Di sekitar Paul, sejumlah pegawanegeri polisi berjaga. Beberapa di bagian halaman gedung, beberapa yang lain di luar.
Gedung itu terletak di Citangkil, Kota Cilegon, Banten. Lokasinya berada di dalam area permukiman, berdampingan dengan rumah warga. Tak ada plang penanda apa pun di gedung yang dikelilingi pagar itu.
Waktu menunjukkan pukul 09.20 WIB ketika Paul ikut masuk ke dalam gedung. Melewati barisan orang yang duduk, beliau eksklusif menuju panggung.
“Ibadah akan kita mulai, selamat Natal,” kata beliau.
Paul ialah seorang Gembala Gereja Baptis. Bersama dengan puluhan jemaat, hari itu mereka akan melakukan ibadah yang bertepatan dengan perayaan Natal.
Baik Paul maupun jemaat menyebut gedung itu selaku Rumah Doa Cilegon. Ya, bukan gereja, tetapi rumah doa.
Cerita panjang soal penolakan, demo sampai izin pendirian gereja yang tak kunjung turun, menjadi latar belakang diberikannya nama itu.
Di Cilegon, polemik soal pendirian gereja bukan hanya dirasakan oleh jemaat gereja baptis. Akibatnya, hingga tahun ini belum ada satu pun gereja yang bangkit di Cilegon.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cilegon 2021, ada 381 masjid dan 387 musala di Kota Cilegon. Namun, tak ada satu pun gereja, pura sampai vihara.
Hari itu, ibadah Natal berjalan lebih dari sejam. Kidung kebanggaan terdengar, jemaat khidmat, hingga khotbah menggema.
Saat ibadah rampung, Rumah Doa bukannya jadi sepi, yang ada malah bertambah ramai. Ibu-ibu dan belum dewasa warga sekitar beramai-ramai masuk ke halaman Rumah Doa.
Di halaman, gerobak makanan mulai dari bakso, siomay sampai cendol sudah disiapkan.
“Makan dahulu, bu,” kata Paul ke rombongan ibu-ibu berkerudung yang masuk ke halaman.
Rombongan jemaat dan warga sekitar berbaur di halaman Rumah Doa pagi itu. Mereka bercengkerama dan makan bareng .
Selepas makan, warga menukar kupon yang diberikan kepada mereka dengan sembako berisi beras, minyak, gula sampai mi instan. Mereka pulang menenteng tentengan.
Tak sedikit dari mereka yang menyapa Paul sebelum beranjak dari rumah doa.
“Makasih, pak,” kata seorang ibu.
“Kalau masih ada kuponnya, saya boleh minta satu lagi, pak,” ucap ibu yang lain.
Â