Connect with us

TEMUAN

Pekerjaan Jalan Produksi di Selat Berubah Fungsi, Berikut Temuannya!

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Batanghari – Apa jadinya jika sebuah proyek justru berubah fungsinya di tengah jalan? Barangkali proyek ini salah satunya. Sebuah proyek bernama pekerjaan jalan produksi di Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Batanghari Tahun Anggaran 2017.

Ia sebenarnya berada di tiga lokasi. Salah satu lokasi yang menjadi sorotan berada di Desa Selat, Kecamatan Pemayung. Jalan produksi ini merupakan target utama Dinas Perkebunan Kabupaten Batanghari sarana untuk pengangkutan hasil perkebunan dan sebagainya bagi masyarakat setempat.

Namun kenyataannya jalan produksi itu berujung pada kebun milik seseorang. Proyek itu berujung pada ujung jalan: buntu! Fungsi sesungguhnya mengarah pada milik orang tertentu jelas tidak maksimal. Dengan kata lain layanan umum untuk perkebunan rakyat tak tercapai.

Belum lagi kualitas pekerjaannya di lapangan ada kesan tidak sesuai standar pekerjaan untuk jalan produksi. “Jalan produksi secara teknis adalah pembukaan jalan, pembentukan badan jalan kemudian disertai dengan pemadatan lalu perkerasan (graveling/pengkrikilan),” kata Ketua Sahabat PUPR Provinsi Jambi (SAPRIN) Dasril Dusky kepada detail, pada Sabtu (23/12/2017) di Selat.

Namun dalam tinjauannya di lokasi dia tidak menemukan fakta yang demikian. “Saya tengarai pekerjaan pembentukan jalan itu di lapangan telah gagal. Selain itu, profile memanjang dan melintang buruk sekali artinya, tidak dibentuknya kemiringan jalan yang berfungsi untuk pembuangan air kiri dan kanan jalan.

Kondisinya secara umum GEMBUR serta perkerasan yang ada saat ini tidak lebih dari 10 persen dari yang seharusnya dihamparkan,” ujarnya.

Lalu, kata Dasril, jenis batu yang dihamparkan merupakan batu bulat Sarolangun tepatnya batu dari Desa Lubuk Sepuh. “Batu bulat ini tidak pernah disarankan sebagai pondasi atau perkerasan dalam membangun konstruksi jalan karena, tidak akan tercapai standar kestabilan. Selain itu, kekuatan batu ini pun rapuh dan mudah pecah. Secara umum pembangunan jalan produksi ini mulai dari pembukaan hingga penyelesaiannya dikerjakan asal jadi,” Dasril menjelaskan secara rinci.

Kemudian, tambah Dasril, ada kejanggalan lain yakni pada perlintasan air yang menyeberangi jalan dengan memasang pipa paralon 5 inci yang seharusnya menggunakan gorong-gorong sebagai saluran air.

“Gorong-gorong tipe begini tidak pernah dilakukan dalam pembangunan jalan, lebih baik tidak perlu dipasang karena bila dilewati dengan kendaraan paralon itu akan mudah pecah. Artinya sia-sia saja pekerjaan itu,” katanya.

Ditambahkannya, jalan yang dilaksanakan diperkirakan dengan panjang berkisar 970 meter tersebut agak berbeda karena ujung jalannya berakhir pada kebun sawit salah seorang warga. “Kalau namanya jalan produksi pada umumnya adalah merupakan jalan yang memiliki layanan umum terhadap angkutan produksi pertanian, perkebunan dan sebagainya, tapi kelihatannya yang ini tidak demikian,” ujar Dasril.

Dasril menuturkan, akibatnya pemanfaatan jalan itu tidak dapat dirasakan pengguna jalan sebagai jalur angkutan hasil produksi pertanian dan perkebunan karena hanya digunakan hanya sekelompok masyarakat. “Bahkan muaranya hanya digunakan untuk akses jalur pengangkut hasil perkebunan untuk salah seorang warga saja. Hal ini kan sebaiknya tidak terjadi,” kata Dasril.

Pekerjaan yang dilaksanakan oleh CV. Frento tersebut ada di beberapa titik, namun yang menjadi perhatian Dasril di Desa Selat karena jalan produksinya di lapangan tidak produktif.

“Aneh saja kalau jalan produksi hanya berujung pada kebun sawit seseorang yang pembangunannya banyak mengorbankan kebun dan pohon sawit serta pohon karet warga sekitar,” demikian kata Dasril. (DE 01)

TEMUAN

Ditempatkan Sejak 12 Tahun Lalu, Transmigran Tanabang Ini Kini Hanya Dihuni 14 Kepala Keluarga

DETAIL.ID

Published

on

Rumah transmigrasi Tanabang SP2 kosong yang ditinggalkan. (DETAIL/Suhanda)

DETAIL.ID, Indralaya – Di sejumlah daerah, lokasi transmigrasi selalu menjadi idola, namun berbeda dengan lokasi transmigrasi yang satu ini. Setiap tahun jumlah transmigran yang tinggal justru berkurang. Ironisnya hingga kini hanya tersisa 14 Kepala Keluarga (KK).

Lokasinya berada di Desa Tanabang, Kecamatan Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Orang menyebutkan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Tanabang SP 2. Lokasi tersebut dihuni 2 tahap, tahun pertama pada tahun 2013 dan tahun kedua pada tahun 2016.

Salah satu warga UPT UPT Tanabang SP, Aqumuddin mengatakan dirinya berada di lokasi transmigrasi itu sejak tahun 2013. Ia datang bersama 100 KK dari warga asal Jawa Tengah, Indramayu, Jogja, DKI Jakarta dan warga asal pribumi Ogan Ilir.

Lalu pada tahap kedua pada tahun 2016 sebanyak 50 KK, sehingga total 150 KK. Namun ironisnya dari 150 KK itu kini hanya tersisa 14 KK.

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Gerbang UPT Tanabang SP2, Kabupaten Ogan Ilir. (DETAIL/Suhanda)

Apa penyebabnya? “Tiap tahun jumlah warga berkurang, banyak warga yang meninggalkan lokasi karena pengaruh ekonomi. Bahkan pada tahap pertama, 100 rumah transmigrasi tidak ada sumur dan WC,” kata Aqumuddin belum lama ini.

Padahal, setiap KK mendapat total lahan 2 hektare. Masing-masing terdiri dari seperempat hektare lahan pekarangan dan rumah, lahan usaha I seluas 75 m X 100 m, lahan usaha II seluas 100 m X 100 m (1 hektare).

Tidak itu saja, selama 18 bulan warga mendapat beras, tergantung jumlah jiwa. Untuk orang dewasa/orang tua 7 kg beras, anak-anak 5 kg, minyak tanah/lampu 5 liter, ikan asin 5 kg, kecap manis 3 botol, kecap asin 2 botol, garam 5 bungkus (2,5 kg), gula pasir 3 kg, minyak sayur/makan 3 kg, kacang ijo 3 kg, per bulan.

Namun masalah ini belum terjawab sama sekali. Kepala Bidang Pengembangan Kawasan Transmigrasi Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Awang dan Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Ogan Ilir, Erwin Marsani kompak enggan berkomentar.

“Saya belum bisa memberikan penjelasan. Akan kami pelajari dan laporkan ke Kepala Dinas Transmigrasi, mengingat Kepala Dinas juga baru, ujar Awang pada pertengahan Agustus 2025.

Begitu pula Erwin Marsani. “Terima kasih atas informasinya, namun belum bisa memberikan komentar, mengingat saya di Dinas Transmigrasi masih baru,” kata Erwin pada awal Agustus 2025.

Reporter: Suhanda

Continue Reading

TEMUAN

Ada Gudang BBM Ilegal di Kawasan Penyengat Rendah, Tepat di Belakang Rumah Makan Padang Lawas

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi — Jeratan mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Provinsi Jambi. Sebuah gudang diduga kuat sebagai lokasi pengoplosan sekaligus penimbunan BBM ilegal ditemukan beroperasi di Jalan Depati Purbo, kawasan Penyengat Rendah, tepat di belakang Rumah Makan Padang Lawas.

Ironisnya, aktivitas ilegal tersebut berlangsung terang-terangan, seolah tanpa rasa takut terhadap hukum. Lokasi yang dicurigai sebagai sarang mafia BBM ini kian menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang dibiarkan tumbuh subur di tengah lemahnya pengawasan.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, gudang tersebut diduga milik seorang berinisial “Yono” yang disebut-sebut merupakan oknum anggota TNI aktif berdinas di Kodim 0415. Publik pun mulai bertanya: apakah ini murni kelalaian aparat, atau justru ada praktik pembiaran sistematis?

Padahal, regulasi jelas dan tegas:

Penyimpanan BBM tanpa izin dapat diancam pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp 30 miliar.

Sementara pengangkutan tanpa izin diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 40 miliar.

Namun, tampaknya aturan itu tak berlaku bagi mafia yang sudah merasa nyaman beroperasi di Jambi.

Kondisi ini menjadi sinyal bahaya bagi kredibilitas aparat penegak hukum, khususnya di tingkat wilayah. Jika Kapolda Jambi serius ingin mengembalikan kepercayaan publik, tidak ada cara lain selain turun langsung dan menindak tegas siapa pun yang terlibat — tanpa pandang bulu!

Sudah saatnya Polri membuktikan bahwa Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah bukan surga bagi mafia BBM ilegal. Masyarakat tak lagi butuh janji — publik menanti tindakan nyata!

Continue Reading

TEMUAN

Sebanyak 16 ASN di Bungo Absen Kerja Lebih dari 10 Hari Berturut-turut, Tapi Gaji dan TPP Tetap Lancar: Negara Rugi Rp 468,97 Juta

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Bungo – Sebanyak 16 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 12 SKPD di Kabupaten Bungo tercatat tidak masuk kerja selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa keterangan yang sah sepanjang tahun 2024. Namun gaji, tunjangan dan TPP para ASN yang tidak disiplin tersebut tetap dibayarkan secara penuh.

BPK Perwakilan Provinsi Jambi pun mencatat nilai total kelebihan bayar sebesar Rp 468.970.500. Dalam LHP BPK atas LKPD Pemkab Bungo, 16 ASN tersebut terdiri dari berbagai SKPD macam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas PUPR, BPRRD, serta sejumlah kecamatan seperti Jujuhan, Jujuhan Ilir, Tanah Sepenggal, Bathin II Pelayang, Pelepat, Bathin III Ulu, dan Tanah Tumbuh.

Sebagai contoh, ASN berinisial “Erk” dari Kecamatan Tanah Tumbuh menerima pembayaran penuh sebesar Rp 48.778.400 tanpa kehadiran kerja yang sah selama 12 bulan, menyebabkan kelebihan pembayaran seluruhnya.

Hal serupa terjadi pada ASN lainnya seperti “Lsn” dari Kecamatan Bathin III Ulu yang juga menerima pembayaran penuh Rp 37.090.400. Kemudian, “Nas” pada SMPN 8 Tanah Sepenggal yang menerima Rp 49.986.000, lanjut “Syf” ASN pada Kecamatan Tanah Sepenggal Rp 37.350.200, dan “Mhs” pada Kecamatan Pelepat Rp 38.996.000.

BPK mencatat lemahnya pengawasan internal, khususnya dalam penggunaan sistem informasi kepegawaian yang seharusnya mencatat kehadiran ASN secara digital. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah dan camat juga disebut tidak memverifikasi kehadiran secara memadai, sehingga data di aplikasi tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu, beberapa ASN yang telah lama tidak hadir masih saja tetap menerima gaji bulanan tanpa pemotongan. BPK juga menegaskan bahwa sesuai aturan, ASN yang tidak masuk kerja selama 10 hari berturut-turut tanpa alasan sah dapat diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana PP No 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Sipil.

“Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan kepada 12 ASN yang tidak mematuhi ketentuan masuk kerja senilai Rp 468.970.500,” tulis auditor BPK.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bungo untuk memerintahkan seluruh Kepala SKPD terkait agar, menindaklanjuti temuan dan memproses pengembalian kelebihan pembayaran gaji, tunjangan dan TPP ASN ke kas daerah dengan total Rp 487.972.740,03.

Kemudian, memproses disiplin dan hak keuangan sesuai peraturan perundang-undangan. Dan meningkatkan pengawasan terhadap pembayaran gaji, tunjangan, dan TPP ASN dengan verifikasi kehadiran yang lebih ketat.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs