Connect with us
Advertisement

LINGKUNGAN

KPA Soroti Penyimpangan Penertiban Kawasan Hutan, Sebut Ancam Hak Petani

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama Serikat Tani Tebo (STT) dan Persatuan Petani Jambi (PPJ) menilai pelaksanaan kebijakan Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyimpang dari semangat Reforma Agraria dan justru menjadi ancaman baru terhadap hak-hak rakyat atas tanah.

Dalam pernyataan yang dirilis pada Senin, 22 Juli 2025, KPA menyebut kebijakan PKH yang dijalankan Satgas PKH berdasarkan Perpres No 5 Tahun 2023, ibarat pisau bermata dua. Alih-alih menindak korporasi besar pelanggar hukum, pelaksanaan di lapangan justru menyasar petani, masyarakat adat, dan desa-desa yang sudah eksis jauh sebelum klaim kawasan hutan oleh negara.

“Di Jambi, Satgas PKH justru dimanfaatkan oleh PT Wira Karya Sakti (WKS) anak usaha Sinarmas Group untuk menggusur tanah petani di Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo. Padahal desa itu telah dihuni sejak 1813,” kata Frandody, Koordinator KPA Wilayah Jambi.

Menurut Dodi, lahan seluas 20.660 hektare di desa tersebut sebelumnya telah diusulkan sebagai Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) dan pernah ditinjau langsung oleh pemerintah pusat pada 2021. Namun Satgas PKH kini memasang plang penertiban di lokasi itu.

KPA menilai langkah tersebut menunjukkan penyalahgunaan kewenangan. Apalagi pada Januari 2025, Presiden Prabowo membentuk Satgas PKH setelah Kementerian Kehutanan menerbitkan SK No 36/2025 yang mencakup 436 subjek penertiban dengan total luas 790.474 hektare. Hanya dalam lima bulan, Satgas mengklaim telah menertibkan 2 juta hektare lahan tanpa transparansi lokasi.

KPA juga mengkritik pendekatan militeristik Satgas yang diketuai Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Kapolri. Mereka dianggap tidak memiliki pemahaman historis, sosiologis, dan yuridis atas konflik agraria.

“Pendekatan represif justru menciptakan ketakutan dan kekerasan. Dalam sepuluh tahun terakhir, sedikitnya 2841 orang dikriminalisasi, 1054 mengalami kekerasan fisik, 88 tertembak, dan 79 tewas akibat keterlibatan aparat dalam konflik agraria,” ujar Roni Septian Maulana, Kepala Departemen Advokasi KPA.

Ia juga menambahkan bahwa Satgas PKH seharusnya terlebih dulu mengoreksi batas kawasan hutan dan mengeluarkan desa-desa atau lahan dari klaim kawasan serta dari konsesi perusahaan, kemudian menertibkan korporasi yang selama ini dibiarkan beroperasi menggarap kawasan.

Ketua STT, Sadli juga menyoroti proses penetapan kawasan hutan di Jambi, khususnya di Tebo, yang baru mulai dilakukan pada 2021. Menurutnya, penetapan kawasan harus memenuhi lima tahapan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012 yakni penunjukan, penataan batas, pemetaan, penetapan, dan pengukuhan.

“Kemudian harus ditandatangani masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan. Tapi saya dengar, tidak ada tanda tangan dari warga. Kalau begitu, penetapan kawasan hutan itu patut dipertanyakan,” ujarnya.

Berdasarkan segala ketentuan regulasi tersebut, negara lewat Perpres No 5/2023 seharusnya tidak semerta-merta untuk mengeksekusi lahan-lahan garapan masyarakat atas klaim kawasan hutan.

KPA dan organisasi petani pun menyampaikan enam tuntutan kepada Presiden Prabowo;

  1. Mengevaluasi pelaksanaan PKH secara nasional, terutama di Jambi.
  2. Mengembalikan tanah rakyat yang diklaim sebagai kawasan hutan.
  3. Menjamin transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penentuan objek penertiban.
  4. Menyesuaikan kebijakan PKH agar selaras dengan Reforma Agraria.
  5. Membentuk Badan Otorita Reforma Agraria (BORA) langsung di bawah Presiden.
  6. Mengoreksi batas klaim kawasan hutan negara dan izin kehutanan.

Reporter: Juan Ambarita

Advertisement Advertisement

LINGKUNGAN

Pertemuan Mendadak DPRD, PT SAS dan Sejumlah Warga Picu Kontroversi

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Pertemuan mendadak antara DPRD Provinsi Jambi, PT SAS, dan sejumlah warga Aur Kenali serta Mendalo Darat pada Kamis kenarin, 2 Oktober 2025 menuai sorotan tajam. Warga menilai agenda tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya dengan Gubernur Jambi.

Ketua DPRD Provinsi Jambi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta sejumlah warga hadir dalam forum yang disebut sebagai mediasi. Namun, masyarakat mengaku baru menerima pemberitahuan dua jam sebelum pelaksanaan tanpa adanya surat undangan resmi.

Dalam rekaman video yang beredar, warga menolak berdialog. Mereka menyatakan pertemuan itu tidak sesuai jalur komunikasi yang telah ditetapkan bersama gubernur.

“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stockpile,” kata perwakilan warga, Dlomiri.

Masyarakat menegaskan bahwa dialog resmi sudah pernah difasilitasi gubernur, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa. Mereka menuntut DPRD menyatakan sikap tegas menolak keberadaan stockpile PT SAS, bukan justru memfasilitasi dialog baru.

Selain itu, warga juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi organisasi masyarakat dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut. Mereka menduga ada kepentingan lain di balik keterlibatan pihak yang dinilai tidak relevan.

“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stockpile PT SAS,” ujarnya.

Rencana pembangunan stokpile PT SAS di kawasan tersebut ditolak warga karena dinilai berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

LINGKUNGAN

Makatara Ungkap Dugaan Pelanggaran Tata Ruang di Rencana Terminal Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Perkumpulan Makatara (Masyarakat Anti Kerusakan Lingkungan dan Tata Ruang) membeberkan temuan dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan pada rencana pembangunan terminal batu bara atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) milik PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.

Dalam rilis resmi yang diterima Sabtu 20 September 2025, Makatara menyebut hasil pengamatan citra satelit resolusi tinggi periode 2018-2025 menunjukkan perubahan tutupan lahan seluas 47,6 hektare. Area yang sebelumnya berupa lahan pertanian dan hamparan hijau kini menjadi lahan terbuka. Temuan itu diperkuat dengan pengecekan lapangan.

“Penggunaan lahan di lokasi beririsan dengan kawasan perumahan 56 persen, kawasan lindung 30 persen, tanaman pangan 9 persen, serta perdagangan dan jasa 5 persen,” kata Sekretaris Umum Makatara, Willy Marlupi.

Pemetaan tersebut mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi Nomor 5/2024, data Kementerian ATR/BPN, peta rupa bumi BIG, serta verifikasi lapangan. Makatara juga menemukan lahan rencana terminal batubara berada dekat aliran sungai, intake PDAM Aur Duri, jalan lintas Sumatra, perkantoran, dan permukiman.

Sejumlah titik lahan disebut terindikasi sengketa, terlihat dari pemasangan plang dan panel beton. Warga sekitar telah menyampaikan surat penolakan, sementara Pemkot Jambi disebut telah menyurati Gubernur Jambi agar rencana penggunaan lahan ditinjau ulang.

Temuan lain menunjukkan sebagian lahan masuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Kota Jambi yang ditetapkan Perda No.5/2024 seluas 459 hektare. Berdasarkan UU No.41/2009, lahan KP2B dilarang dialihfungsikan kecuali untuk kepentingan umum.

“Jika terjadi alih fungsi, segala perizinannya batal demi hukum,” ujarnya.

Makatara menilai kegiatan terminal batubara tidak termasuk dalam peruntukan tata ruang yang diatur, mulai dari kawasan lindung, perumahan, tanaman pangan, hingga perdagangan dan jasa. Laporan resmi sudah disampaikan ke Wali Kota Jambi, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kantor BPN sejak 12 September, namun hingga kini belum mendapat jawaban.

“Penolakan ini bukan sekadar aspirasi masyarakat, tetapi upaya menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan,” katanya.

Makatara mendesak pemerintah kota dan provinsi menindaklanjuti temuan tersebut sesuai ketentuan peraturan, termasuk Perda RTRW Kota Jambi No.5/2024, PP No.21/2021 tentang Penataan Ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32/2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan UU Cipta Kerja No.6/2023. (*)

Continue Reading

LINGKUNGAN

Pembangunan Stockpile dan Underpass PT SAS Dihentikan Sementara, Warga Masih Kecewa!

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas pembangunan underpass dan stockpile batu bara PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) RMKE Group akhirnya dihentikan oleh Gubernur Jambi, Al Haris pada Selasa, 16 September 2025 setelah gelombang penolakan oleh warga sekitar lokasi pembangunan stockpile terus bergejolak tanpa henti.

Usai bermediasi dengan para warga terdampak, Gubernur Jambi Al Haris bilang bahwa dirinya bersama para kepala daerah menerima aspirasi masyarakat. Namun tak bisa memutuskan untuk menutup permanen pembangunan underpas dan stockpile baru bara PT SAS. Haris mengedepankan dialog antara para warga dengan perusahaan, mesti sudah jelas-jelas aksi penolakan terus bergejolak.

“Hari ini warga meminta ini ditutup dan kita juga meminta PT SAS untuk tidak ada aktivitas sampai ada keputusan berikutnya. Hari ini yang pasti tutup dulu,” ujar Al Haris, usai mediasi bersama pihak PT SAS dan warga terdampak, di aula rumdis Wali Kota Jambi pada Selasa, 16 September 2025.

Sampai kapan? Al Haris menjawab sampai ada kesepakatan. Kalau tidak ada, berarti belum bisa dilanjutkan.

Sementara Wali Kota Jambi, Maulana tak menampik bahwa lokasi stockpile PT SAS melanggar Perda RT/RW Kota Jambi 2024-2044. Namun PT SAS disebut juga mengantongi persetujuan tata ruang dari Kementerian ATR/BPN.

“Kalau Kementerian yang mengesahkan, Perda kita harus juga mengeluarkan. Itu artinya dari segi tata ruang, yang di bawah kita harus melakukan diskusi lagi untuk melakukan perubahan, baru bisa dilanjutkan atau tidak,” ujar Maulana.

Wali Kota Jambi itu menekankan bahwa pemerintah bakal mengawal mediasi hingga ada keputusan bersama antar warga dengan perusahaan. Dengan ini masa depan investasi PT SAS di Jambi dengan berbagai klaim positifnya belum ada kejelasan. Begitu pula dengan masyarakat sekitar stockpile. Namun Maulana mengaku bahwa pemerintah tidak menutup mata.

“Tergantung dari hasil komunikasi mereka. Bisa dibuka, bisa ditutup,” katanya.

Ketika disinggung kembali soal permintaan masyarakat agar pembangunan stockpile PT SAS dihentikan atau dipindahkan. Al Haris pun menyinggung perizinan PT SAS sudah terbit sebelum dirinya menjabat Gubernur. Oleh karena klaim perizinan yang sudah lengkap tersebut, maka menurutnya tidak bisa serta merta diputus.

Menyikapi hal tersebut Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) Aur Kenali, Rahmad Supriadi mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur. Lantaran penghentian aktivitas pembangunan stockpile PT SAS, hanya bersifat sementara.

“Semuanya masih menggantung, itu yang membuat masyarakat kecewa,” ujar Rahmad.

Rahmad menegaskan bahwa pada intinya masyarakat tetap pada sikap menolak keberadaan stokpile PT SAS di kawasan permukiman mereka. Soal adu data terkait dampak kerugian yang ditimbulkan PT SAS, masyarakat mengaku siap.

“Tetap harus tutup (stockpile PT SAS). Karena sudah jelas-jelas, masalah namanya rekayasa teknologi yang mereka sampaikan, itu bohong semua!” ujarnya.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs