DETAIL.ID, Jakarta – Beberapa kasus mengenai pemalsuan status hasil pemeriksaan terdeteksi. Hasil Rapid maupun Swab diubah sesuai ‘pesanan’. Ditengarai salah satu penyebabnya adalah karena mengincar anggaran.
Menanggapi hal tersebut, ketua DPRD DKI Jakarta, menyebut Perda Penanggulangan COVID-19 mengatur pidana pemalsuan hasil pemeriksaan tes virus Corona. Pemalsuan itu soal modus hasil tes Corona negatif tapi dibuat positif atau di-COVID-kan.
“Ada juga yang modus seperti itu. Jadi orang nggak COVID, di-COVID-kan karena ada anggaran. Nah, di situ juga diatur pidananya juga. Jadi kita transparan,” ucap Prasetio Edi Marsudi kepada wartawan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin 19 Oktober 2020, mengutip detik.com.
Perda terkait penanggulangan COVID telah disepakati dan disahkan oleh DPRD DKI. Terdapat 11 bab dengan 35 pasal dalam perda tersebut.
“Saya juga membuat Perda ini bersama dengan eksekutif. Akhirnya terjadi suatu keputusan. Nah, hari ini kita laksanakan dengan Perda COVID ini,” kata Prasetio.
Dilihat dari draft raperda yang telah disepakati, tidak ada pasal yang dengan tegas menyebut soal di-COVID-kan. Namun, dalam pasal 6 huruf i dituliskan:
Melakukan pelaporan atas dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan penanggulangan COVID-19.
Namun dalam bagian penjelasan Raperda, disebut ada beberapa tindak pidana tentang COVID yang bisa dilaporkan seperti dalam pasal 6 huruf i, termasuk soal pemalsuan hasil pemeriksaan. Seperti ditulis:
Yang dimaksud dengan “pelaporan atas dugaan tindak pidana” adalah pelaporan kepada Kepolisian atas perbuatan antara lain:
a. menimbun, memalsukan dan memperjualbelikan secara tidak sah obat, vaksin, dan alat kesehatan lainnya yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan Covid-19;
b. memberikan stigma negatif dan diskriminasi pada kasus positif, kontak erat, petugas kesehatan dan petugas penunjang lainnya;
c. memalsukan hasil pemeriksaan dan menyembunyikan data pribadi pada kasus positif;
d. menghasut orang lain untuk tidak mengikuti Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction/Tes Cepat Molekuler dan/atau pemeriksaan penunjang lain sesuai pedoman yang berlaku;
e. menghasut orang lain untuk tidak mengikuti Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction/Tes Cepat Molekuler dan/atau pemeriksaan penunjang lain sesuai pedoman yang berlaku;
f. menyembunyikan hasil Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction/Tes Cepat Molekuler, dan/atau pemeriksaan penunjang lain sesuai pedoman yang berlaku kepada petugas yang berwenang;
g. menyalahgunakan data pribadi dari hasil kegiatan surveilans epidemiologi informatika;
h. mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun limbah medis Covid19 di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya aturan tersebut diharapkan dapat ditegakkan dengan benar. Sehingga tidak ada lagi pemalsuan dan penanganan yang tidak tepat.
Penanganan yang tidak tepat seperti ini sangat rawan menimbulkan kesalahpahaman diantara masyarakat. Bahkan menyebabkan hilangnya kepercayaan publik. Pada tingkat paling parahnya ketidakpercayaan publik terhadap adanya pandemi.
Discussion about this post