PERKARA
Pelaku Pembunuhan Sianida Jalani Sidang Perdana, Didakwa Pasal 340 dan/atau Pasal 338 KUHP

DETAIL.ID, Jambi – Kasus pembunuhan berencana dengan racun sianida memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Selasa, 22 September 2025. Terdakwa Anggi Febri Yandi, duduk di kursi pesakitan dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Dalam perkara Nomor 423/Pid.B/2025/PN Jmb, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan Anggi sengaja meracuni pasangannya Robi Hidayat. Motifnya, sakit hati setelah korban memaki terdakwa saat berhubungan badan.
“Anggi membeli kalium sianida melalui toko daring, kemudian mencampurkannya ke dalam minuman yang diberikan kepada korban di kamar kos,” ujar JPU membacakan dakwaan.
Racun itu membuat Robi kejang hebat. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong. Peristiwa terjadi di kamar kos di Jalan Prof M Yamin, Kelurahan Payo Lebar, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi. Robi diketahui berasal dari Kecamatan Reteh, Riau.
Atas perbuatannya, Anggi didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan/atau Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup
Humas PN Jambi Suwarjo, menyampaikan bahwa terdakwa tidak mengajukan eksepsi.
“Sidang berikutnya dijadwalkan Selasa, 30 September 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi,” ujarnya.
Sejumlah saksi bakal dihadirkan oleh Penuntut Umum pada agenda pemeriksaan saksi mendatang.
Reporter: Juan Ambarita

PERKARA
Zumi Zola Jadi Saksi Terdakwa Suliyanti, Selanjutnya Giliran Para Rekanan

DETAIL.ID, Jambi – Mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola kembali dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara suap RAPBD 2017. Kali ini Zumi Zola menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jambi untuk terdakwa Suliyanti pada Selasa, 23 September 2025.
Selain Zumi Zola, mantan Kadis PU Provinsi Jambi Dodi Irawan, mantan Kabid Bina Marga Budi Nurahman, serta 2 orang dekat Apif Firmansyah yakni Sendi dan Basri turut hadir sebagai saksi di persidangan.
Di persidangan Zumi Zola mengakui soal adanya permintaan uang ketok palu dari unsur pimpinan DPRD Provinsi Jambi untuk pengesahan RAPBD 2017.
“Saya harus ambil keputusan berat, karena kalau tidak (disahkan) yang dirugikan masyarakat Jambi. Saya memang salah waktu itu,” kata Zumi Zola.
Sementara itu mantan Kadis PU, Dodi Irawan juga merespons pertanyaan JPU bahwa saat itu unsur pimpinan Dewan yakni Cornelis Buston meminta paket pekerjaan senilai Rp 50 miliar. Selain itu, dalam sesi rapat banggar juga terdapat pemintaan dari Komisi III sebesar Rp 175 juta per orang.
“Saya bilang saya enggak bisa mutuskan. Saya lapor ke gubernur dulu,” ujar Dodi.
Atas permintaan-permintaan Dewan tersebut, Zola lewat orang kepercayaannya saat itu yakni Apif Firmansyah lantas menghimpun dana dari sejumlah rekanan atau kontraktor di Provinsi Jambi. Duit-duit yang terkumpul kemudian didistribusikan oleh Kusnindar kepada para anggota DPRD saat itu, di luar unsur pimpinan.
Namun dalam perjalanannya, duit yang terkumpul rupanya masih kurang untuk menyuap para anggota dewan saat itu. Hal ini diakui oleh Zola, bahwa dirinya pernah ditemui oleh Kusnindar yang melaporkan soal duit suap yang masih kurang.
“Saya tahunya ketika Kusnindar ngadap, nyampaikan ke saya bahwa permintaan uang ketok palu sudah terpenuhi tetapi ada yang kurang. Tidak disebutkan jumlah dan nama-nama orangnya,” ujarnya.
Di luar persidangan, Zumi Zola ketika dikonfirmasi lebih lanjut mengaku pada pada intinya ia tetap sesuai pernyataan dalam BAP. Namun lantaran perisitwa tersebut sudah cukup lama berlalu, soal jumlah anggota dewan dan uang permintaan ketok palu kepadanya. Ia mengaku tidak menerima daftar nama ataupun jumlah kekurangan seperti yang disampaikan Kusnindar.
“Tidak ada jumlah anggotanya, tidak disebut. Hanya minta uang untuk pengesahan. Ini kan dari 2017 ya, udah lama sekali,” ujarnya.
Mantan Gubernur Jambi tersebut, mengakui kesalahannya saat itu. Namun menurutnya, kala itu ia dihadapkan pada persoalan pelik. Alasannya jika DPRD tidak mengesahkan RAPBD, maka tidak akan tersedia anggaran untuk pembangunan Provinsi Jambi.
Kata Zola, saya tidak membenarkan itu. Tapi, (pilihan) itu harus saya ambil. Karena jika tidak maka masyarakat Jambi yang rugi.
Sementara itu Jaksa KPK, Hidayat mengungkap bahwa agenda pemeriksaan saksi masih akan berlanjut pada sidang selanjutnya. Pemeriksaan saksi bakal menyasar sejumlah rekanan sebagai donatur suap ketok palu RAPBD 2017.
“Masih ada beberapa pihak yang belum kami periksa baik dari rekanan ataupun dari pihak Apif. Beberapa rekanan akan kita panggil, waktu pastinya kita akan sesuaikan,” ujar Hidayat.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Digugat Masyarakat Rp 1 Miliar Lebih, Pihak Tergugat Kapolres Sarolangun dan Turut Tergugat Kapolda Jambi Absen di Sidang Pertama

