Connect with us
Advertisement

LINGKUNGAN

Aroma Ilegal dari Gudang PT Restorasi Ekosistem Indonesia

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Sejak Januari ini Nazli dibebas tugaskan bekerja sebagai Manajer PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI). Pria berusia 47 tahun juga tidak lagi menerima gaji sebesar Rp16 juta per bulan. Padahal dia sudah bekerja di sana lebih dari 10 tahun.

Tahun lalu pun, Nazli tiga bulan tak menerima gaji. Ia cek ke bagian keuangan. Slip gajinya ada tapi uangnya tidak pernah ia terima. “Saya tidak tahu siapa yang mengambil gaji saya,” kata Nazli yang akrab disapa Desnat kepada detail, Senin (29/1/2018) siang.

Pangkal kasus ini bermula dari kasus temuan ilegal logging oleh Tim Pengamanan PT REKI pada 10 April 2016. Sejak 2007, PT REKI telah mengantongi izin konsesi seluas 46.385 hektare di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun. REKI hendak merestorasi kawasan tersebut selama 100 tahun.

Sejak Desnat bekerja, kawasan tersebut tingkat kehancurannya baru sebatas 5 persen. Namun sampai sekarang ternyata sudah rusak mencapai 50 persen atau setengahnya. Boleh dibilang 50 persen telah rusak karena dirambah para pelaku ilegal logging.

“Ada proses pembiaran kehancuran. Seringkali REKI bertindak seolah-olah penyidik. Mereka menangkap dan menyita ilegal logging. Kali ini mereka kalau tak ada saya, hendak mendiamkannya,” keluh Desnat.

Nah pada 10 April itu, Tim Pengamanan REKI di bawah pimpinan Senior Supervisor PT REKI, Sutoyo menemukan 278 batang kayu jenis bulian di basecamp PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) – perusahaan pemilik konsesi Hutan Tanaman Industri di Sarolangun.

Berlagak bak penyidik, Sutoyo Cs menangkap 278 batang itu dan membawa ke basecamp 35 PT REKI. Namun di tengah jalan barang bukti ilegal logging itu sempat berkurang. Setelah diantar ke gudang, Sutoyo memerintahkan stafnya bernama Gibsi Sitorus, lewat jendela memindahkan sebanyak 54 batang ke rumah Sutoyo dan menjualnya. Gibsi Sitorus sempat mengakui perbuatannya itu atas perintah Sutoyo namun belakangan di hadapan pihak kepolisian dia mengingkari perbuatannya.

Pada 28 Mei 2017 selaku Manager PT REKI, Desnat melaporkan lenyapnya 54 batang itu ke Polsek Bajubang. Belakangan, kayu 54 batang yang sempat hilang itu tiba-tiba muncul dan dihadirkan kembali oleh Sutoyo sehingga barang tangkapan itu kembali utuh sebanyak 278 batang.

Desnat bermaksud melaporkan itu sekaligus mengabarkan penyitaan PT REKI itu agar ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. “Karena REKI tidak berhak menyidik. Yang berhak adalah penyidik Kehutanan atau penyidik kepolisian,” katanya.

Gara-gara laporan Desnat itu bikin pimpinan PT REKI gelagapan. Mereka hendak mendiamkan kayu tangkapan itu, untuk ke sekian kalinya. Dampaknya, gaji Desnat dihentikan per bulan Juni dan Juli 2017 tak dibayar.

Desnat melaporkan perihal gaji itu ke Polda Jambi. Singkat cerita, Desnat diberi kompensasi sebesar R 26 juta. Namun gajinya per bulan Juni, Juli hingga Agustus 2017 sampai kini belum pernah ia terima. “Kompensasi kan berbeda dengan gaji. Itu hak saya. Alangkah kagetnya saya, gaji selama tiga bulan itu ternyata dikeluarkan oleh bagian keuangan. Namun saya tak pernah terima sampai sekarang,” kata Desnat.

Yang tak masuk akal, laporan Desnat dijawab enteng oleh Polsek Bajubang pada 13 September 2017. Menurut pihak Polsek, laporan Desnat tidak dapat ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan. Polsek hanya berkutat soal berkurangnya hasil tangkapan sebanyak 54 batang. Bukan malah menindaklanjuti tangkapan ilegal logging sebanyak 278 batang tersebut.

Tak puas dengan jawaban Polsek Bajubang, Desnat pada  28 Desember 2017 kembali melaporkan perihal penyitaan 278 batang itu ke Polsek Bajubang. Ia juga mengirimkan tembusan laporan itu ke Kadiv Propam Mabes Polri dan Kapolda Jambi serta Kapolres Batanghari.

Desnat melaporkan bahwa telah terjadi pembalakan liar pada 10 April 2016. Ia menyatakan bahwa 278 batang kayu bulian di gudang PT REKI itu adalah bentuk pelanggaran hukum terhadap UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Perusakan Hutan.

Menurut Desnat sesuai dengan pasal 40 dalam UU Nomor 18 bahwa yang berhak melakukan penyitaan adalah penyidik. “PT REKI tidak berhak menyita apalagi menyimpan di gudangnya tanpa memberitahukan kepada penyidik,” ujar Desnat.

Sejak itu, Desnat kembali tak bergaji per bulan Januari. Ia juga dibebastugaskan tanpa ada surat resmi.

Padahal PT REKI adalah sebuah lembaga donor yang berkomitmen untuk merestorasi kawasan hutan yang hancur agar ekosistemnya kembali dapat direhabilitasi. Mereka mengelola dana lebih dari Rp150 miliar dari lembaga Internasional sekelas KfW Development Bank – sebuah bank pembangunan di Jerman dan DANIDA (Danish International Development Agency) – lembaga donor dari Denmark.

Desnat menambahkan sebagai penerima dana hibah dari Eropa PT REKI juga berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum dan melakukan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). “Namun kenyataannya, mereka justru melanggar hal itu. Ironis sekali, bukan?” kata Desnat.

Secara terpisah, Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) juga menimpali bahwa PT REKI tidak berhak menyita apalagi sampai menyimpan hasil perambahan hutan.

“Kalau REKI sampai melakukan ini, siapa lagi yang bisa kita percaya. Ini bukti mereka hanya berkedok restorasi yang ternyata justru melakukan pembiaran perambahan kawasan hutan. PT REKI dapat dipidana atas perbuatannya,” ujar Tri Joko, Ketua DPP LP2LH kepada detail, Senin (29/1/2018) malam.

Pihak PT REKI enggan berkomentar panjang lebar. Head of Stakeholder Patnership PT REKI, Adam Azis mengatakan bahwa kasus itu sudah ditangani pihak kepolisian dan tidak ditemukan bukti untuk dilanjutkan ke proses hukum selanjutnya.

Ada apa denganmu, PT REKI? (DE 01)

LINGKUNGAN

Pertemuan Mendadak DPRD, PT SAS dan Sejumlah Warga Picu Kontroversi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pertemuan mendadak antara DPRD Provinsi Jambi, PT SAS, dan sejumlah warga Aur Kenali serta Mendalo Darat pada Kamis kenarin, 2 Oktober 2025 menuai sorotan tajam. Warga menilai agenda tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya dengan Gubernur Jambi.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta sejumlah warga hadir dalam forum yang disebut sebagai mediasi. Namun, masyarakat mengaku baru menerima pemberitahuan dua jam sebelum pelaksanaan tanpa adanya surat undangan resmi.

Dalam rekaman video yang beredar, warga menolak berdialog. Mereka menyatakan pertemuan itu tidak sesuai jalur komunikasi yang telah ditetapkan bersama gubernur.

“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stockpile,” kata perwakilan warga, Dlomiri.

Masyarakat menegaskan bahwa dialog resmi sudah pernah difasilitasi gubernur, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa. Mereka menuntut DPRD menyatakan sikap tegas menolak keberadaan stockpile PT SAS, bukan justru memfasilitasi dialog baru.

Selain itu, warga juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi organisasi masyarakat dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut. Mereka menduga ada kepentingan lain di balik keterlibatan pihak yang dinilai tidak relevan.

“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stockpile PT SAS,” ujarnya.

Rencana pembangunan stokpile PT SAS di kawasan tersebut ditolak warga karena dinilai berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

LINGKUNGAN

Makatara Ungkap Dugaan Pelanggaran Tata Ruang di Rencana Terminal Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Perkumpulan Makatara (Masyarakat Anti Kerusakan Lingkungan dan Tata Ruang) membeberkan temuan dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan pada rencana pembangunan terminal batu bara atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) milik PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.

Dalam rilis resmi yang diterima Sabtu 20 September 2025, Makatara menyebut hasil pengamatan citra satelit resolusi tinggi periode 2018-2025 menunjukkan perubahan tutupan lahan seluas 47,6 hektare. Area yang sebelumnya berupa lahan pertanian dan hamparan hijau kini menjadi lahan terbuka. Temuan itu diperkuat dengan pengecekan lapangan.

“Penggunaan lahan di lokasi beririsan dengan kawasan perumahan 56 persen, kawasan lindung 30 persen, tanaman pangan 9 persen, serta perdagangan dan jasa 5 persen,” kata Sekretaris Umum Makatara, Willy Marlupi.

Pemetaan tersebut mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi Nomor 5/2024, data Kementerian ATR/BPN, peta rupa bumi BIG, serta verifikasi lapangan. Makatara juga menemukan lahan rencana terminal batubara berada dekat aliran sungai, intake PDAM Aur Duri, jalan lintas Sumatra, perkantoran, dan permukiman.

Sejumlah titik lahan disebut terindikasi sengketa, terlihat dari pemasangan plang dan panel beton. Warga sekitar telah menyampaikan surat penolakan, sementara Pemkot Jambi disebut telah menyurati Gubernur Jambi agar rencana penggunaan lahan ditinjau ulang.

Temuan lain menunjukkan sebagian lahan masuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Kota Jambi yang ditetapkan Perda No.5/2024 seluas 459 hektare. Berdasarkan UU No.41/2009, lahan KP2B dilarang dialihfungsikan kecuali untuk kepentingan umum.

“Jika terjadi alih fungsi, segala perizinannya batal demi hukum,” ujarnya.

Makatara menilai kegiatan terminal batubara tidak termasuk dalam peruntukan tata ruang yang diatur, mulai dari kawasan lindung, perumahan, tanaman pangan, hingga perdagangan dan jasa. Laporan resmi sudah disampaikan ke Wali Kota Jambi, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kantor BPN sejak 12 September, namun hingga kini belum mendapat jawaban.

“Penolakan ini bukan sekadar aspirasi masyarakat, tetapi upaya menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan,” katanya.

Makatara mendesak pemerintah kota dan provinsi menindaklanjuti temuan tersebut sesuai ketentuan peraturan, termasuk Perda RTRW Kota Jambi No.5/2024, PP No.21/2021 tentang Penataan Ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32/2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan UU Cipta Kerja No.6/2023. (*)

Continue Reading

LINGKUNGAN

Pembangunan Stockpile dan Underpass PT SAS Dihentikan Sementara, Warga Masih Kecewa!

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas pembangunan underpass dan stockpile batu bara PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) RMKE Group akhirnya dihentikan oleh Gubernur Jambi, Al Haris pada Selasa, 16 September 2025 setelah gelombang penolakan oleh warga sekitar lokasi pembangunan stockpile terus bergejolak tanpa henti.

Usai bermediasi dengan para warga terdampak, Gubernur Jambi Al Haris bilang bahwa dirinya bersama para kepala daerah menerima aspirasi masyarakat. Namun tak bisa memutuskan untuk menutup permanen pembangunan underpas dan stockpile baru bara PT SAS. Haris mengedepankan dialog antara para warga dengan perusahaan, mesti sudah jelas-jelas aksi penolakan terus bergejolak.

“Hari ini warga meminta ini ditutup dan kita juga meminta PT SAS untuk tidak ada aktivitas sampai ada keputusan berikutnya. Hari ini yang pasti tutup dulu,” ujar Al Haris, usai mediasi bersama pihak PT SAS dan warga terdampak, di aula rumdis Wali Kota Jambi pada Selasa, 16 September 2025.

Sampai kapan? Al Haris menjawab sampai ada kesepakatan. Kalau tidak ada, berarti belum bisa dilanjutkan.

Sementara Wali Kota Jambi, Maulana tak menampik bahwa lokasi stockpile PT SAS melanggar Perda RT/RW Kota Jambi 2024-2044. Namun PT SAS disebut juga mengantongi persetujuan tata ruang dari Kementerian ATR/BPN.

“Kalau Kementerian yang mengesahkan, Perda kita harus juga mengeluarkan. Itu artinya dari segi tata ruang, yang di bawah kita harus melakukan diskusi lagi untuk melakukan perubahan, baru bisa dilanjutkan atau tidak,” ujar Maulana.

Wali Kota Jambi itu menekankan bahwa pemerintah bakal mengawal mediasi hingga ada keputusan bersama antar warga dengan perusahaan. Dengan ini masa depan investasi PT SAS di Jambi dengan berbagai klaim positifnya belum ada kejelasan. Begitu pula dengan masyarakat sekitar stockpile. Namun Maulana mengaku bahwa pemerintah tidak menutup mata.

“Tergantung dari hasil komunikasi mereka. Bisa dibuka, bisa ditutup,” katanya.

Ketika disinggung kembali soal permintaan masyarakat agar pembangunan stockpile PT SAS dihentikan atau dipindahkan. Al Haris pun menyinggung perizinan PT SAS sudah terbit sebelum dirinya menjabat Gubernur. Oleh karena klaim perizinan yang sudah lengkap tersebut, maka menurutnya tidak bisa serta merta diputus.

Menyikapi hal tersebut Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) Aur Kenali, Rahmad Supriadi mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur. Lantaran penghentian aktivitas pembangunan stockpile PT SAS, hanya bersifat sementara.

“Semuanya masih menggantung, itu yang membuat masyarakat kecewa,” ujar Rahmad.

Rahmad menegaskan bahwa pada intinya masyarakat tetap pada sikap menolak keberadaan stokpile PT SAS di kawasan permukiman mereka. Soal adu data terkait dampak kerugian yang ditimbulkan PT SAS, masyarakat mengaku siap.

“Tetap harus tutup (stockpile PT SAS). Karena sudah jelas-jelas, masalah namanya rekayasa teknologi yang mereka sampaikan, itu bohong semua!” ujarnya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs