Pantauan CNNIndonesia.com, mereka tiba dengan memakai berbagai jaket ojek online. Mereka juga menjinjing sejumlah poster penolakan ERP.
“Kita hanya minta wacana tentang ERP, jalan berbayar untuk dibatalkan, ada apa ini….kita mewakili masyarakat Jakarta,” kata salah seorang orator lewat kendaraan beroda empat komando.
Saat mereka agresi, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Ismail menemui massa untuk mediasi, namun massa menolak. Massa aksi ingin berjumpa dengan Ketua DPRD DKI Jakarta.
“Bapak Edi, Prasetyo Edi, Ketua DPRD, kami mohon kehadirannya untuk Bapak jelaskan kepada kami supaya urusan kita akhir,” kata orator.
Hingga isu ini ditulis, massa masih melakukan aksi. Arus kemudian lintas dari Jalan Kebon Sirih menuju Tugu Tani terpantau macet.
Wacana ruas jalan berbayar di Jakarta ini telah mengemuka sejak Gubernur Sutiyoso atau Bang Yos. Mulanya, perihal ini dilempar Bang Yos pada 2004 dengan meminta ERP diterapkan bagi kendaraan pribadi yang melalui Blok M-Kota berlaku 2006.
Namun, sesudah nyaris 19 tahun dan tujuh gubernur silih berubah memimpin Jakarta, kebijakan ini tak kunjung terealisasi.
Merujuk draf Raperda, ERP bakal dijalankan di ruas-ruas jalan atau tempat yang memenuhi patokan.
Ada empat standar untuk suatu kawasan atau ruas jalan bisa menerapkan ERP.
Pertama, mempunyai tingkat kepadatan atau perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,7 pada jam puncak/sibuk.
Kedua, memiliki dua jalur jalan dan setiap jalur mempunyai paling sedikit dua lajur. Ketiga, cuma mampu dilalui kendaraan bermotor dengan kecepatan rata-rata kurang dari 30 km/jam pada jam puncak.
Keempat, tersedia jaringan dan pelayanan angkutan biasa dalam trayek yang sesuai dengan tolok ukur pelayanan sekurang-kurangnya dan ketentuan peraturan perundang-seruan.