KATA ‘literasi’ rasanya tak asing lagi bagi setiap orang yang pernah mendengarnya. Apalagi jika dikaitkan dengan era revolusi 4.0 seperti saat ini. Keadaan industri pada abad ke-21 ini menggabungkan teknologi otomatisasi dan teknologi cyber.
Di era Revolusi Industri 4.0 dunia tidak hanya menuntut untuk melek teknologi, namun juga update terhadap informasi. Literasi pun ibarat sebuah kunci untuk mengembangkan kecakapan hidup, agar siap dalam menghadapi tantangan abad ke-21 yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tingkat tinggi.
Literasi biasanya dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan yang berkaitan dengan hal membaca, menulis, dan mengolah suatu informasi. Terdapat 6 dasar jenis kegiatan literasi yaitu: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi financial, literasi digital, literasi budaya & kewarganegaraan. Dalam halnya literasi baca tulis, minat masyarakat Indonesia bisa dikatakan cukup rendah, padahal tingkat melek huruf di Indonesia mencapai 96,3%.
Sehingga yang membuat rendahnya minat baca masyarakat Indonesia bukanlah akibat buta huruf, melainkan kurangnya kesadaran diri sendiri akan pentingnya kegiatan membaca. Dalam riset Central Connecticut State University 2016, mengatakan bahwa literasi Indonesia berada di tingkat kedua terbawah dari 61 negara, dan hanya satu tingkat di atas Bostwana. Yang menyebabkan negara kita tercinta ini mengalami krisis literasi.
Baca Juga: Hari Pahlawan dan Semangat Anti Korupsi
Menurut pandangan penulis, literasi perlu kita doktrinkan pada para milenial dan haruslah menjadi budaya yang melekat bagi mereka semenjak dini, karena selain mereka sebagai penerus bangsa yang mendominasi, mereka juga dihadapkan dengan perkembangan zaman dewasa ini.
Kehidupan para milenial pun tidak pernah lepas dari yang namanya teknologi, setiap mereka selalu bergantung pada telepon pintarnya yang selalu lebih menarik ketimbang kegiatan literasi ini, hingga tak ayal jika kegiatan literasi menjadi kalah saing.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Siauseni (2010), hal-hal yang menjadi kendala dalam meningkatkan kegemaran membaca anak adalah derasnya arus hiburan serta permainan dari media elektronik.
Sehingga peranan orang tua pun dalam mengontrol anak-anaknya sangatlah dibutuhkan, agar mereka bisa membagi waktu kapan untuk bermain dan kapan untuk belajar, ataupun sekadar mengisi waktu dengan membaca. Sebab di era revolusi 4.0 sekarang ini manusia kian dituntut untuk lebih cerdas, kreatif, dan inovatif. Karena yang dibutuhkan adalah manusia-manusia modern yang mampu menguasai IPTEK. Untuk itulah peranan penting literasi bagi para penerus bangsa ini, yaitu sebagai tameng mereka dalam menghadapi kemajuan zaman.
Kegiatan literasi sering dianggap kuno bagi kebanyakan milenial saat ini, karena mereka berpikir kegiatan tersebut adalah hal yang membosankan dan hanya diminati oleh segelintir dari kaum mereka. Oleh karena itu, dalam riset yang dilakukan UNESCO, mengungkapkan bahwa hanya 1 dari 1.000 orang di Indonesia yang membaca buku kenyataannya memanglah benar.
Padahal kegiatan literasi sangatlah berdampak besar bagi para milenial supaya mereka mampu berpikir kritis dalam membedakan informasi-informasi yang ada di internet, apakah itu benar atau hanya hoaks semata. Akibatnya pun Indonesia mengalami suatu dampak potensi risiko yang sangat tinggi dalam hal penyebaran ujaran kebencian, intoleransi, tindakan radikalisme, dan berita-berita hoaks, yang saat ini sering terjadi di masyarakat Indonesia.
Dan kenyataannya pun masyarakat kita mudah sekali percaya terhadap informasi yang ada di dunia maya, tanpa melakukan cek dan ricek. Apabila hal tersebut terus-menerus terjadi maka, ditakutkan nantinya dapat memecahkan kesatuan dan persatuan Indonesia. Karena kefatalan yang diakibatkan dari kurangnya minat terhadap literasi.
Sungguh besar manfaat dari kegiatan literasi ini, yang mana dapat mengontrol pola pikir seseorang untuk bijak mengambil keputusan dan juga dalam menggunakan media sosial, agar tidak sembarangan mengunggah atau membuat status yang nantinya malah membuat mereka terjerat kasus hukum, akibat ulahnya sendiri. Sehingga dalam pepatah lama yang mengatakan, “lidah itu tajam dan berbahaya” dengan seiring berjalannya waktu berubah menjadi “jari-jari itu tajam dan berbahaya”, apabila kita tidak dapat mengendalikannya dengan berpikir sejenak secara rasional dan kritis terlebih dahulu.
Menurut pandangan penulis, minat terhadap kegiatan literasi haruslah ditumbuhkan semenjak dini dengan berupaya mengenalkan kepada anak-anak bacaan yang menarik bagi mereka dan mengajarkan mereka untuk menulis setiap hal yang disenanginya dalam sebuah buku. Jika hal tersebut dilakukan maka tak menutup kemungkinan anak-anak akan menyukai kegiatan membaca dan menulis.
Selain itu juga, pada dunia pendidikan kegiatan literasi harus sering dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan wajib baca dilingkungan sekolah. Dan tak lupa membuat kegiatan literasi yang dikemas secara menarik dalam bentuk lomba-lomba sastra bisa berupa; cipta puisi, cerpen, karya ilmiah, opini, dan lainnya. Supaya nantinya bisa menurunkan tingkat krisis literasi di Indonesia dan tentu saja akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan di negara ini, demi kemajuan bangsa yang lebih baik lagi ke depannya.
*Penulis adalah mahasiswi Ilmu Pemerintahan Universitas Jambi
Discussion about this post