OPINI  

Dilan 1990, dan Cara Partai Menggaet Millenial

Twitter PKS Art

SESUAI dugaan, film Dilan 1990 meledak. Pada hari pertama penayangan di tanah air, Kamis, 25 Januari 2018, film garapan sutradara Fajar Bustomi ini langsung meraup total penonton 225 ribu orang. Dilan 1990 yang diproduksi Falcon dan Max Pictures tampil di 389 layar di seluruh Indonesia.

Diadaptasi dari novel fenomenal karya Pidi Baiq, Dilan 1990 berkisah tentang Dilan (Iqbaal Ramadhan) yang berusaha merebut hati Milea (Vanesha Presscilla), seorang siswi pindahan dari Jakarta ke Bandung. Sosok Dilan yang begitu puitis membuat Milea kerap disinggahi perasaan rindu dan cinta pun bersemi.

Film yang mengambil latar anak ‘motor’ di Bandung tahun 1990-an ini sudah trending sejak ketahuan bocor siapa calon pemeran utamanya, Iqbaal CJR.

Anyway, Dilan 1990 memang sedang nge-hits. Tapi, menarik menyaksikan betapa Partai Keadilan Sejahtera tampak begitu menikmati momen ini.

Secara ‘kebetulan’ (atau tidak?), PKS meluncurkan lima maskotnya, yang satu di antaranya –sesuai penggalan nama partai itu. Satu di antaranya berama Dilan. Ya, lima maskot yang diperkenalkan lewat akun Twitter resmi PKS yakni ‘Kea’, ‘Adi’, ‘Dilan’, ‘Eja’, dan ‘Tera’.

“Jangan makan banyak. Nanti kamu berat. Biar aku saja.” – Dilan, salah satu karakter maskot PKS. Demikian tweet perkenalan soal salah satu maskotnya, Dilan.

Lima ikon ini dibuat dengan serius, dipersonifikasikan secara khusus untuk menggaet millenial, dengan keterangan bahwa baik Kea, Adi, Dilan, Eja, dan Tera, merupakan mahasiswa dan mahasiswi semester satu.

Dilan dideskripsikan sebagai cowok yang rajin, suka menolong, pemberi solusi, punya leadership, dan kadang moody. Dilan merupakan anak kos yang berasal dari Sumatera, tapi suku Jawa.

Sementara Adi, anak muda yang gaul sporty, humoris, asyik diajak berteman, dan mudah galau. Adi disebut baru mendalami Islam sejak dekat dengan Dilan.

Selain dua cowok, tokoh lain merupakan tiga cewek berhijab: Kea, Tera, dan Eja.

Kea dikenalkan sebagai Mojang Sunda berjilbab lebar ini punya sifat perhatian, penyayang, suka menolong, suka menasihati, pencinta buku tapi mudah ngambek.

Adapun Tera disebut sebagai cewek manja, galak, lucu, gaul, anak orang kaya, selalu update soal gadget, dan dijuluki miss socmed. Ia mendalami Islam sejak dekat dengan Kea.

Yang terakhir, adalah Eja. Eja adalah gadis berjilbab yang pintar, kutu buku, namun tidak terlalu sering update socmed. Seperti Tera, Eja juga dekat dengan Kea yang mengantarnya semakin dekat mendalami Islam.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memang berusaha keras untuk bangkit. Pada Pemilu 1999, pemilu pertama era reformasi, masih bernama Partai Keadilan, partai baru ini meraup 1,4 juta suara (1,36 persen) dan mendapat 7 kursi di DPR. Dipimpin Presiden Nurmahmudi Ismail, PKS nangkring di peringkat ketujuh di antara 48 partai kontestan pemilu.

Pemilu 2004, karena tak lolos ambang batas pemilu sebelumnya, PK bertransformasi menjadi PKS. Mendapat 8,3 juta suara (7,34 persen) dan mendapat 45 kursi di DPR. Dipimpin Presiden Hidayat Nur Wahid, PKS berada di peringkat keenam dari 24 partai kontestan pemilu.

Pemilu 2009, PKS naik signifikan dalam perolehan kursi di DPR, meski dalam perolahan suara justru turun jadi 8,2 juta suara (7,88 persen) tapi mengklaim 57 kursi di DPR. Dipimpin Presiden Tifatul Sembiring, PKS berada di peringkat keempat dari 44 partai kontestan pemilu dalam perolehan kursi di Senayan. Hanya Partai Demokrat (150 kursi), Partai Golkar (107) dan PDI Perjuangan (95) yang berada di atas mereka.

Pemilu 2014, PKS anjlok. Meski secara suara naik jadi 8,4 juta pemilih (6,79 persen), PKS pimpinan Presiden Luthfi Hasan Ishaaq kehilangan 17 kursi di Senayan hingga tersisa 40 legislator pusat. Di antara fraksi-fraksi di DPR, PKS ada di papan tengah, nomor tujuh dari 15 peserta pemilu saat itu, dengan dua di antaranya -PKPI dan PBB kehilangan hak berparlemen di Senayan. PKS terpuruk di peringkat ketujuh di bawah sang juara PDI Perjuangan, diikuti Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKB.

Harus diakui, pertarungan 2019 adalah pertarungan generasi millenial. Fakta bahwa hampir 40 persen pemilih merupakan mereka yang berusia 40 tahun ke bawah membuat partai –maupun capres dan calon peserta pilkada mengarahkan bidikan serius pada segmen anak muda sebagai kelompok yang harus digarap.

Acungan jempol untuk PKS, apalagi –sekali lagi kebetulan atau tidak kebetulan- mereka langsung membajak ‘Ayah’, sebutan akrab untuk Pidi Baiq, sang master di balik mencuatnya nama Dilan.

Berhasilkah partai ini kembali melejitkan suaranya sebagai ‘partai anak soleh’ seperti di awal kemunculan Partai Keadilan, sebelum terjerembap karena banyak figurnya lekat dengan atribut sebagai koruptor?

Kita tunggu bagaimana lima ikon itu bekerja keras dalam satu setengah tahun ke depan.

 

*)Penulis Lepas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *