DETAIL.ID, Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyebut ada perubahan satu ayat pada naskah Omnibus Law Cipta Kerja versi terakhir dengan 1.187 halaman. Hal ini berdampak secara substansial karena menyangkut pengaturan soal syarat perjanjian jual beli perumahan.
“Perubahan berbagai versi UU Cipta Kerja tenyata tidak hanya mengubah format saja tetapi juga terdapat pengubahan subtansi UU itu sendiri,” ucap Anggota Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Suryadi Jaya Purnama, dalam siaran pers PKS, Sabtu 23 oktober 2020.
Ia memaparkan bahwa perubahan itu ada pada Pasal 50 angka 7 dimana pada Pasal 42 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman yang berbunyi “… keterbangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Ayat itu kemudian menjadi “… keterbangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf e diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Suryadi menyatakan perubahan ini akan mengubah substansi Undang-undang.
“Sesuai dengan penjelasan Pasal 50 UU Cipta Kerja angka 7 pasal 42 ayat 2 huruf e, yang masuk ke dalam pengaturan PP tidak hanya ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan namun juga jumlah terbangunnya rumah dari total unit yang tersedia,” ucap dia.
“Perubahan ini terlihat sepele tapi sangat mengubah subtansi karena awalnya yang akan diatur lebih lanjut dalam PP (Peraturan Pemerintah) adalah implementasi dari ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum,” ujarnya.
Seperti dilansir CNNIndonesia.com, ada perubahan bunyi soal syarat perjanjian pendahuluan jual beli perumahan di Pasal 42 ayat (3) Ciptaker.
Pada draf Omnibus Law Ciptaker yang disahkan di Rapat Paripurna DPR, syarat perjanjian jual beli yang diatur dalam PP ialah “ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum” (huruf d).
Sementara, pada naskah Omnibus Law Ciptaker yang sudah diserahkan kepada Istana dengan 1187 halaman, syarat perjanjian jual beli yang diatur dalam PP ialah “keterbangunan perumahan paling sedikit 20%” (huruf e).
Suryadi melanjutkan bahwa perubahan pasal ini memperlihatkan bahwa angka keterbangunan perumahan sebesar 20 persen menjadi perhatian khusus sebab akan diatur lebih lanjut dalam PP.
“Apalagi pada awal draft RUU Cipta Kerja persentase keterbangunan ini sempat akan dihilangkan namun telah diperjuangkan oleh FPKS untuk dipertahankan sebagai bagian terhadap perlindungan konsumen,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengklaim tidak ada perubahan substansi dari UU Cipta Kerja yang disahkan DPR dan diserahkan ke Istana. Meskipun, ada perubahan jumlah halaman dari 812 menjadi 1.187 halaman.
“Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden,” kata Pratikno kepada wartawan, Kamis 22 oktober 2020.
“Naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda,” ujar dia.
Sementara, Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono mengakui ada penghapusan pasal dalam Omnibus Law 1.187 halaman. Yakni, Pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi. Namun, kata dia, itu merupakan hasil kesepakatan panitia kerja di DPR sebelum pengesahan di paripurna yang ternyata masih tercantum di draf.
“Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing,” ujar Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat 23 oktober 2020.
Discussion about this post