DETAIL.ID, Jambi – Sekretariat Masyarakat Lingkungan, Pembangunan dan Sosial Ekonomi atau Setmas-LPAS berharap kepuasan masyarakat Jambi dengan kebijakan pemerintah adil dan merata bisa tercapai.
Masalah besar dihadapi dalam pembangunan saat ini lebih mementingkan konvensional. Pembangunan yang memang mampu meningkatkan ekonomi, tapi tidak melihat aspek sosial dan lingkungannya.
“Kami menilai aspek tersebut dianggap kurang penting oleh si pemberi izin. Padahal, ini adalah potensi berimbang dan diyakini ampuh menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Setmas-LPAS organisasi berada di jalur tengah dari berbagai organisasi lingkungan, pembangunan, sosial dan ekonomi, dengan menekan segala risiko serta dampak buruk dari ketiga kebutuhan tersebut,” ujar pendiri sekaligus Direktur Setmas-LPAS, Wisma Wardana, usai gelaran deklarasi tersebut di Galoe Rempah, di Sungai Sawang, Kota Jambi, Rabu, 12 April 2021.
Keseimbangan tersebut belum pernah diinisiasi secara terus menerus. Tentunya, Setmas-LPAS bakal mengkritisi semua kebijakan dan pembangunan konvensional yang berorientasi tunggal dalam perencanaan serta pelaksanaannya terutama keseimbangan ekologis, konflik dan ketahanan pangan, secara maksimal. Dengan memberi masukan kepada pemerintah sebagai penyeimbang.
Ia merujuk dari pertambangan batu bara di Provinsi Jambi. Ditandai dengan banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh pemerintah, namun tidak menunjukkan kesejahteraan masyarakat.
Mestinya, hadirnya perusahaan tambang di suatu daerah mampu menciptakan pertumbuhan berkelanjutan, yang dapat membentuk kemajuan masyarakat setempat.
Pemerintah tujuan akhir supaya masyarakat mendapat kemakmuran berkelanjutan tersebut. Di mana masyarakat bukanlah sebagai objek dari pembangunan ataupun proyek lingkungan.
“Diharapkan dapat menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, menengah dan tahunan. Untuk memperkuat organisasi, aksi yang Setmas-LPAS lakukan dengan meningkatkan kesadaran warga secara luas. Bahkan ke pemerintah maupun non pemerintah, mengkaji dan menganalisis kebijakan-kebijakan itu,” kata Wisma.
Pemerintah diharapkan tidak hanya berpikir bisnis namun juga harus melakukan kajian mendalam. Selama ini tambang melewati jalur darat dengan menggunakan jalan umum telah banyak menimbul masalah kecelakaan lalu lintas, bahkan kecelakaan saat pengendara yang menghindari jalan yang berlubang.
Jalan Khusus Batu Bara
Selain pemerintah daerah dibebankan untuk mengeluarkan dana yang sebegitu besar memperbaiki kondisi jalan rusak. Kemacetan hingga potensi udara tidak jarang berujung pada konflik.
“Sudah seharusnya punya jalan khusus. Ini merupakan kebutuhan mutlak karena melewati jalan umum justru menimbulkan kerusakan. Sekaligus mengantisipasi adanya lonjakan harga tambang di pasar dunia sekarang,” ucap Wisma.
Saat ini tren kenaikan Harga Batu Bara Acuan (HBA) akan terus berlanjut dan bisa lebih tinggi dibandingkan rata-rata harga pada tahun lalu yang jatuh akibat pandemi COVID-19.
HBA pada April 2021 kembali menguat ke level US$86,68 per ton, setelah sempat turun pada bulan sebelumnya. Nilai HBA sejak 2021 cukup fluktuatif. Dibuka pada level US$75,84 per ton di Januari , HBA mengalami kenaikan pada Februari ke level US$87,79 per ton. Kemudian sempat turun di Maret ke US$84,47 per ton.
“Reaksi kenaikan memicu pengusaha tambang untuk menaikkan produksinya, termasuk menghidupkan kembali tambang-tambang yang telah mati suri. Tindakan seperti ini harus cepat dicermati pemerintah,” kata Wisma.
Provinsi Jambi memiliki cadangan batu bara terbesar di Pulau Sumatra. Jika pada tahun 2009 produksi baru tercatat 2.690.971 ton, enam tahun kemudian meningkat menjadi 4.874.877 ton.
“Tak terbantahkan lagi bahwa batu bara tercatat sebagai penyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. Dengan potensi batu bara yang belum dieksplorasi sebanyak 788,65 juta ton, Jambi adalah salah satu lumbung batu bara nasional,” ujar Wisma.
Produksinya sejak tahun 2007 hingga 2012 di Provinsi Jambi mencapai 21,7 metrik ton. Jika dihitung dengan harga standar batu bara di pasaran, US$ 112/ton saja, penjualan batu bara dari Jambi menembus angka Rp24 triliun.
Kemiskinan Relatif Tinggi
Nyatanya angka kemiskinan di Jambi masih relatif tinggi. Badan Pusat Statistik mencatat pada Maret 2020 ada kenaikan 4.430 orang dari tahun sebelumnya. Secara keseluruhan angka kemiskinan mencapai 277.800 orang atau 7,58 persen. Angka ini naik 0,07 persen dari bulan September 2019.
Setmas LPAS juga menyoroti Perda Nomor 13 Tahun 2012 tentang larangan operasi yang masih lemah ditegakkan. Aktivitas angkutan batu bara yang beroperasi di luar jam ketentuan masih mengular pada siang hari.
“Paling tidak pemerintah mengatur ritme angkutannya jam operasi, perlu direvisi atau diberikan saja toleransi pada siang hari dengan jumlah per setiganya, supaya tidak terjadi penumpukan di malam hari. Para sopir sudah menyadari soal terjadi kepadatan lalu lintas dan dampak lingkungan. Buktinya sampai sekarang masih ada yang bandel. Pendapatan negara boleh meningkat, tapi harus mempertimbangkan segala risiko yang akan terjadi di tengah masyarakat.”
Andai saja semua ini bisa terwujud. Jalan khusus dapat ‘disewakan’ ke perusahaan-perusahaan tambang, kelapa sawit dan hutan tanaman industri dengan memungut retribusi. Dana hasil sewa pemakaian jalan lantas dapat dialokasikan bagi kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
“Potensi konflik pun niscaya dapat diminimalkan. Jika masyarakat di sekitar hutan sejahtera, kemandirian dalam berbagai aspek, khususnya pelestarian alam dan lingkungan akan tercapai,” kata Wisma.
Reporter: Ramadhani
Discussion about this post