Jumlah itu meningkat dibanding hari sebelumnya yang mencapai 1.995 masalah. Pada Minggu, 18 Desember 2022, China juga melaporkan dua kasus akhir hayat pertama sejak 3 Desember.
Lonjakan masalah Covid-19 di China ini menjadi sorotan dunia. Pasalnya, China gres-gres ini mencabut hukum ketat negara itu terkait Covid-19.
Pencabutan itu sendiri dijalankan sehabis Beijing diprotes besar-besaran oleh penduduknya buntut kasus kebakaran di Urumqi, Xinjiang.
Saat itu petugas pemadam kebakaran dinilai telat datang ke lokasi lantaran terhambat penutupan jalan balasan lockdown yang berlaku di daerah itu.
Terkait lonjakan perkara, sejumlah mahir menilai pencabutan pembatasan di China itu menjadi dalang dari tingginya angka abses.
Dari pengukuhan warga Beijing, mereka menyampaikan banyak orang-orang terdekat mereka yang terinfeksi Covid-19 sejak Beijing mencabut aturan ketat pada 7 Desember kemudian.
“Keluarga aku baik-baik saja, tetapi lebih dari separuh kolega aku mengidap Covid-19 sekarang,” kata Yueying Wang kepada NBC News.
James Zimmermann, seorang pengacara di China, juga mengaku bahwa 90 persen rekannya di kantor jatuh sakit.
Pada Minggu, 17 Desember 2022, kota metropolis Chongqing bahkan mengumumkan pegawai sektor publik yang positif Covid-19 tetap melakukan pekerjaan “mirip biasa”. Ini memperlihatkan pergantian drastis kebijakan Covid-19 China yang sebelumnya menerapkan lockdown ketat suatu kawasan meski hanya terdapat beberapa perkara aktual virus corona saja.
“Pegawai (Partai Komunis) dan organisasi pemerintah yang tidak memberikan tanda-tanda dan sakit ringan di semua tingkatan perusahaan dan institusi mampu bekerja secara normal sesudah mengambil langkah-langkah santunan yang diharapkan untuk status kesehatan dan standar pekerjaan mereka,” ucap pernyataan kantor tanggap pandemi Covid-19 Chongqing.
Dikutip CNN, pemerintah Chongqing menyertakan bahwa forum pemerintah tidak akan lagi melakukan tes Covid-19 kepada karyawan termasuk polisi, guru sekolah umum, dan pekerja yang lain saban hari. Sebaliknya, pihak berwenang akan mengalihkan konsentrasi pekerjaan dari pencegahan bengkak ke santunan kesehatan dan pencegahan penyakit parah, katanya.
Terlepas dari rasa lega lockdown rampung, lonjakan perkara Covid-19 pun menciptakan masyarakat tetap cemas dan berbondong-bondong memborong obat untuk disimpan di rumah. Toko-toko sampai kehabisan stok karena ‘panic buying’ tersebut.
Bukan cuma obat, penduduk juga mulai berbelanja lemon dan persik selaku alternatif medis. Kedua buah itu dipercaya bisa mengobati penyakit akibat Covid-19.
Profesor di Universitas Hong Kong, Jin Dong Yan, pun menilai tingginya masalah Covid-19 di Beijing ini mirip tsunami, alih-alih lonjakan.
“Ini bukan lonjakan, ini tsunami,” kata Jin.
Meski begitu, pencabutan pembatasan sebagai penyebab awal gelombang masalah di China ini masih menjadi perdebatan.
Mike Ryan, direktur kedaruratan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meyakini para pejabat China berpendapat bahwa lockdown “tidak akan menghentikan penyakit” sampai kesudahannya memutuskan bahwa pembatasan bukan lagi opsi terbaik.
Sejauh ini, sejumlah pihak memprediksi pencabutan pembatasan di China bakal mengakibatkan kasus ajal dalam waktu dekat.
Salah satunya Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) yang memperkirakan kasus kematian China bakal mencapai lebih dari satu juta hingga 2023. Direktur IHME Christopher Murray juga beropini sekitar sepertiga populasi di China bakal terinfeksi ketika itu.