DAERAH
Pertarungan Belajar Anak Rimba, Ancaman Berganti Asa

Anak Rimba ini berjuang keras belajar meski ditentang dan diancam keluarganya. Sebentar lagi, ia menikah dan bertekad mengejar beasiswa S2 ke luar negeri.
BAGI Mijak dan teman-temannya, belajar itu tak mudah. Selama tiga tahun, Anak Rimba itu dihantui tantangan dan ancaman. Hal yang paling menyedihkan seusai belajar, mereka harus menahan lapar. Mereka dihukum oleh orang tuanya masing-masing.
“Hal paling sedih sewaktu belajar itu, kami harus bertentangan dengan keluarga yang tidak setuju. Kami dihukum, kadang dipukul bahkan tidak diberi makan,” kata Mijak bernada sedih, menceritakan kenangan kelamnya kepada detail pada Sabtu, 7 Agustus 2021.
Untuk bertahan hidup, mereka mencari umbi-umbian dan memasaknya. Mereka juga memancing ikan. Terkadang hanya mendapat kodok pun, terpaksa mereka makan. Tak ada pilihan lain.
Bukan hanya mereka yang terancam. Guru mereka, Butet Manurung juga sempat terancam nyawanya. Hampir setiap minggu pula saat belajar, mereka didatangi dengan tombak. Anak-anak yang mau belajar dipaksa pulang oleh orang tuanya. Tapi Mijak dan teman-temannya tak menyerah.
Perjuangannya tidak mudah. Ancaman justru datang dari keluarga sendiri. Saat itu, pendidikan di luar justru dianggap ancaman terhadap eksistensi adat masyarakat rimba. Alhasil, upaya-upaya memberikan pembelajaran menemui beragam hambatan.
Meski aral melintang, tekad Mijak dan teman-temannya semakin kuat. Ia sangat antusias belajar pada saat itu. Rasa ingin tahunya begitu tinggi, hingga ia tekun dan sungguh-sungguh. Tahun 2000, Butet Manurung masuk ke dalam kalangan Suku Anak Dalam untuk mengajari baca tulis hitung (calistung).
Hingga tahun 2003 proses itu berlangsung Butet keluar dari KKI Warsi dan mendirikan Sokola Rimba. Mijak turut andil dalam berdirinya Sokola Rimba. Ia pun kerap diajak berkeliling masuk ke rombongan-rombongan Orang Rimba lain di wilayah Makekal Ulu, Taman Nasional Bukit Duabelas.
“Dulu itu beda. Kehidupan Orang Rimba cukup keras. Kami dididik disiplin dan bekerja keras. Tak boleh bermalas-malasan, jika malas bisa dipukul bahkan tak dikasih makan,” tutur Mijak mengisahkan.
Bagi Orang Rimba dahulu, pemahaman tentang belajar itu sangat berbeda. Mereka belajar dengan alam. Ada kepercayaan khusus tentang menguji kesiapan anak-anak di kalangan mereka. Jika ia bisa meniti jalan dari benang yang dibentangkan tanpa terjatuh, maka ia dianggap lulus.
Masuknya Butet Manurung membuat cakrawala anak rimba terbuka luas. Mijak pun kian antusias. Rasa ingin tahunya tinggi, hingga ia cepat menyerap pelajaran yang diberikan.
Proses belajarnya berlangsung setiap minggu. Mereka intens belajar dari pagi hingga malam. Mereka beristirahat sejenak untuk memasak dan makan, kemudian lanjut belajar lagi. Suasana belajar pun santai menyatu dengan alam.
Tapi semua tidak semudah yang dibayangkan. Jumlah anak yang belajar berguguran. Masalahnya, para orang tua di kalangan Orang Rimba tak setuju. Mereka menganggap mempelajari baca tulis hitung sebagai upaya menentang alam. Anak-anak yang belajar datang dan pergi tak menentu. Kadang, mereka dijemput paksa oleh orang tuanya.
Walau hanya tersisa 6 orang, mereka sangat bersungguh-sungguh untuk bisa membaca, menulis dan berhitung. Mijak melawan pertentangan dari keluarganya. Ia malah semakin gigih belajar.
Saking semangat dan seriusnya belajar, Mijak mengajak teman-temannya membuat gubuk khusus untuk belajar. Ia persembahkan gubuk sederhana itu sebagai kelas sekolah untuk membuat Butet Manurung lebih nyaman mengajar.
Bagi Mijak dan teman-temannya, Butet sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Mijak memang tak pernah melihat wajah ibunya sendiri. Ibunya meninggal dunia sebulan setelah melahirkannya. Ia kemudian dititipkan kepada keluarganya. Ia diasuh dan disusui oleh bibinya.
Sedangkan ayahnya pergi ‘melangun’. Praktis ia tak pernah merasakan kasih sayang orang tua kandung. Selain keluarga yang merawatnya, sosok Butet menjadi figur yang sangat Mijak sayangi.
Mijak Mengajar Orang Rimba
Setelah dirasa cukup menguasai pelajaran, Mijak kemudian diajak Butet melalui Sokola Rimba untuk berkeliling mengajar. Ia menjadi tenaga pengajar tambahan dari Sokola Rimba untuk masuk ke rombongan-rombongan suku anak dalam lain di wilayah Makekal ulu, Taman nasional Bukit Duabelas.
Masih sama, meski berasal dari anak rimba, bukan jaminan bahwa pelajaran baca tulis hitung (calistung) diterima oleh rombongan baru yang mereka jumpai. Ada yang menyambut baik, ada pula yang menolak. Meski demikian, bukan alasan untuk mereka berhenti. Mijak bertekad menyebarkan kebaikan untuk sesama Orang Rimba.
Setidaknya jika mereka memahami baca tulis hitung, mereka tidak lagi dibodoh-bodohi oleh orang luar ketika berinteraksi.
Sejak tahun 1999, memang mereka sudah mengenal uang. Mereka sudah mulai berinteraksi di pasar-pasar. Mereka menanam cabai, dan menjualnya. Selain itu, hasil hutan pun dijual untuk mendapatkan uang dan dibelikan kain.
“Beli kain itu tidak bisa rutin. Kadang dua sampai tiga tahun baru bisa terbeli lagi,” kata Mijak.
Mijak terbiasa bekerja keras. Dari kecil ia harus belajar bertahan hidup dan tidak boleh malas. Jika tak bisa rajin, ancamannya adalah dipukul bahkan tak diberi makan. Hukuman itu sangat berat bagi anak-anak seusia mereka.
Dengan ikut aktif di organisasi Kelompok Makekal Bersatu (KMB), ia memperjuangkan hak Orang Rimba. Ia punya harapan besar untuk dapat melindungi Orang Rimba dari beragam tekanan. Baik itu tekanan ekonomi maupun tuduhan terkait perambahan hutan.
Baginya, Orang rimba sangat menjaga alam. Mereka harus didukung untuk terus menjaga alamnya. Begitu pun terkait hak-hak atas tanah dan lingkungan mereka.
Mijak Kuliah
Perjalanan pendidikan Mijak cukup panjang. Interaksinya dengan masyarakat di Kota Bangko membuatnya menjalin pertemanan dengan masyarakat. Teman-temannya di Kota Bangko kemudian mendorongnya untuk mengejar paket. Ia pun mengikuti program paket hingga menyelesaikan paket C pada tahun 2012/2013.
Selain Butet Manurung, aktivis di Sokola Rimba lainnya bernama Willy menjadi sosok yang berjasa di hidupnya. Ia pernah dikabari oleh Willy soal tawaran beasiswa untuk kuliah di Jakarta. Namun dengan beragam pertimbangan, ia menolak.
“Waktu itu tahun 2019, ditawari kuliah di Jakarta. Tapi saya memikirkan Orang rimba. Siapa yang akan terus mendampingi mereka. Saya juga ada sedikit kebun yang harus diurus. Jadi, kalau berkuliahnya di Jambi bisa, tapi kalau di Jakarta sulit,” kata Mijak.
Akhir 2019 kemudian ia dikabari lagi oleh Willy, bahwa ada beasiswa di Jambi. Tak mau buang kesempatan, Mijak putuskan mengambil beasiswa itu. Kobaran semangat belajarnya terus ia jaga untuk tetap membara.
KiniMijak Tampung sedang mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Institut Agama Islam Muhammad Azim, dengan jurusan hukum tatanegara. Semangatnya belum pudar, ia ingin mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Sembari terus mengadvokasi saudaranya Masyarakat Hukum Adat Suku Anak Dalam (MHA SAD).
Sembari berkuliah, ia tetap memikirkan masa depan Suku Anak Dalam. Bahkan ia berencana mengangkat topik Suku Anak Dalam di dalam tulisan ilmiahnya.
“Judul skripsi saya rencananya tentang hukum masyarakat adat dan pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas, ada 3 usulan judul. Tapi tidak tahu mana yang akan disetujui,” ujarnya.
Asa Mijak kian mengangkasa. Berawal dari hanya belajar baca tulis hitung, kini ia mengenyam pendidikan perkuliahan menuju gelar sarjana. Ia bertekad melanjutkan S2 ke luar negeri. Bila mendapat beasiswa penuh ke Belanda, ia berangan untuk mengejarnya.
Saat ini ia fokus menyelesaikan studinya. Rencana terdekatnya ia akan segera menikah. Sembari tersipu malu ia menceritakan rencananya.
“Doakan saja, kalau lancar rencananya bulan 10 ini menikah. Tapi saya belum bisa memberitahukan identitas calon saya. Semoga bisa berjalan lancar,” tutur Mijak.
Kini Mijak sudah berhasil melewati beragam ancaman dan tantangan. Impian menggapai pendidikan tertinggi terus ia lambungkan. Satu per satu ia tapaki dan raih. Selain pendidikan formal, ia juga aktif dalam beragam pelatihan. Hingga ia pun pernah menyabet penghargaan dari BKSDA karena telah berjasa dalam keseimbangan lingkungan dan hutan.
Mijak berpesan untuk anak-anak muda Orang Rimba agar memanfaatkan waktunya untuk belajar. Saat ini tidak lagi sulit seperti dahulu. Kesempatan itu harus bisa dimaksimalkan. Setelah belajar, jangan lupakan keluarga Orang Rimba. Ia ingin kehidupan Orang Rimba terus diperjuangkan.
Reporter: Febri Firsandi

DAERAH
M Shadiq Pasadigoe Serap Aspirasi dan Berikan Bantuan Perbaikan Tempat Penjualan Ikan di Muaro Padang

DETAIL.ID, Padang — Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai NasDem, Ir. M. Shadiq Pasadigoe, S.H., M.M, kembali turun langsung ke tengah masyarakat dalam agenda reses dan penyerapan aspirasi masyarakat pesisir di kawasan Muara Padang, baru baru. Dalam kesempatan tersebut, beliau memberikan bantuan untuk perbaikan tempat los perdagangan ikan, sebagai bentuk kepedulian terhadap nelayan dan pedagang ikan setempat.
Kunjungan tersebut disambut hangat oleh para tokoh masyarakat dan pedagang ikan Muara Padang, yang menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas perhatian nyata M. Shadiq Pasadigoe terhadap kebutuhan masyarakat kecil.
Dalam sambutannya, M. Shadiq Pasadigoe menegaskan bahwa perjuangan membela hak-hak nelayan dan pedagang ikan merupakan bagian dari tugas konstitusional dan amanat Partai NasDem dalam menjalankan gerakan restorasi Indonesia.
“Kita tidak boleh membiarkan para nelayan dan pedagang kecil berjuang sendiri. Negara harus hadir. Bantuan ini bentuk kecil dari upaya kita memperjuangkan hak-hak mereka, agar kehidupan ekonomi pesisir lebih kuat dan sejahtera,” kata Shadiq.
Sebagai anggota Komisi XIII DPR RI, M. Shadiq juga menyampaikan bahwa berbagai regulasi dan program yang sedang diperjuangkan di parlemen berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan, perlindungan nelayan, dan pemberdayaan UMKM sektor perikanan.
Ia menambahkan, gerakan restorasi yang diusung Partai NasDem bukan hanya slogan politik, tetapi merupakan ikhtiar nyata membangun kembali semangat gotong royong, keadilan sosial, dan kemanusiaan, sebagaimana nilai-nilai luhur bangsa dan filosofi Minangkabau.
“Bak pituah Minang, anak dipangku, kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan. Artinya, kita semua punya tanggung jawab moral untuk saling menjaga dan memperkuat sesama,” ujar Shadiq menutup sambutannya.
Dengan adanya dukungan dari wakil rakyat seperti M. Shadiq Pasadigoe, masyarakat Muara Padang berharap agar kawasan perdagangan ikan dapat kembali berfungsi dengan baik, menjadi pusat kegiatan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan bagi nelayan dan pedagang setempat.
Reporter: Diona
DAERAH
Lokakarya Berbasis Cinta di MTsN 10 Tanah Datar, Wujudkan Generasi Emas

DETAIL.ID, Tanah Datar – MTsN 10 Tanah Datar menggelar kegiatan Lokakarya Implementasi Kurikulum Cinta (KBC) dengan tema “Implementasi Kurikulum Cinta (KBC) bagi Pendidik serta Meningkatkan Kompetensi Guru Memahami Pembelajaran Mendalam di MTsN 10 Tanah Datar.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu, 8 Oktober 2025, bertempat di Aula MTsN 10 Tanah Datar. Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tanah Datar, Amril, Dalam sambutannya, Ia menyampaikan pentingnya inovasi dan pembaruan dalam dunia pendidikan, terutama dalam penerapan kurikulum yang menumbuhkan nilai cinta dan karakter positif di lingkungan madrasah.
Sebagai narasumber utama, Dr. Rika Maria, M.A. memaparkan berbagai strategi dan pendekatan pembelajaran mendalam yang relevan dengan implementasi Kurikulum Cinta (KBC). Rika Maria menekankan bahwa guru berperan penting dalam menghadirkan proses belajar yang bermakna, menyenangkan, serta berpusat pada peserta didik.
Lokakarya ini dihadiri oleh seluruh pendidik MTsN 10 Tanah Datar yang tampak antusias mengikuti setiap sesi. Melalui kegiatan ini, diharapkan para guru semakin memahami konsep pembelajaran mendalam dan mampu mengintegrasikan nilai-nilai cinta, empati, serta tanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar di madrasah.
Kegiatan berjalan lancar dan penuh semangat. MTsN 10 Tanah Datar berkomitmen untuk terus meningkatkan kompetensi pendidik agar mampu menciptakan pembelajaran yang bermutu dan berkarakter sesuai dengan semangat Kurikulum Cinta (KBC).
Reporter: Diona
DAERAH
Maulana Larang Truk Isi Solar di SPBU Dalam Kota, Wali Kota Dinilai Monopoli

DETAIL.ID, Jambi – Pemerintah Kota Jambi menerbitkan Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2025 tentang Pengaturan Penggunaan Bahan Bakar Solar untuk Kendaraan Roda Enam atau Lebih di SPBU Wilayah Kota Jambi. Kebijakan ini diumumkan oleh Wali Kota Jambi, Maulana saat memimpin apel pelepasan Satgas Pengurai Kemacetan Akibat Antrean BBM Solar di halaman Mako Damkar Kota Jambi, Rabu, 8 Oktober 2025.
Dalam surat edaran tersebut, kendaraan roda 6 atau lebih hanya diperbolehkan melakukan pengisian bahan bakar solar di 7 SPBU yang berada di kawasan jalan lingkar Kota Jambi. Ketujuh SPBU itu akan beroperasi 24 jam penuh untuk memastikan ketersediaan solar bagi kendaraan angkutan tetap terjamin.
Adapun tujuh SPBU yang ditunjuk yaitu;
- SPBU Nomor 24.361.13 di Paal X
- SPBU Nomor 24.361.38 di Talang Bakung
- SPBU Nomor 34.361.54 di Simpang Gago-Gado
- SPBU Nomor 24.376.01 di Lingkar Selatan
- SPBU Nomor 24.376.79 di Bagan Pete
- SPBU Nomor 34.361.02 di Aur Duri
- SPBU Nomor 24.361.04 di Paal VIII.
“Saya sudah berkoordinasi langsung dengan pihak Pertamina agar ketersediaan solar di tujuh SPBU ini terjamin. Jangan sampai ada antrean panjang yang mengganggu arus lalu lintas,” ujar Maulana.
Dari total 17 SPBU di Kota Jambi yang menjual solar, sepuluh di antaranya berada di kawasan dalam kota. Dengan kebijakan baru Maulana, SPBU tersebut bakal hanya diperuntukkan bagi kendaraan roda 4 atau pribadi, tidak bisa lagi bagi kendaraan angkutan berat.
Maulana juga memerintahkan Tim Terpadu Pemkot Jambi, TNI/Polri dan Pertamina untuk melakukan pengawasan ketat di seluruh SPBU dalam kota. Bila ditemukan indikasi pelansiran atau penyalahgunaan barcode pengisian, kata Maulana, segera koordinasikan dengan Polresta dan Kodim 0415/Jambi untuk dilakukan penindakan.
Satgas gabungan akan melakukan patroli rutin guna mencegah antrean panjang kendaraan solar dan memastikan distribusi BBM tepat sasaran. Langkah ini diambil agar penyaluran solar bersubsidi tidak disalahgunakan oleh oknum pelangsir dan agar arus lalu lintas di Kota Jambi tetap lancar.
Wali Kota juga mengingatkan pengelola SPBU untuk mematuhi seluruh ketentuan dalam surat edaran. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sanksi tegas, mulai dari tilang kendaraan, teguran administratif, hingga pencabutan izin operasional SPBU.
“Tidak ada toleransi bagi pelanggar. Semua demi kepentingan masyarakat dan kelancaran lalu lintas di Kota Jambi,” katanya.
Namun kebijakan Maulana tersebut tak terlepas dari kritikan oleh elemen masyarakat. Salah satunya datang dari Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI). Ketua LPKNI, Kurniadi Hidayat mencium aroma monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dari kebijakan baru Maulana itu.
“Karna kita melihat salah satu dari 7 SPBU yang diperbolehkan itu indikasinya punya pak Wali Kota sendiri,” kata Kurniadi.
Selain itu, Ketua LPKNI menyoroti warga atau pekerja di dalam Kota Jambi yang dipaksa harus menempuh jarak lebih jauh ke SPBU pinggiran kota hanya untuk mengisi BBM, kebijakan Maulana dinilai mengesampingkan kelompok warga pada kategori tersebut.
“Misalkan tinggalnya itu di Sipin, jauh kemana-mana (7 SPBU). Sementara dia kerja di toko material. Jadi itupun harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Menurut Kurniadi, seharusnya Wali Kota Jambi Maulana dapat memberi ruang bagi warga masyarakat pengguna kendaraan roda 6 untuk tetap dapat mengisi BBM pada SPBU dalam kota.
“Setidak-tidaknya harus punya izin khusus yang memang mobil dalam Kota dan kerja di kota Jambi, agar diberikan stiker khusus agar bisa mengisi BBM pada SPBU dalam Kota,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita