DETAIL.ID, Jambi – Sejumlah massa aksi solidaritas mendatangi Polda Jambi dan membawa spanduk besar yang berisikan petisi dukungan terhadap Marsita dan Bodang.
Massa aksi tergabung dalam Serikat Petani Indonesia (SPI) Desa Sakean dan mahasiswa. Mereka melakukan longmarch dari taman makam pahlawan Jambi menuju Polda Jambi untuk melakukan orasi pada Senin, 19 Desember 2022.
Para petani dan mahasiswa itu menuntut penghentian kasus yang menjerat rekan mereka, Marsita dan Bodang. Keduanya diduga melakukan tindak pidana, pada pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Diketahui, sebelumnya kejadian itu bermula saat Marsita menyampaikan pendapat pada aksi damai Hari Tani 28 September 2022 lalu. Kemudian video acara tersebut diunggah oleh Bodang yang juga seorang pegiat media sosial, YouTube.
Merasa tersinggung atas adanya video tersebut, salah satu oknum dari PT Erasakti Wira Forestama (EWF) kemudian melapor ke Polda Jambi.
Dalam orasinya, koordinator lapangan aksi, Yoggy Sikumbang menyampaikan jika pasal 28 UUD 1945 telah dikangkangi. Kata Yoggy, Hal itu terbukti dengan pelaporan yang mengaitkan petani Desa Sakean.
Ia melampiaskan kekecewaannya lantaran permasalahan yang mereka sampaikan tidak mendapatkan penanganan serius dari pemangku kekuasaan.
“Malahan hal sepele yaitu tersinggungnya oknum menjadi hal yang dikerjakan,” kata Yoggy.
Sementara seorang demonstran, Husen mengatakan jika petisi yang mereka buat merupakan ini bentuk tanggung jawab dan kekeluargaan masyarakat Desa Sakean. Ia menerangkan bahwa apa yang dilakukan oleh Marsita dan Bodang merupakan kesepakatan dan tanggung jawab bersama masyarakat Desa Sakean.
“Satu anggota kami yang dikriminalisasi maka semua juga akan merasakan dampaknya,” kata Husen.
Usai menyampaikan orasi, sebanyak 10 orang perwakilan massa diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi ke dalam Mapolda Jambi.
Salah satu perwakilan, Yuda Pratama mengatakan bahwa pasal yang disangkakan kepada Marsita dan Bodang bukan merupakan suatu penghinaan terhadap siapa pun.
“Apa yang disampaikan oleh Marsita dan Bodang merupakan kritik terhadap sifat penindasan yang ada. Kami sudah melakukan analisis yang bersumber dari kajian ilmiah terhadap pasal tersebut dan kesimpulannya memang tidak memenuhi unsur untuk dikatakan sebagai suatu penghinaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yuda mengatakan jika para petani telah menyampaikan pendapat di tempat yang seharusnya, tidak menggunakan kata-kata kotor, menyampaikan kritikan untuk membela diri dan kepentingan umum serta mengkritik wakilnya pada saat itu.
“Wakil rakyat tidak boleh anti kritik, hal inilah yang mematikan nalar kritis rakyat dan berpotensi memperkokoh kesewenang-wenangan penguasa. Ini tidak dibenarkan untuk suatu negara demokrasi,” katanya.
Hasil dari pertemuan massa aksi dengan pihak kepolisian yakni semua pihak akan menghormati dan menghargai prosedur penyelidikan yang sedang berjalan.
Masukan yang disampaikan oleh pihak masyarakat diterima dengan baik dan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk proses penyelidikan kasus lebih lanjut.
Reporter: Frangki Pasaribu
Discussion about this post