DETAIL.ID, Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan pihaknya akan meningkatkan total anggaran untuk perguruan tinggi hingga 70 persen pada 2021.
“Tetapi peningkatan anggaran itu, komponen terbesarnya harus berdasarkan kinerja dan berdasarkan program dan berbasis proposal yang baik dan berbasis misi diferensiasi masing-masing perguruan tinggi,” ujar Nadiem dalam peluncuran Merdeka Belajar episode keenam di Jakarta, melansir liputan6.com Selasa 3 November 2020.
Intinya, lanjut dia, Kemendikbud akan meningkatkan anggaran perguruan tinggi tetapi dengan catatan peningkatan yang diharapkan tersebut tercapai.
Terdapat tiga tujuan utama dalam meningkatkan pendanaan perguruan tinggi tersebut. Pertama, adalah lulusan yang bisa produktif mendapatkan pekerjaan dalam waktu singkat dan punya penghasilan yang layak.
Kedua, adalah untuk dosen-dosen agar lebih mengerti kebutuhan dan kompetensi yang relevan bagi lulusan. Sehingga sesuai dengan kebutuhan rill di masyarakat dan industri.
Ketiga, kurikulum dan pembelajaran yang lebih mengasah keterampilan yang dibutuhkan di masyarakat, yakni kemampuan kolaborasi dan pemecahan masalah.
“Kita telah menyederhanakan untuk perguruan tinggi yang melakukan perubahan. Ada delapan indikator utama yang akan dimonitor dan diapresiasi dalam bentuk pendanaan oleh Kemendikbud,” terang dia seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya, kata dia, banyak indikator yang harus dicapai dan terkadang membingungkan serta membuat perguruan tinggi terjebak dalam urusan administrasi.
“Jadi kami sederhanakan dengan delapan indikator saja. Pertama, kami ukur dari sisi kualitas lulusan adalah apakah lulusan mendapat pekerjaan yang layak. Jadi bukan hanya penyerapan di dunia pekerjaan, tapi juga gaji mereka. Tentunya ini adalah output matrik yang sangat penting,” kata Nadiem Makarim.
Kedua, berapa jumlah mahasiswa di kampus itu yang mendapat pengalaman di luar kampus, seperti mengerjakan Project Based Learning, magang, mengajar, riset, proyek sosial atau berwirausaha di luar lingkungan kampus.
Ketiga, berapa jumlah dosen yang punya pengalaman dan kegiatan di luar kampus. Pengalaman di industri, kampus lain dan bagaimana pengalaman mereka dalam mencari perspektif baru, mencari pengalaman baru, dan pengalaman baru.
Keempat, berapa jumlah praktisi yang diundang untuk mengajar di kampus tersebut, berapa jumlah praktisi dari berbagai macam sektor, yang diundang untuk mengajar berbagai macam mata kuliah.
“Ini yang kita maksud dengan “link and match”. Ini ujung-ujungnya adalah manusia. Bagaimana kampus itu membuka dengan berbagai macam jenis dosen yang datang untuk mengajar, walaupun mereka masih di industri atau di sektor-sektor lain,” terang dia.
Jumlah Riset
Kelima, riset dosen dan berapa jumlah riset yang dilakukan dosen di dalam kampus tersebut yang menghasilkan suatu manfaat nyata, baik dari sisi inovasi produk, inovasi kebijakan, dan lainnya.
Keenam, adalah berapa program studi yang bekerja sama dengan mitra kelas dunia. Mitra itu bisa dari industri kelas dunia, kampus kelas dunia, LSM kelas dunia.
“Semakin banyak prodi yang bermitra dengan berbagai sektor, semakin besar pernikahan masal yang terjadi, dan makin banyak manfaaat untuk mahasiswa,” ujar Nadiem.
Ketujuh, mengukur berapa jumlah mata kuliah yang penilaiannya berbasis proyek, kerja sama untuk menciptakan suatu portofolio, menciptakan suatu hasil.
“Kedepan kita ingin di dalam kelas lebih ke pembelajaran bebasis proyek dan studi kasus, yang mana ajakan mengasah kemampuan berpikir kritis dan mengasah hal-hal penting,” terang dia.
Kedelapan, berapa program studi yang punya standar internasional. Terlihat dari berapa program studi yang punya akreditasi tingkat internasional.
“Bagi para rektor dan dosen, harus memikirkan apa yang sebenarnya diinginkan dalam benak Kemendikbud sekarang ini. Delapan indikator ini menjelaskan arah perubahan tersebut,” imbuh dia.
Discussion about this post