PERKARA
Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Didakwa Terima Suap Pengadaan Pesawat

DETAIL.ID, Jakarta – Eks Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno didakwa oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin 25 Januari 2021. Hadinoto Soedigno disebut menerima suap dari tiga perusahaan antara lain Roll-Royce Plc, Airbus S.A.S (saat di sebut Airbus), dan Avions de Transport Régional (ATR) yang mencapai jutaan dolar atau miliaran rupiah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, menerima hadiah atau janji berupa uang yang keseluruhannya sebesar USD2.302.974,08 dan uang sebesar EUR477.540,” ucap jaksa Ariawan Agustiartono saat bacakan dakwaan di persidangan.
Dalam dakwaan, JPU menyatakan bila Hadinoto menerima suap dengan beberapa orang lainnya yakni, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Captain Agus Wahjudo. Suap itu diduga berhubungan terkait pengadaan yakni pesawat Airbus A330 series, pesawat Aribus A320, pesawat ATR 72 Serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series.
Untuk suap dari Roll-Royce diduga terkait dengan program TCP atau perawatan mesin pesawat RR Trent 700 series. Terdakwa membantu terjadinya kerjasama antara PT Garuda Indonesia dengan Roll-Royce.
Dalam pemberian suap tersebut, diketahui terdakwa secara berkala menerima suap dimulai dari suap yang diterima pada rekening Standart Charterd Bank Singapura sebesar 156.724,08 dolar AS, pada tanggal 7 Mei 2009. Kemudian pada 12 Oktober 2019 terdakwa kembali menerima uang dari Rolls-Royce sebesar 100 ribu dolar AS dan pada 9 Juni 2011 menerima uang 50 ribu dolar AS.
Sementara untuk untuk suap terkait pengadaan pesawat Airbus A330-320 pada tanggal 10 Februari 2012, Hadinoto menerima fee pembelian pesawat Airbus 330 Series dari Airbus melalui Connaught International sebesar EUR477.540,00. Lalu untuk suap terkait pengadaan pesawat Airbus A320, dia menerima uang sebesar 166.000 dolar AS pada 30 Agustus 2012.
Selain itu, Hadinoto juga menerima uang terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft (selanjutnya disebut Bombardier) melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc.
Hadinoto disebut menerima suap karena dipilihnya pesawat Bombardier CRJ1.000NG oleh Garuda Indonesia. Sehingga, dia menerima fee dari Bombardier yang diberikan melalui HMI dan Summervile Pasific Inc dimana Terdakwa menerima uang mencapai total total sebesar 1.530.250 dolar AS. atau setara dengan 1.763.881,03 dolar Singapura.
Pasal Dakwaan
Terakhir, Hadinoto menerima uang diduga suap senilai 300 ribu dolar AS dari Avions de Transport Régional (ATR) terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600. Selain itu, dia juga menerima fasilitas dari PT. Mugi Rekso Abadi milik Soetikno Soedarjo selaku pihak penerima manfaat (beneficial owner) dari PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa, Connaught International Pte Ltd, Hollingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc yang mana perusahaan-perusahaan tersebut intermediary Airbus SAS, Roll-Royce Plc, Avions de Transport Régional (ATR) serta Bombardier Canada.
“Bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu agar terdakwa bersama-sama dengan Emirsyah Satar dan Capt Agus Wahjudomelakukan intervensi dalam pengadaan di PT Garuda Indonesia yaitu pengadaan pesawat,” ujar Jaksa.
Atas beberapa dugaan suap tersebut, Hadinoto didakwa melanggar Pasal 12 huruf atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Tak hanya itu, dia juga didakwa dengan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Reporter : Bachtiarudin Alam (Merdeka)
PERKARA
Masih Penyelidikan, Berikut Update Kasus Dugaan Korupsi Jambi City Center

DETAIL.ID, Jambi – Dugaan kasus korupsi yang mengiringi pembangunan dan pengelolaan Jambi Bisnis Center (JCC) masih terus bergulir pada tahap penyelidikan di meja penyidik Pidsus Kejari Jambi pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kasi Pidsus Kejari Jambi, Sumarsono bilang pihaknya masih mengumpulkan bahan dan keterangan dari berbagai pihak terkait.
“Ada sekitar 11, 12 lah, untuk saat ini kita masih mendalami dan cari keterangan data-data dari pihak eksekutif dalam hal ini dan juga dari pihak Bank Sinarmas,” ujar Sumarsono pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kasi Pidsus Kejari Jambi tersebut juga memberi sinyal bahwa kedepan, pengembang atau pengelola JCC hingga pihak legislatif yang turut terlibat dalam proses persetujuan pembangunan JCC bakal dimintai keterangan.
Sementara disinggung terkait target kasus dugaan korupsi tersebut naik ke tahap sidik, Sumarsono bilang saat ini pihaknya masih mematangkan segala bahan keterangan dalam penyelidikan.
“Kalau untuk tahap penyidikan, kami harus matangkan dulu di penyelidikan. Nanti habis itu gelar perkara apakah nanti dari tim menyatakan layak naik penyidikan atau tidak. Tergantung itu, jadi untuk saat ini kita masih bicara masalah penyelidikan,” ujarnya.
Adapun JCC dibangun di eks terminal Rawasari pada tahun 2016 pada masa kepemimpinan Wali Kota Jambi Syarif Fasha dan rampung pada 2018 lalu dengan skema Build, Operate, and Transfer (BOT). Dalam PKS antara Pemkot dengan Pengembang, Pemkot Jambi kala itu digadang-gadang bakal dapat kontribusi sebesar Rp 85 miliar dalam 3 tahapan.
Lima tahun pertama 2016-2020 Pemkot dapat pemasukan ke kas daerah senilai Rp 7,5 miliar. Namun kontribusi tahap dua untuk 2021 – 2030 senilai Rp 25 miliar tidak terealisasi lantaran JCC tak kunjung beroperasi pasca selesai pembangunan.
Dengan kondisi tersebut kontribusi ke tiga senilai Rp 52,5 miliar disinyalir juga bakal tak terealisasi seiring dengan terbengkalainya JCC, ditambah lagi lahan dan bangunan JCC belakangan diketahui telah diagunkan ke Bank Sinarmas oleh pengembang atas kesepakatan bersama penguasa saat itu.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Ahli BPKP Ungkap RDKK Fiktif di Kasus Korupsi Pupuk Subsidi Bungo Sementara Pengecer Bikin Nota Palsu

DETAIL.ID, Jambi – Perkara Korupsi penyalahgunaan pupuk subsidi di Kabupaten Bungo TA 2022 menghadirkan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Jambi di Pengadilan Tipikor Jambi pada Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam persidangan terungkap bahwa dari 18 kelompok tani yang terdaftar dan mengajukan E RDKK, ternyata tak pernah sama sekali menyusun dan mengajukan E RDKK pada penyuluh. Dan lagi mereka disebut tak pernah melakukan penebusan pupuk subsidi.
Sementara hasil klarifikasi BPKP, menyebutkan 4 kelompok diantaranya mengakui melakukan pengurusan RDKK, mereka juga menebus pupuk jenis subsidi namun harganya di atas HET.
“Ada 4 kelompok yang mengakui saat klarifikasi di lapangan. Tapi penjualannya (pengecer) diatas HET,” ujar Ahli BPKP menjawab Hakim di persidangan.
Ahli BPKP lanjut mengungkap bahwa secara dokumen 14 kelompok tani tersebut tidak menyusun dan mengajukan RDKK, akan tetapi dibuatkan oleh penyuluh dari Balai Penyuluh Pertanian.
“Secara dokumen dia tidak membuat RDKK, tapi dibuatkan oleh PPL. Namun mereka melakukan penebusan,” katanya.
Sementara itu penasihat hukum terdakwa Sri Sumarsih, menanyakan ahli soal simpulan sehingga terjadi kerugian negara dalam kasus ini. Ini apakah E RDKK yang tidak sesuai, atau bagaimana?
Menjawab hal tersebut, Ahli bilang bahwa setidaknya terdapat 5 fakta yang ditemui dilapangan, diantaranya penyuluh pertanian Batin II Babeko menyusun E RDKK tanpa musyawarah dengan kelompok tani dan menandatangani RDKK atas nama ketua kelompok tani.
Kemudian, pengecer CV Abipraya menjual pupuk subsidi dengan harga diatas HET. Hingga membuat pertanggungjawaban penyaluran pupuk subsidi yang tidak sesuai kondisi sebenarnya.
Kondisi tersebut kemudian berimbas pada Harga Pokok Produksi (HPP) yang digelontorkan pemerintah pada produsen, padahal realisasi dilapangan tidak tepat sasaran.
“Sehingga ada selisih antara yang negara bayarkan, selisih sinilah yang menjadi kerugian negara sebesar Rp 3,8 miliar,” katanya.
JPU Silfanus Manullang, dalam kesempatannya pun menekankan kembali pada ahli BPKP sebagaimana hasil pemeriksaanya, dimana yang melakukan penebusan pupuk subsidi bukanlah 4 kelomlok tani melainkan 4 Ketua Kelompok Tani, namun mereka melakukan penebusan pupuk dengan harga non subsidi. Hal ini lantas dibenarkan ahli.
“Mereka tidak tau itu RDKK. Mereka baru tau setelah dilakukan pemanggilan oleh penyidik,” ujarnya.
Ahli kembali ditanyai oleh JPU, apakah sebelum melakukan penghitungan kerugian BPKP juga melakukan klarifikasi kepada terdakwa? Ahli mengaku bahwa Sri Sumarsih dilakukan klarifikasi pada 8 Agustus 2024.
Dalam poin hasil pemeriksaan yang dibacakan JPU, terungkap bahwa terdakwa dalam klarifikasinya memberikan pernyataan bahwa nota penjualan atas pupuk subsidi tersebut dibuat dan ditandatangani sendiri oleh terdakwa.
Pertanyaan JPU kembali bergulir, kali ini JPU melontarkan pertanyaan yang cukup menggelitik pada ahli.
“Orang mati juga ibu hadirkan ga waktu itu? Atau ibu minta penyidik hadirkan supaya bisa memastikan bahwa orang mati pada 2006, orang mati 2013 beli pupuk di 2022,” ujarnya.
Merespon hal itu, ahli BPKP menyebut bahwa mereka meminta surat keterangan yang menyatakan bahwa anggota kelompok sudah meninggal dunia.
Atas kesaksian ahli, terdakwa Sri Sumarsih tidak ada menyampaikan keberatan. Hanya saja dia meluruskan bahwa ahli tidak turun langsung ketika memeriksanya, melainkan diwakili oleh 2 orang dari pihak BPKP.
Penasehat hukum terdakwa pun meminta agar penuntut umum menghadirkan 2 orang pihak BPKP yang turun melakukan klarifikasi atau pemeriksaan lapangan kala itu, karena keterangannya dianggap penting di persidangan.
Namun JPU menolak, mereka beranggapan keterangan satu orang yakni koordinator dari BPKP sudah cukup. Sidang bakal kembali berlangsung pekan depan dengan agenda saksi meringankan (a de charge) dari pihak terdakwa.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Digugat Perdata Oleh Partainya Sendiri, Anggota DPRD Provinsi Jambi Cik Bur Absen Sidang Perdana

DETAIL.ID, Jambi – Burhanuddin Mahir alias Cik Bur, absen dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Jambi pada Rabu, 9 Juli 2025. Sebelumnya Cik Bur digugat perdata oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Jambi, belum lama ini.
Tak hanya Cik Bur, 5 tergugat lain juga absen. Kuasa Hukum Partai Demokrat, Endang bilang bahwa dari 6 tergugat hanya 1 yang menghadiri sidang diwakili kuasa hukumnya.
“Sidang pertama sudah berjalan, Cik Bur tak hadir. Hanya satu tergugat yang hadir, yaitu Ritas Mairiyanto melalui kuasa hukumnya, Bayu,” ujar Endang pada Rabu, 9 Juli 2025.
Lebih lanjut Endang bilang, sidang perdana belum memasuki pokok perkara alias masih dalam tahap pemeriksaan berkas para pihak. Meskipun para tergugat telah dipanggil secara patut, sebagian besar tidak hadir.
“Majelis hakim memutuskan akan memanggil kembali para tergugat secara patut untuk sidang kedua yang dijadwalkan pada 30 Juli 2025,” katanya.
Dalam perkara yang teregister dengan nomor perkara 117/Pdt.G/2025/PN Jmb ini Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jambi mencatat DPD Partai Demokrat Provinsi Jambi sebagai penggugat.
Sementara, Burhanuddin Mahir, Ritas Mairiyanto, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, Hermawan Budisusilo selaku Aset Sustainability Division Head PT Tower, serta Roy Hamonangan Aritonang R, tercatat sebagai tergugat.
Informasi dihimpun dari berbagai sumber, Anggota Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Jambi itu digugat lantaran memperpanjang kontrak kerja sama dengan PT Tower Bersama Infrastrukture (TBI) di atas kantor Demokrat Jambi sebelum masa kontrak habis.
Total perpanjangan kontrak selama 15 tahun terhitung 2024 – 2039 dengan nilai kontrak mencapai Rp 330 juta. Namun duit itu diduga kuat tidak disetorkan ke kas DPD Demokrat Jambi. Dan masalahnya lagi, perpanjangan kontrak diinisiasi oleh Cik Bur ketika dirinya tidak tak lagi menjabat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Jambi.
Terkait hal ini, belum diperoleh keterangan resmi dari Cik Bur maupun penasihat hukumnya.
Reporter: Juan Ambarita