DETAIL.ID, Jambi – Tergugat perkara perdata perbuatan melawan hukum, yakni Kapolres Sarolangun dan turut tergugat Kapolda Jambi absen dalam sidang pertama di PN Jambi pada Senin, 22 September 2025.
Gugatan yang teregister dengan nomor perkara 155/Pdt.G/2025/PN Jmb tersebut, penggugat Chandra Irawan, memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.
“Menyatakan tindakan tergugat atas penangkapan dan penerbitan surat wajib lapor Nomor: SWLD/72/VIII/2025/Reskrim tanggal 12 Agustus 2025 serta meminta uang kepada penggugat sebesar Rp 3 juta tanpa adanya prosedur penyilidikan maupun penyidikan adalah bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan dinyatakan perbuatan melawan hukum,” sebagaimana dikutip dari petitum penggugat pada laman SIPP PN Jambi.
Selain itu penggugat juga memohon agar majelis hakim menghukum tergugat dan turut tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materil dan imateril oleh karena tindakan pihak tergugat sebesar Rp 1.003.000.000 (satu milliar tiga juta rupiah).
Namun lantaran lantaran pihak tergugat dan turut tergugat mangkir dari persidangan. Sidang pembacaan gugatan belum dilaksanakan. Majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Deni Firdaus pun menunda sidang hingga 2 pekan ke depan.
“Kapolres Sarolangun sebagai tergugat dan Kapolda Jambi sebagai turut tergugat belum hadir. Maka kita panggil lagi ya,” ujar Deni Firdaus pada Senin, 22 September 2025.
Adapun gugatan Chandra Irawan, berawal ketika 3 bulan lalu ia diminta oleh seorang temannya mengantarkan sepeda motor ke satu tempat. Namun dalam perjalan, pemilik motor melihat Chandra, dan mengambil sepeda motor tersebut. Setelah itu, Chandra menyerahkan sepeda motor, dan kembali pulang tanpa ada rasa curiga.
Selanjutnya pada 12 Agustus lalu, ketika ia sedang mandi di rumahnya. Ia ditangkap oleh 6 oknum anggota Polres Sarolangun. Dengan hanya menggunakan handuk ia ditangkap dan dibawa ke Polsek Pauh oleh 6 anggota polisi tersebut.
Penasihat Hukumnya, Ibnu Kholdun bilang bahwa kliennya ditangkap polisi tanpa adanya surat penangkapan dan tanpa adanya pemeriksaan sebagai saksi. Hingga ujungnya dia dibawa ke Polres Sarolangun, lalu dimintai uang sejumlah Rp 3 juta agar dilepas atau istilahnya wajib lapor.
“Ini sudah pemerasan, karena saat dibawa ke Polres dia (Chandra) diminta uang Rp 3 juta oleh polisi, agar dilepas (wajib lapor),” kata Ibnu.
Sementara itu Kapolres Sarolangun AKBP Wendy saat dikonfirmasi wartawan lewat WhatsApp mengklaim bahwa tidak ada permintaan uang oleh anggotanya kepada Chandra.
“Jadi pamannya (saat itu) inisiatif, bukan memberi uang, dia beli nasi untuk anggota. Beli rokoknya. Jadi tanpa diminta, yang digarisbawahi itu, tanpa diminta,” ujar AKBP Wendy.
Dengan segala klaim dari kedua pihak, sidang selanjutnya masih bakal berlanjut di PN Jambi, sidang selanjutnya bakal digelar pada 13 Oktober 2025 mendatang.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Tiga Terdakwa Korupsi Pupuk Subsidi Bungo Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan, Jaksa dan Para Terdakwa Pikir-Pikir

DETAIL.ID, Jambi – Tiga terdakwa korupsi pupuk subsidi di Kabupaten Bungo TA 2022 yakni Sri Sumarsih selaku pengecer pada CV Abipraya dan 2 orang koordinator penyuluh pertanian atau tim verval pupuk subsidi Kec Batin II Babeko yakni, M Subhan dan Sujadmojo dijatuhi vonis berbeda oleh majelis hakim PN Tipikor Jambi, Selasa, 22 September 2025.
Berdasarkan berbagai fakta hukum yang diperoleh sepanjang persidangan, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara menilai bahwa para terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Perbuatan ke-3 terdakwa pun dinilai bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal meringankan, para terdakwa disebut menyesali perbuatannya, bersifat sopan di persidangan, dan untuk terdakwa Sri Sumarsih masih mempunyai anak berusia balita.
Majelis hakim membebaskan para terdakwa dari dakwaan primair penuntut umum, namun ke-3 terdakwa dijerat dengan dakwaan subsidair penuntut umum yakni Pasal 3 junto Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001, junto Pasal 55 KUHP.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sri Sumarsih dengan pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan. Subsider denda Rp 100 juta subsider 1 bulan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sujadmoko, dengan penjara 2 tahun dan pidana denda 100 juta subsidair 1 bulan. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa M Subhan dengan pidana selama 1 tahun dan 6 bulan, dengan pidana denda Rp 100 juta subsider 1 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Anisa Bridgestirana, membacakan putusan.
Selain itu, majelis hakim juga membebankan pidana uang pengganti kepada terdakwa Sri Sumarsih sejumlah Rp 336 juta. Dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayarkan paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita dan dilelang oleh penuntut umum. Dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Atas putusan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum Kejari Bungo, Silfanus Rotua Simanullang menyatakan bakal pikir-pikir dahulu. Sikap yang sama juga disampaikan oleh ke-3 terdakwa usai berkonsultasi dengan para penasehat hukumnya.
Adapun vonis hakim jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa, sebelumnya JPU menuntut kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sri Sumarsih dengan pidana penjara selama 8 tahun. Kemudian menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 300.000.000 dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan
Tak hanya itu, Sri Sumarsih juga dituntut membayar utang pengganti kerugian negara sebesar Rp 3.868.902.528 subsidair 4 tahun penjara. Sementara untuk terdakwa Sujatmoko dituntut dengan pidana penjara selama 5 tahun, dan M Subhan dengan pidana penjara selama 4 tahun, dengan denda masing-masing Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara.
Reporter: Juan Ambarita