Menurutnya, hal tersebut tidak ada dalam seruan program pemerintah. “Kebijakan fiskal, rencana kerja pemerintah (RKP), dan rencana belanja pemerintah sentra, tidak terdapat kebijakan dan program terkait subsidi kendaraan beroda empat listrik,” ujarnya terhadap CNNIndonesia.com, Sabtu, 17 Desember 2022.
“Bahkan, nota keuangan yang disampaikan Presiden (Jokowi) terhadap dewan perwakilan rakyat juga tidak menyebutkan adanya acara terkait mobil listrik,” tuturnya.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu upaya penurunan emisi karbon yang sudah memiliki landasan hukum ialah melakukan pajak karbon. Hal itu bisa dikerjakan dengan peta jalan yang memutuskan sasaran-sasaran terukur.
Senada, Anggota Komisi XI dewan perwakilan rakyat RI Didi Irawadi Syamsuddin turut mempertanyakan soal kebijakan subsidi kendaraan listrik yang digembar-gemborkan pemerintah melalui Kementerian ESDM sampai Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Didi bahkan menyoroti secara khusus pernyataan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita yang menyampaikan pemerintah bakal memberikan subsidi sebesar Rp80 juta untuk pembelian kendaraan beroda empat listrik dan Rp 40 juta untuk mobil berbasis hybrid.
Sedangkan, pembelian motor listrik disubsidi Rp 8 juta dan motor konversi Rp 4 juta.
“Pernyataan semacam ini mesti berbasis benefit and cost analysis dan hasilnya dipaparkan ke dewan perwakilan rakyat atau masyarakat. Bukan diucapkan begitu saja,” tutur Didi.
Menurutnya, harga bersifat subsidi juga harus dilihat apakah berguna, mirip pertolongan kepada kebijakan ramah lingkungan lebih besar dibandingkan biayanya.
Politisi partai Demokrat itu mencemaskan bakal terjadi persaingan antara Pertamina yang mempunyai otoritas di materi bakar minyak (BBM) dengan PLN selaku yang mengurusi listrik negara. Didi menggambarkan hal tersebut sebagai ‘kanibalisme antar BUMN’.
Ia juga mempertanyakan sejumlah dasar dari dukungan subsidi motor dan kendaraan beroda empat listrik tersebut, dimulai dari segmen masyarakat yang disasar hingga kesiapan infrastruktur penunjang.
Didi merinci dua segmen masyarakat yang perlu diperhitungkan selaku sasaran subsidi. Pertama, mereka yang bisa mengisi baterai listrik di rumah dengan daya listrik yang besar.
Kedua, penduduk yang mesti pergi ke kawasan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
“Jika segmen kedua yang dibidik, sebaran daerah recharge apakah telah selaras dengan sebaran target pasarnya? Atau purposive hanya penduduk di kota tertentu? Semakin besar sebarannya secara geografis, makin besar kemungkinan inefisiensi dalam pengadaan tempat recharge,” ujarnya.