KEGIATAN ekonomi adalah perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan ekonomi diperlukan aturan-aturan yang mengatur tindak-tanduk masyarakat agar tidak berdampak negatif, buruk bagi lingkungan sekitar masyarakat.
Sejalan dengan berkembangnya kegiatan ekonomi, berkembang pula ilmu-ilmu ekonomi yang melahirkan sistem ekonomi. Ilmu ekonomi konvensional didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang tak terbatas, dengan sumber daya yang terbatas.
Lain pula ekonomi Islam, didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari permasalahan ekonomi di masyarakat dalam basis agama Islam. Didasari oleh empat pengetahuan yaitu Alquran, Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup menggunakan ajaran Islam.
Nah..soal kegiatan produksi. Dalam perspektif ekonomi Islam adalah yang terkait dengan manusia dan keberadaannya dalam aktivitas ekonomi. Produksi merupakan kegiatan menciptakan kekayaan dengan pemanfaatan sumber alam. Berproduksi lazimnya diartikan sebagai menciptakan nilai barang atau menambah nilai terhadap sebuah produk. Barang dan jasa yang diproduksi itu dibolehkan, menguntungkan menurut Islam.
Di dalam Alquran, menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi sebuah barang harus berhubungan dengan kebutuhan manusia banyak. Bukan sekadar memproduksi ‘barang mewah’, yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia banyak.
Produksi pun tidak berarti hanya mencipta fisik. Produksi berguna membuat barang-barang menjadi berguna. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menciptakan benda yang benar-benar baru. Membuat sebuah barang menjadi lebih berguna, berarti melakukan kegiatan produksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Menjadikan barang tersebut memiliki nilai jual tinggi.
Produksi dalam Alquran dan Hadits
Allah berfirman dalam (QS. Al-Anbiya, 21:80):
“Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”.
Hadits yang membahas teori produksi:
“Seseorang di antara kamu mengambil tali dan pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia, kadang ia diberi dan kadang tidak diberi”. (HR. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah)
Tujuan produksi dalam perspektif fiqh ekonomi khalifah Umar bin Khatab:
- Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin,
- Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga,
- Tidak mengandalkan orang lain,
- Melindungi harta dan mengembangkannya,
- Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi,
- Mempersiapkannya untuk dimanfaatkan,
- Pembebasan dari belenggu ketergantungan ekonomi,
- Taqarrub kepada Allah SWT.
Semua tujuan produksi dalam Islam pada dasarnya adalah untuk menciptakan maslahat bagi manusia keseluruhan. Sehingga mencapai falah tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falah itu sendiri adalah kemuliaan hidup di dunia dan akhirat yang akan memberikan kebahagiaan hakiki bagi manusia.
Menurut Qardhawi dikatakan bahwa, “Akhlak merupakan hal yang utama dalam produksi. Wajib diperhatikan oleh kaum muslim. Baik secara bersama-sama, yaitu bekerja pada bidang yang dihalalkan oleh Allah SWT dan tidak melampaui apa yang diharamkannya”.
Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat luas. Tetapi sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh ketamakan dan kerakusannya sendiri. Mereka tidak merasa cukup, lebih mementingkan kebutuhan daripada hawa nafsu tanpa melihat adanya suatu akibat yang akan merusak atau merugikan orang lain. Hal ini dikatakan sebagai perbuatan yang melampaui batas. Termasuk kategori orang-orang zalim. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (A Baqarah:229)
Produsen muslim harus berbeda dari produsen non-muslim yang tidak memedulikan batas-batas halal dan haram. Mementingkan keuntungan yang banyak semata. Tidak melihat produk dari bermanfaat atau tidak, baik atau buruk sesuaikah dengan nilai/akhlak atau tidak.
Seorang muslim harus memproduksi yang halal dan tidak merugikan diri sendiri maupun orang banyak, tetap dalam norma dan etika serta akhlak yang mulia.
Discussion about this post