DETAIL.ID, Jambi– Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah Indonesia yang memiliki hamparan lahan gambut. Kesalahan dalam pengelolaannya akan menimbulkan segudang persoalan. Ancaman terbesar yakni kebakaran lahan.
Mari merefleksikan peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2019 silam di Provinsi Jambi. Asap dimana-mana, masyarakat penyakit ispa dan kerugian ekonomi melanda.
Merujuk pada data Walhi Jambi, 31 Oktober 2019, terdapat sekitar 165.186,58 hektare kebakaran hutan dan lahan dan sebanyak 114.000 hektare disumbang oleh lahan gambut.
Persoalan yang terjadi pada lahan gambut pun tidak lepas dari sorotan publik. Termasuk organisasi lingkungan, seperti Perkumpulan Hijau.
Fery Irawan, Direktur Perkumpulan Hijau angkat bicara. Saat ditanya apa yang menonjol pada lahan gambut di Jambi saat ini, ia menjawab singkat. “Kerusakan,” ujarnya pada Detail, Jumat, 9 September 2022.
Akibat kerusakan itu, jika terjadi kemarau selama 2 minggu saja, dapat dipastikan lahan gambut akan terbakar. Kata Fery, “Kalau itu tidak dilakukan pencegahan dan pengelolaan yang baik, akan terbakar”.
Ia menyampaikan, lahan gambut di Provinsi Jambi hampir rusak total. Mengapa tidak, dari sekitar 700 ribu hektare lahan gambut di Jambi, 80 persennya telah dilanda kerusakan.
Fery pun menjelaskan asal-muasal terjadinya kerusakan ini. Hampir seluruhnya bermula dari pembuatan kanal-kanal besar dari konsesi perkebunan HTI, HGU dan HPH.
“Gambut itu rusaknya karena dibuat kanal- kanal oleh perusahaan itu. Agar gambut kering dan bisa ditanami,” katanya.
Sejauh ini, pemerintah daerah Provinsi Jambi mengambil peran namun tidak maksimal. Kata Fery, Team Restorasi Gambut Daerah (TRGD) yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah hanya mendorong perusahaan melakukan pengawasan saja. Bukan menekan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan.
“Pemerintah Provinsi Jambi tidak ada ketegasan dan keberanian menekan perusahaan. Yang ditekan itu selalu masyarakat,” tambahnya.
Fery mengungkapkan pengalamannya di lapangan. Banyak temuan dari pihaknya yang mendapati lahan gambut terbakar di wilayah perusahaan. Namun, masyarakat yang dituding sebagai penyebabnya.
“Investigasi kita pada tahun 2019, kebakaran hutan dan lahan berasal dari 2 HPH, yakni PT Pesona Belantara Persada dan PT Putra Duta Indah. Sehingga Walhi menggugat agar pemerintah melakukan pencabutan izin. Itu fakta hukum dari investigasi kita,” ujar Fery.
Lebih lanjut, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Jambi ini mengatakan kerusakan dan kebakaran lahan gambut bermula ketika pemerintah memberi izin kepada perusahaan.
“Yang selama ini yang dituduh adalah masyarakat, membakar dan ditangkap. Padahal, perusahaan yang membuat kanal- kanal besar,” kata Fery.
Reporter: Frangki Pasaribu
Discussion about this post