandung pestisida, karena bahan-bahan ini dapat menarik hama dan menyebabkan bau yang tidak sedap.
Pantau Suhu: Suhu tumpukan kompos dapat memberikan indikasi proses dekomposisi. Suhu ideal berkisar antara 55-65 derajat Celcius. Jika suhu terlalu rendah, aduk tumpukan untuk meningkatkan aerasi.
Manfaat Lingkungan dari Kompos
Selain manfaat langsung bagi kesuburan tanah, membuat kompos dari sisa bumbu dapur juga berdampak positif bagi lingkungan di sekitar rumah :
Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca: Dengan mengurangi jumlah limbah organik yang dikirim ke tempat pembuangan akhir, kita dapat menurunkan emisi metana yang dihasilkan dari dekomposisi anaerobik.
Mendukung Keanekaragaman Hayati: Menggunakan kompos dapat meningkatkan kesehatan tanah, yang pada gilirannya mendukung keanekaragaman hayati dalam ekosistem kebun.
Menghemat Sumber Daya: Dengan memanfaatkan sisa bumbu dapur, kita mengurangi kebutuhan pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan.
Komunitas dan Pendidikan tentang Komposting
Mendorong pengomposan di tingkat komunitas dapat memberikan banyak manfaat. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:
- Lokakarya dan Pelatihan: Mengadakan lokakarya tentang cara membuat kompos dari sisa dapur untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah organik.
- Program Sekolah: Mengintegrasikan pendidikan kompos ke dalam kurikulum sekolah untuk mengajarkan anak-anak tentang keberlanjutan dan pertanian organik.
- Kolaborasi dengan Masyarakat: Bermitra dengan kelompok lingkungan untuk mempromosikan pengomposan dan berbagi sumber daya.
Membuat kompos dari sisa bumbu dapur adalah langkah kecil yang dapat berdampak besar pada kesuburan tanah dan lingkungan. Dengan memanfaatkan limbah organik, kita tidak hanya meningkatkan kualitas tanah tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Mari kita mulai mengolah sisa bumbu dapur kita menjadi kompos yang berguna dan bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan subur.
*Penulis merupakan mahasiswa aktif Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
LINGKUNGAN
Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang Tanam 80 Pohon di Puncak Gagoan, Wujudkan Pembelajaran Ekologi dan Sinergi dengan Masyarakat

DETAIL.ID, Solok – Sebanyak 80 santri dari Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang yang tergabung dalam Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) melakukan penanaman pohon secara massal di Kawasan Puncak Gagoan, Kecamatan Solok, Sumatera Barat pada Minggu, 17/ Agustus 2025.
Kegiatan ini dihadiri oleh Dewan Penghela (DP) dan Dewan Kerabat (DK) HW, Badan Pembina Pesantren, serta Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar, sebagai bagian dari peringatan Hari Kemerdekaan RI dan implementasi kurikulum ekologi pesantren.
Sebanyak 80 pohon, terdiri dari durian dan pinang, diserahkan secara simbolis oleh perwakilan pesantren kepada Wali Jorong Baru, Koto Baru Tambak, Muhammad Hanafi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi santri tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam sekaligus menguatkan kontribusi nyata lembaga pendidikan dalam isu lingkungan, sebelum ditanam di lahan yang rawan erosi tersebut.
“Ini adalah bentuk link and match antara teori ekologi dalam kurikulum pesantren dengan aksi di lapangan. Pohon durian dan pinang dipilih karena nilai ekologis dan ekonomisnya untuk masyarakat,” ujar Mudir Pesantren Kauman, Dr. Derliana, M.A.
Wali Jorong Baru, Muhammad Hanafi, menyambut positif inisiatif ini, ia mengungkapkan, “Kami sangat berterima kasih kepada Pesantren Kauman Muhammadiyah dan para santri. Penanaman pohon ini tidak hanya mencegah longsor, tetapi juga bisa menjadi sumber penghidupan warga kedepannya. Semoga kerja sama seperti ini bisa berlanjut dengan program lainnya, seperti edukasi pengolahan hasil hutan.”
Hanafi juga berharap kegiatan ini memotivasi pemuda setempat untuk turut aktif menjaga lingkungan.
Dr. Bakhtiar, Ketua PWM Sumbar dalam sambutannya menekankan bahwa kegiatan ini sejalan dengan visi Muhammadiyah untuk pembangunan berkelanjutan.
“Pesantren tidak hanya mencetak ahli agama, tetapi juga generasi yang peka terhadap lingkungan,” katanya.
Kegiatan penanaman 80 pohon di Puncak Gagoan ini tidak hanya menjadi bentuk kepedulian terhadap lingkungan, tetapi juga menjadi bukti nyata komitmen Pesantren Kauman Muhammadiyah Padang Panjang dalam mengintegrasikan pembelajaran ekologi ke dalam kurikulum pendidikan. Kolaborasi dengan Badan Pembinaan Pendidikan (BPP) dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat semakin memperkuat dampak positif dari aksi ini.
Reporter: Diona
LINGKUNGAN
Optimalisasi Lahan Pekarangan Melalui Penanaman Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
Oleh: Ayesa Windyana*

LAHAN pekarangan sering dianggap sebagai sumber daya yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Namun, dengan pendekatan yang tepat, lahan ini dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Tanaman obat keluarga adalah tanaman yang memiliki khasiat kesehatan dan dapat digunakan di lingkungan rumah tangga.
Dalam artikel ini, kita akan membahas pentingnya mengoptimalkan lahan pekarangan melalui analisis TOGA, manfaatnya, dan metode penerapannya.
Manfaat Tanaman Obat Keluarga Kesehatan
TOGA menawarkan alternatif pengobatan yang menyenangkan dan aman. Ada banyak obat herbal yang mampu mengobati berbagai penyakit ringan hingga sedang, seperti jahe untuk mengobati flu dan kunyit untuk mengobati peradangan.
- Ekonomi: Dengan mengikuti TOGA, kelompok dapat mengurangi biaya pembelian obat-obatan. Selain itu, jika hasil panen kurang baik, dapat dijual untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
- Lingkungan: Penanaman TOGA membantu lingkungan. Tanaman ini berpotensi meningkatkan kualitas udara, mengurangi polusi, dan mendukung keseimbangan ekosistem.
- Edukasi: Mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan merupakan manfaat lain dari TOGA. Mereka dapat mempelajari cara memanfaatkan tanaman dan memahami manfaatnya.
Jenis-Jenis Tanaman Obat Keluarga
Beberapa jenis tanaman obat keluarga yang banyak digunakan dan mudah dipahami di pekarangan antara lain:
- Jahe: Digunakan untuk meredakan gejala flu dan masalah pencernaan.
Misalnya, memiliki sifat anti-inflamasi dan dapat membantu meningkatkan sistem keseimbangan tubuh. - Daun Mint: Obat yang bermanfaat untuk sakit kepala dan masalah pencernaan.
- Lidah Buaya: Mengandung khasiat untuk perawatan kulit dan dapat digunakan sebagai obat luka.
Cara Mengoptimalkan Lahan Pekarangan
Berikut ada beberapa cara untuk mengoptimalkan lahan pekarangan, yaitu:
- Perencanaan: Area yang akan digunakan untuk mewakili TOGA. Area tersebut memiliki langit yang cerah dan akses udara yang baik.
- Pemilihan Tanaman: Pilih jenis tanaman berdasarkan kebutuhan kelompok dan kondisi tubuh. Faktor cuaca dan iklim setempat juga dipertimbangkan. Gunakan teknik penanaman yang efisien, seperti hidroponik atau vertikultur, untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya. Ini sangat membantu jika lahan yang tersedia tidak terlalu bagus.
- Perawatan: Rutin melakukan perawatan seperti hama pengendalian, pemupukan, dan penyiraman. Tanaman pastikan menyediakan nutrisi yang ideal untuk pertumbuhan yang sehat.
- Pemanenan: Setelah tanaman selesai, berhentilah khawatir agar tidak mempengaruhi tanaman lainnya. Manfaatkan hasil panen untuk kebutuhan sehari-hari atau untuk dijual.
Tantangan Saat Penanaman TOGA
Meskipun memiliki banyak manfaat, penanaman TOGA juga memiliki beberapa kekurangan, seperti:
- Keterbatasan Pengetahuan: Banyak orang yang belum memahami cara memahami dan menggunakan TOGA dengan benar.
- Ketersediaan Lahan: Di daerah pedesaan, lahan pekarangan seringkali sangat miskin. Tanaman obat juga rentan terhadap serangan hama dan penyakit, yang dapat menurunkan hasil panen.
Saran untuk Memulai Penanaman TOGA
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memulai tanaman obat keluarga penanaman di pekarangan:
- Membuat Rencana Tanam: Terdapat penjelasan rinci lokasi untuk setiap jenis tanaman. Penempatan tanaman berdasarkan kebutuhan ruang tumbuh dan sinar matahari.
- Menyediakan Tanam Media : Gunakan pinggiran tanah dan kaya nutrisi. Untuk meningkatkan kesuburan tanah, campurkan kompos atau pupuk organik. Saat menggunakan panci, pastikan panci memiliki pelumas yang dapat mengalirkan air dengan baik.
- Mengidentifikasi Tanam Waktu: Ada jangka waktu yang cocok untuk menanam berdasarkan musim dan jenis tanaman. Beberapa tanaman lebih cocok untuk museum hujan, sementara tanaman lainnya lebih cocok untuk museum kemarau.
- Menggunakan Bibit atau Benih: Benih atau bibit bisa didapatkan dari sumber yang terpercaya. Pastikan bibit yang dirasa sehat dan bebas penyakit.
- Menerapkan Teknik Penyiraman yang Tepat: Penyiraman teratur, tetapi hindari menampung udara. Tanaman obat umumnya membutuhkan tingkat kelembapan yang tinggi, namun tidak berlebihan.
Memanfaatkan Hasil Panen
Setelah berhasil menyelesaikan TOGA, penting untuk memanfaatkan hasil penelitian dengan baik.
- Penggunaan Harian : Menggunakan obat herbal atau tanaman obat sebagai obat untuk meningkatkan kesehatan kelompok.
- Pengolahan: Beberapa tanaman dapat dibuat menjadi produk seperti teh herbal, salep, atau ekstrak yang dapat digunakan secara panjang.
- Pemasaran: Jika hasil panennya buruk, cobalah menjualnya di pasar lokal atau ke tetangga untuk mendapatkan harga yang bagus.
Penyuluhan dan Edukasi
Pentingnya edukasi dalam penelitian TOGA tidak dapat dilebih-lebihkan. Berikut beberapa cara untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang TOGA:
- Lokakarya dan Instruksi: Ikuti lokakarya tentang penanaman dan perawatan tanaman obat keluarga.
- Terhubung dengan Komunitas: Bergabunglah dengan grup atau pecinta tanaman untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan.
- Sumber Daya Online: Gunakan sumber daya online seperti video tutorial dan artikel untuk mempelajari informasi lebih mendalam tentang TOGA.
Optimalisasi pekarangan melalui keluarga tanaman obat merupakan solusi yang tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tetapi juga ekonomi dan lingkungan. Setiap kelompok dapat menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mendukung TOGA dengan langkah-langkah yang tepat.
Melalui pengetahuan dan praktik yang baik, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan seimbang. Kita sedang memulai perjalanan ini dan akan mendapatkan manfaat besar dari tanaman obat keluarga dalam perjalanan kita. Salah satu cara yang pasti dan bermanfaat adalah dengan mengoptimalkan lahan pekarangan melalui tanaman obat keluarga. Keluarga dapat meningkatkan kesehatan, mengurangi pengeluaran, dan berkontribusi terhadap lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
Pengetahuan dan keterampilan memang diperlukan untuk mengatasi kendala yang ada, namun dengan dedikasi dan usaha maka manfaatnya akan sangat besar. Kami mulai menggunakan TOGA dalam kehidupan sehari-hari dan melihat manfaatnya bagi kesehatan dan kesejahteraan kami sebagai sebuah kelompok.
*Penulis merupakan mahasiswa aktif Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi