“Tuduhan bahwa aku melakukan intimidasi dan bahaya melalui panggilan video pada 7 November 2022 itu tidak benar alasannya setiap kegiatan sudah ada tim teknis yang mempunyai peran untuk menerangkan substansi,” ujar dia, saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Senin, 19 Desember 2022.
Ia menambahkan pada 7 November 2022 pihaknya hanya melaksanakan rapat di tingkat sekretariat KPU provinsi yang ialah acara berkala dalam rangka penyiapan rekapitulasi hasil verifikasi aktual partai politik calon akseptor pemilu di tingkat provinsi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan sekretariat di setiap tingkatan KPU memiliki peran, fungsi, dan wewenang sebagai tata cara penunjang. Sekretariat memperlihatkan dukungan teknis administrasi terhadap ketua dan anggota KPU, baik di tingkat sentra, provinsi maupun kabupaten/kota.
Di antaranya, mereka bertindak sebagai operator Sistem Informasi Partai Politik dan sistem teknologi info lainnya di KPU.
“Kaitannya dengan penyelenggaraan tahapan pemilu, kewenangan sekretariat sebatas memfasilitasi terlaksananya setiap tahapan pemilu. Kebijakan dan keputusan di setiap tahapan ialah wewenang ketua dan anggota KPU pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” ujar ia.
Sebelumnya, persoalan keterkaitan dia dalam dugaan kecurangan berupa manipulasi data pada tahapan verifikasi positif partai politik itu disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih secara online.
Mereka menyampaikan, menurut aduan serta gosip yang diterima, setidaknya ada 12 kabupaten/kota dan tujuh provinsi yang diduga mengikuti aba-aba dari KPU RI untuk berbuat curang dikala verifikasi konkret partai politik kandidat akseptor Pemilu 2024 berlangsung.
Kronologi kecurangan tersebut yaitu selaku berikut, pada 5 November 2022, sesudah melaksanakan verifikasi nyata partai politik, KPU kabupaten/kota menyerahkan hasil verifikasi nyata kepada KPU tingkat provinsi.
Lalu, pada 6 November 2022, KPU provinsi melaksanakan rekapitulasi hasil verifikasi konkret partai politik untuk seluruh kabupaten/kota lewat aplikasi Sipol.
Berikutnya, praktik indikasi kecurangan pertama disangka terjadi pada 7 November 2022 saat sudah direncanakan akan dijalankan penyampaian hasil rekapitulasi verifikasi aktual partai politik oleh KPU provinsi kepada KPU.
Saat itu, anggota KPU pusat mendesak KPU provinsi melalui panggilan video untuk mengubah status verifikasi partai politik tertentu, dari yang mulanya tidak memenuhi syarat berubah menjadi memenuhi syarat. Namun, hal tersebut ditolak oleh KPU provinsi.
Karena adanya penolakan, versi intervensi diubah dengan Sekjen KPU yang disangka memerintahkan sekretaris KPU tingkat provinsi untuk melakukan hal serupa. Sekjen KPU disebut menyuruh pegawai operator Sipol kabupaten/kota untuk mengunjungi kantor KPU provinsi kemudian meminta ubah status verifikasi partai politik.
Dikabarkan pula Sekjen KPU sempat berkomunikasi melalui panggilan video untuk menginstruksikan hal tersebut secara pribadi disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak perintah itu.