TEMUAN
Temukan Dugaan Penyimpangan Proyek Multiyears Rp 262,8 Miliar, Sasar PT Nindya Karya dan PT YASA, Dedi Mappan: Batu Kubikal Diduga Tak Sesuai Dokumen

DETAIL.ID, Jambi – Hasil temuan sementara DPP LSM Peduli Pemantau Anggaran Negara (Mappan) terindikasi terdapat dugaan penyimpangan di dua paket multiyears bersumber dana APBN yang sedang dikerjakan di Jambi.
Dua paket proyek tersebut adalah proyek yang dimenangkan PT Nindya Karya dan PT YASA. PT Nindya mengerjakan proyek Preservasi Jalan Batanghari II – Zona V senilai Rp 133,3 miliar dan PT YASA mengerjakan proyek Preservasi Zona V – Muara Sabak senilai Rp 129,5 miliar. Total dananya mencapai Rp 262,8 miliar.
Ketua DPP LSM Mappan, Dedi menemukan dugaan penyimpangan tersebut salah satunya adalah penggunaan material batu kubikal yang berpotensi merugikan keuangan negara.
“Hasil penelusuran kami di lapangan terdapat dugaan penggunaan material batu kubikal yang tak sesuai dokumen dalam proyek multiyears tersebut. Saya berharap pihak BPJN IV membenahi hal tersebut agar tidak menjadi temuan penyimpangan,” katanya kepada detail pada Selasa, 1 Juni 2021.
Dedi punya argumen soal ini. Menurutnya, dalam dokumen lelang, batu kubikal mesti didatangkan dari Merak, namun hasil temuannya, material batu kubikal justru hanya didatangkan dari daerah yang terdekat dengan lokasi proyek yaitu Merlung, Tanjungjabung Barat.
“Barangkali, harga satuannya tidak masuk jika mendatangkan dari Merak sehingga mereka memobilisasi dari daerah terdekat agar harganya masih terjangkau. Namun bila dari Merlung, batu kubikalnya tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan,” ujar Dedi.
Ia menyayangkan betul dugaan penyimpangan tersebut karena penggunaan batu kubikal sangat menentukan kualitas jalan agar mampu menahan beban kendaraan besar, misalnya mobil bersumbu dua ke atas (roda 10 ke atas), mengingat jalan tersebut adalah jalan nasional.
Kenapa harus batu kubikal untuk campuran aspal atau beton? Ia menjelaskan bahwa tujuannya untuk mengikat. “Kenapa batu kerikil tidak dianjurkan untuk mengikat, kenapa justru batu pecah yang direkomendasi? Ya karena batu pecah lebih mengikat sehingga kualitas jalannya lebih tahan lama terhadap beban berat,” ucapnya menjelaskan secara rinci.
Ia memberi sebuah tabung diisi beton dan batu kerikil setinggi satu meter, maka yang padat hanya setengah ke bawah. Sementara setengah ke atas agregatnya tidak merata atau tidak komposit.
[jnews_element_newsticker newsticker_title=”baca juga” newsticker_icon=”empty” enable_autoplay=”true” autoplay_delay=”2500″ newsticker_animation=”vertical” number_post=”10″ post_offset=”1″]
“Fungsi batu pecah itu adalah untuk meratakan komposit tadi supaya lebih merata dan mengikat beton. Jadi misalnya untuk rigid beton setinggi 20 centimeter maka dengan menggunakan batu pecah lebih merata ke atas maupun ke bawah. Itu secara teknis ya,” katanya.
Lagipula, kata Dedi, jika menggunakan batu pecah dari Merlung maka dibutuhkan alat pemecah batu (stone cruser) agar menjadi pecah lebih dari 3 bagian. Setelah itu, masih dibutuhkan pula alat penyaring (pemisah) agar batu pecah yang keluar benar-benar batu pecah yang memenuhi standar.
“Alat pemecah batunya memang sudah di Jambi namun alat penyaringnya (pemisahnya) yang belum ada di sini. Jadi kita bisa paham kan dugaan penyimpangan seperti apa?” ujarnya.
Oleh karena itu, dia akan melaporkan kasus ini ke Kementerian PUPR di Jakarta agar dugaan penyimpangan bisa diminimalisir. “Ingat pesan Bapak Jokowi, kita perangi korupsi semaksimal mungkin,” ucapnya.
Soal ini langsung dibantah oleh Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IV Jambi, Ir Bosar Pasaribu. Menurutnya, material yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan dalam spesifikasi teknis, bukan didasarkan lokasi sumber lokasi material secara cepat.
“Memenuhi/tidak memenuhi persyaratan ditentukan melalui pemeriksaan di laboratorium yang qualified. Material di kedua paket tersebut sudah diuji di laboratorium sebelum digunakan,” katanya menjawab detail, belum lama ini.
Namun ketika ditanya apakah material yang dari Merlung, Tanjungjabung Barat itu diperuntukkan buat apa, Bosar Pasaribu mengaku belum tahu persis mengenai masing-masing sumber materialnya buat apa.
“Secara umum, saya tidak mengetahui secara mendetail soal sumber material dan pemanfaatannya dari setiap paket pek, termasuk paket jalan di Muara Sabak ini karena dalam pelaksanaan pekerjaan ada mekanisme kendali mutu dari masing-masing paket, antara lain dengan hasil uji laboratorium,” ujar Bosar Pasaribu.
Lalu ketika ditanya apakah sudah mengecek langsung ke lapangan? Bosar Pasaribu mengakui belum mengecek langsung ke lapangan. “Saya hanya mendapat laporan dari lapangan termasuk dari konsultan pengawas,” ucapnya dengan enteng.
Reporter: Jogi Sirait

TEMUAN
Awas! Ada 50 “Polisi Tidur” di Sepanjang Jembatan Batanghari 2

DETAIL.ID, Jambi – Bagi masyarakat Jambi yang melintasi Jembatan Batanghari 2 berhati-hatilah! Soalnya, ada sekitar 50 “polisi tidur” atau dalam istilah Bahasa Inggris speed bump atau traffic calming measure. Tidak tanggung-tanggung, 50 “polisi tidur” bertebaran di sepanjang 1,4 kilometer, sepanjang Jembatan Batanghari 2.
Pantauan media ini, tebal “polisi tidur” itu mencapai 5 hingga 10 sentimeter, sepanjang badan Jembatan Batanghari 2. BPJN IV Jambi biasa menyebut proyek “polisi tidur” ini dengan nama Expansion Joint.
Salah satu warga setempat, Harun Al Rasyid mengatakan proyek “polisi tidur” itu baru selesai dikerjakan dalam 10 hari terakhir, persisnya pada akhir Agustus 2025. Ia mengaku khawatir setiap melewati jembatan tersebut. “Entah apa manfaatnya proyek itu, Pak. Justru bikin kami waswas setiap lewat,” katanya pada Selasa, September 2025.
Salah satu pengamat Jembatan, R Sinambela mengaku kaget adanya “polisi tidur” sebanyak itu di jembatan. Menurutnya, Direktorat Jendral Bina Marga dalam setiap kegiatannya menggunakan standar teknis yang ketat terbukti dengan dikeluarkannya (SNI) seperti SNI 7396:2008 untuk asphaltic plug joint agar produk yang dihasilkan juga bermutu tinggi.
Ia menilai ada banyak kejanggalan terhadap proyek “polisi tidur” itu. Di antaranya adalah tidak ditemukannya penggunaan aspaltic, plat besi dan penggunaan aspal biasa.
“Jika dilihat dari photo dokumentasi sepertinya hanya disiram dari atas menggunakan aspal biasa sehingga terlihat agregatnya sudah tidak lagi menyatu. Sementara pada teknis pelaksanaannya diwajibkan menggunakan aspaltic dan dimasak langsung di lokasi. Sehingga dari hasil kegiatan di lapangan yang baru berumur mingguan sudah mengalami kerusakan,” katanya pada Selasa, 9 September 2025.
Alhasil, katanya, ketika melalui Jembatan Batanghari 2 tersebut seperti melewati “polisi tidur” dimana ketinggian atau elevasinya joint yang tidak beraturan dan dapat membahayakan pengendara roda dua.
“Maka diharapkan supaya joint yang ada sekarang untuk dilakukan pergantian atau dibongkar kembali dan dilaksanakan dengan standar yang ditentukan,” ujarnya.
Sampai berita ini diturunkan, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Jambi, Dedy Hariadi belum berkomentar. Pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh DETAIL.ID pada Selasa malam, tak dijawab Dedy Hariadi. (*)
TEMUAN
Ada Oknum Pemilik RPK Diduga Timbun Beras di Rumah Lalu Jual Kembali di Atas HET ke Toko

DETAIL.ID, Jambi – Praktik culas oleh oknum rekanan Bulog Jambi yakni pemilik Rumah Pangan Kita (RPK) dalam distribusi pemasaran beras SPHP masih jadi persoalan pelik yang masih saja terjadi.
Jika secara regulasi atau perjanjian antara rekanan dengan Bulog Jambi, setiap RPK dibatasi untuk menjual dua sak atau 5 – 10 kg kepada setiap pembeli per hari, sesuai dengan HET yang telah ditentukan.
Temuan lapangan mengungkap bahwa terdapat praktik perdagangan beras SPHP yang dijual tidak sesuai peruntukan, sederhananya pemilik RPK yang tidak bertanggungjawab menjual kembali beras SPHP yang diperoleh dari Bulog, kepada toko secara ilegal.
“Beras itu disimpan di rumah baru dijual kepada (toko) penampungan, untuk dijual kembali dengan harga di luar ketentuan (HET). Itu modus operandinya. Bulog dalam hal ini harus ambil tindakan terhadap pemain nakal ini,” ujar sumber, yang meminta identitas dirahasiakan pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Sebelumnya kasus penyelewengan beras SPHP diungkap oleh Sub Dit 1 Indagsi Ditreskrimsus Polda Jambi, dimana salah satu pemilik RPK, Rudi Setiawan ditangkap lantaran mengemas ulang beras SPHP Bulog pada karung polos dengan volume tertentu di Perumahan Bumi Citra Lestari, Kawasan Pal Merah, Kota Jambi.
Menurut Polisi, setidaknya Rudi telah berhasil menjual 1,4 ton beras SPHP tanpa label. Rudi pun disangkakan dengan Pasal Perlindungan Konsumen, sementara status RPK-nya langsung dicabut dan masuk daftar hitam Bulog.
Kepala Kanwil Bulog Jambi, Ali Ahmad Najih ketika dikonfirmasi saat rilis ungkap kasus bersama Ditreskrimsus di Polda Jambi, mengaku bahwa terdapat pengawasan dari pihaknya terhadap para rekanan atau RPK. Ia pun mengingatkan soal kesepakatan perjanjian antara mitra dengan Bulog.
“Ada (pengawasan). Ada, kita ada tim yang turun untuk memonitor ke lapangan,” ujar Aan, sapaan akrabnya.
Namun klaim tersebut dinilai masih meragukan, salah seorang warga menilai bahwa fungsi pengawasan dari Bulog Jambi belum berjalan maksimal. Hal itu jelas terlihat dari penjualan beras SPHP yang masih rawan manipulasi. Salah satu modus operandinya yakni tidak adanya kesesuaian antara izin lokasi toko yang didaftarkan. Beras disimpan SPHP yang dibeli dari Bulog disimpan dalam rumah, sebelum dipasarkan kembali.
“Jadi pertanyaan, pengawasan dari Bulog ini, pengawasan yang bagaimana?” ujar sumber tersebut.
Sementara Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia bilang, bahwa terkait permasalahan beras SPHP baru Rudi seorang yang menyandang status tersangka.
“Untuk sementara masih dia sendiri. Untuk yang lain masih kita dalami,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Diduga Sarat Persekongkolan, Tender Pembangunan Ruang Kelas Baru SMPN Satu Atap 21 Merangin Diwarnai Sanggahan

DETAIL.ID, Merangin — Proses tender pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SMPN Satu Atap 21 Merangin dengan nilai HPS mencapai Rp 501.901.837 menuai polemik. Dari 4 peserta tender, CV Sebayang Indah Mandiri dinyatakan sebagai pemenang namun CV Beta Jaya melayangkan sanggahan resmi terhadap hasil evaluasi panitia.
Tender ini sebelumnya diikuti empat perusahaan yakni CV Putra Tunggal dengan penawaran Rp 448,3 juta, CV Putra Bintang Rp 463 juta, CV Beta Jaya Rp 466,6 juta dan CV Sebayang Indah Mandiri Rp 489,4 juta. Berdasarkan hasil evaluasi, panitia menetapkan CV Sebayang Indah Mandiri sebagai pemenang tender, disusul CV Beta Jaya di posisi kedua.
Namun CV Beta Jaya keberatan dengan keputusan panitia. Perusahaan tersebut menilai evaluasi Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) tidak sesuai prosedur.
“Penilaian RKK seharusnya hanya didasarkan pada indikator Ada atau Tidak Ada terhadap 5 elemen keselamatan meliputi; Kepemimpinan dan partisipasi pekerja, Perencanaan keselamatan, Dukungan keselamatan, Operasi keselamatan, dan Evaluasi kinerja keselamatan,” kata pihak CV Beta Jaya, dalam keterangan resminya pada Selasa, 26 Agustus 2025.
CV Beta Jaya menuding panitia tender melakukan kesalahan evaluasi, penyimpangan prosedur, hingga penyalahgunaan wewenang. Pihak-pihak yang disebut meliputi Pokja Pemilihan, Kepala UKPBJ, PPK, PA/KPA, bahkan kepala daerah.
Selain sanggahan, evaluasi panitia juga menemukan indikasi persekongkolan antara CV Putra Tunggal dan CV Putra Bintang. Keduanya menggunakan dump truck yang sama, tanpa melampirkan dokumen SILA hasil pemeriksaan dan pengujian dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dokumen SILA milik CV Putra Bintang juga dinyatakan kedaluwarsa, karena pemeriksaan terakhir dilakukan pada April 2022.
Proses tender ini mengacu pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hingga saat ini, panitia tender belum memberikan pernyataan resmi terkait sanggahan yang diajukan oleh CV Beta Jaya.
Terakhir pihak CV Beta Jaya pun menekankan bahwa semua pihak berhak untuk dapat pelayanan publik yang baik sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dimana hal tersebut tak lain merupakan tanggung jawab yang melekat pada pihak Pokja sendiri.
“Sepertinya pihak pokja/pokmil tidak memahami tugas dan kewenangannya sehingga aturan dilanggar. Maka dari hal tersebut perlu kiranya mereka memahami arti dari equlity before the low (persamaan di hadapan hukum). Agar mereka mereka ini melek hukum,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita