Vonis MA itu menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya yang menyatakan Willem tidak terbukti melaksanakan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair jaksa penuntut biasa .
Dengan putusan MA itu, maka kasus Willem telah berkekuatan aturan tetap sehingga mesti secepatnya dibebaskan.
“Menolak permintaan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut biasa pada Kejaksaan Negeri Lamandau tersebut,” demikian bunyi amar putusan dikutip dari laman resmi MA, Jumat (13/1).
Perkara nomor: 7164 K/Pid.Sus/2022 ini diadili oleh ketua majelis hakim Sri Murwahyuni dengan anggota masing-masing Jupriyadi dan Ansori. Putusan dijatuhkan pada Selasa, 27 Desember 2022.
“Membebankan ongkos masalah pada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi terhadap negara,” kata hakim MA dalam putusannya.
MA menganggap argumentasi kasasi penuntut lazim tidak dapat dibenarkan alasannya putusan judex facti tidak salah dan sudah menerapkan peraturan aturan sebagaimana mestinya serta cara mengadili telah dikerjakan berdasarkan ketentuan Undang-undang.
Menurut MA, putusan judex facti juga sudah mempertimbangkan fakta aturan yang berkaitan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di paras sidang yaitu pekerjaan pengerjaan jalan sepanjang ±1.300 M di Desa Kinipan yang dijalankan oleh CV Bukit Pendulungan pada tahun 2017 di mana Willem belum menjabat sebagai Kepala Desa Kinipan dan masih warga umumyang tinggal di Nanga Bulik.
“Bahwa ketika terdakwa [Willem Hengki] masuk kantor selaku Kepala Desa di bulan November 2020, ada ajakan pembayaran sebesar Rp400.000.000,00 atas pekerjaan pengerjaan jalan sepanjang±1.300 Myang dilakukan CV Bukit Pendulungan sebelumnya,” tutur hakim dalam pertimbangannya.
Atas seruan pembayaran tersebut, Willem menyelenggarakan konferensi dengan warga yang mengenali pembangunan jalan tersebut dan menghadap camat serta berkonsultasi ke dinas PMD dan Inspektorat Kabupaten Lamandau.
Hasil pertemuan dengan pejabat terkait tersebut, Willem sebagaiKepala Desa Kinipan melakukan pembayaran sebesar Rp350.000.000,00 sesuai hasil penghitungan ulang oleh Konsultan Perencana (CV Listra Arcdimensi) yang ditunjuk Willem dan bukan pembangunan fiktif sesuai hasil peninjauan ke lapangan serta telah dilakukan penghitungan ulang oleh Dinas PUPR Kabupaten Lamandau.
“Bahwa perbuatan terdakwa tidak memakai aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) karena aplikasi tersebut tidak mengenal nomenklatur mengeluarkan uang utang sehingga digunakan prosedur pengadaan barang/jasa. Hal tersebut bukan ialah tindakan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang,” tutur hakim.
“Dengan demikian, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primair dan subsidair,” tutur hakim.
Vonis ini sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama yang turut meminta jaksa memulihkan hak-hak Willem dalam kesanggupan, kedudukan, harkat dan martabat.
Vonis tersebut berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Willem dieksekusi dengan pidana satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta.
Jaksa menganggap Willem sudah merugikan keuangan negara sebesar Rp261.356.798,57 atas pengelolaan keuangan desa yang dilakukan tidak secara transparan, akuntabel dan partisipatif.
Willem disebut secara sengaja menganggarkan pekerjaan yang telah nyata telah dijalankan pada 2017 dan membayarkan pekerjaan itu tanpa disertai dokumen penunjang yang diharapkan untuk pencairan anggaran.
Kerugian negara itu berdasarkan perkiraan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diterbitkan pada 19 Mei 2021. Namun, dakwaan jaksa penuntut biasa itu tak dikabulkan majelis hakim.
(ryn/pmg)