“Apa yang mampu teratasi dengan pengunduran diri saya? Kami akan terus di sini hingga Kongres memutuskan untuk mempercepat pemilu,” ujar Boluarte, Sabtu, mirip dikutip AFP.
Sehari sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Peru, Jose Williams, menyampaikan bahwa dilema percepatan pemilu mungkin akan dibahas dalam sesi setuturnya di Kongres.
Awalnya, Peru semestinya menggelar pemilu pada 2026. Guna meredam amarah demonstran,Boluarte sempat mengajukan percepatan pemilu menjadi 2024.
Meski demikian, para pengunjuk rasa mendesak pemilu digelar sesegera mungkin. Boluarte pun kembali mengajukan tawaran untuk mempercepat pemilu menjadi Desember 2023.
Tak puas, warga tetap turun ke jalan, menuntut pemilu lebih cepat agar mereka dapat menentukan pemimpin yang betul-betul diinginkan rakyat.
Peru masih terus didera demonstrasi sejak pekan lalu, ketika mantan presiden Pedro Castillo berupaya membubarkan dewan perwakilan rakyat dan memerintah berdasarkan dekrit.
Parlemen Peru lantas memakzulkan Castillo. Aparat pun eksklusif menahan Castillo saat sang mantan presiden dalam perjalanan menuju kedutaan besar Meksiko untuk mencari suaka.
Kerusuhan makin membara usai penahanan Castillo. Peru pun mendeklarasikan status darurat pada Rabu kemudian yang mau berlaku selama 30 hari.
Menteri Pertahanan Peru, Alberto Otarola, menyampaikan bahwa status darurat diberlakukan sebab “langkah-langkah vandalisme dan kekerasan” sampai penutupan jalan di tengah kerusuhan.
Otarola juga memberitahukan kepolisian dan angkatan bersenjata akan “mengendalikan seluruh daerah.”
Sebagaimana dilansir AFP, Otarola membeberkan bahwa dengan status darurat ini, pemerintah juga dapat “mencabut kebebasan bergerak dan berkumpul” dan menerapkan jam malam.