Dalam perundingan itu, parlemen Uni Eropa juga oke memaksimalkan target pengurangan emisi sampai 62 persen pada 2030. Keputusan ini merupakan langkah pembatasan karbon yang terbesar dan pertama di dunia.
Untuk merealisasikan penerapan pajak tersebut, para menteri Uni Eropa telah menyelesaikan draf akhir Mekanisme Penyesuaian Karbon Perbatasan (CBAM) pada Minggu, 18 Desember 2022 pagi.
Setelah jadi, regulasi ini nantinya akan menertibkan ‘harga’ atas polusi yang dihasilkan, termasuk produk impor tertentu yang masuk ke Benua Biru. Selain itu, industri padat karbon mesti mematuhi patokan emisi ketat yang dirancang Uni Eropa.
Nantinya, para eksportir yang membawa produk-produk penyebab polusi ke Uni Eropa harus membeli akta emisi karbon.
Aturan ini juga untuk memproteksi daya saing bisnis-bisnis domestik Eropa biar tidak dirusak oleh pesaing-pesaing di negara lain, yang pengaturan karbonnya longgar.
Besi, baja, semen, aluminium, pupuk, bikinan listrik dan hidrogen ialah produk impor yang dikenakan pajak ini untuk langkah pertama. Ke depan, hukum ini akan diperluas pengenaannya ke produk lain.
Dikutip dari CNN.com, 20 Desember 2022, dewan perwakilan rakyat Eropa percaya hukum ini akan menjadi pilar penting dalam kebijakan iklim Eropa.
“Pajak karbon menjadi satu-satunya mekanisme yang kami miliki untuk menunjukkan insentif kepada para mitra dagang semoga mendekarbonisasi industri manufaktur mereka,” kata juru runding utama Parlemen Eropa, Mohammed Chahim.
Namun, langkah Uni Eropa menuai banyak protes, tergolong dari Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Negara mitra ini cemas efek pengenaan pajak karbon kepada industri dalam negeri mereka.
“Ada banyak kegelisahan dari pihak kami perihal bagaimana planning ini akan memiliki efek pada kami dan hubungan jual beli kami,” ujar perwakilan jual beli AS Katherine Tai, mirip dilaporkan Financial Times.
Penasihat senior diplomasi iklim African Climate Foundation Faten Aggad memperingatkan pajak karbon Uni Eropa memiliki peluang mengakselerasi deindustrialisasi negara-negara Afrika yang mengekspor produk ke Uni Eropa.
Aggad menyertakan risiko lainnya ialah kapasitas energi higienis di negara-negara miskin akan dimanfaatkan untuk memproduksi barang-barang ekspor, sementara konsumsi domestik mereka ditopang oleh bahan bakar tidak ramah lingkungan.