TEMUAN
Pengadaan Tanah Fasilitas Umum Pemprov Jambi Diduga Langgar Mekanisme dan Melebihi Pagu Anggaran

DETAIL.ID, Jambi – Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) diduga melaksanakan pengadaan tanah untuk fasilitas umum tanpa mengikuti mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, nilai transaksi pembelian tanah juga dilaporkan melebihi pagu anggaran yang tersedia dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA).
Berdasarkan hasil audit BPK, sebagaimana LHP atas LKPD Pemprov Jambi Tahun Anggaran 2024, pengadaan tanah skala kecil seluas di bawah 5 hektare oleh Dinas PUPR tidak diawali dengan dokumen perencanaan yang sesuai ketentuan. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT) yang disusun oleh konsultan perencana CV BM, tidak memuat informasi dasar seperti kejelasan pembangunan yang direncanakan, titik koordinat lokasi, jangka waktu pembangunan, serta perkiraan luas tanah yang dibutuhkan.
Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri ATR terkait pengadaan tanah, tahapan perencanaan harus diawali dengan penyusunan DPPT secara lengkap dan akurat.
Temuan lainnya menunjukkan bahwa pengadaan tanah yang disebut-sebut untuk pembangunan fasilitas pendidikan, tidak tercantum dalam dokumen Rencana Kerja Anggaran Perubahan (RKA-P) maupun Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan ataupun Dinas PUPR Tahun 2024. Artinya, tidak ada rencana konkret pembangunan yang mendasari pembelian lahan tersebut.
Lebih lanjut, nilai transaksi tanah juga menjadi sorotan. Berdasarkan DPA Dinas PUPR, anggaran yang dialokasikan untuk pembebasan tanah sebesar Rp 12,175 miliar. Namun, akta pelepasan hak menunjukkan nilai jual beli mencapai Rp 15,143 miliar. Selisih sebesar Rp 3,143 miliar tersebut kini dicatat sebagai utang daerah, meskipun dalam dokumen APBD Tahun 2025 tidak tersedia anggaran untuk membayar kekurangan tersebut.
Keanehan juga terjadi dalam dokumen akta pelepasan hak atas tanah, di mana terdapat dua nilai transaksi yang berbeda. Tercantum bahwa pembayaran tahap pertama sebesar Rp 11,77 miliar dan tahap kedua sebesar Rp 3,14 miliar, yang bila dijumlahkan menjadi Rp 14,91 miliar, berbeda dari angka Rp 15,14 miliar yang tercantum sebagai total nilai transaksi.
Secara tertulis Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi, Muzakir menyatakan bahwa pengadaan tanah bukan berasal dari usulan dinasnya, melainkan sudah ditentukan dalam pembahasan RKA-P. Ia juga mengakui baru mengetahui adanya ketidaksesuaian nilai transaksi dalam akta, dan menyebut akan menindaklanjuti hal tersebut.
Atas temuan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa rekomendasi kepada Gubernur Jambi, di antaranya; Memerintahkan Kepala Dinas PUPR untuk mematuhi petunjuk teknis pengadaan tanah dan pelaksanaan anggaran sesuai peraturan yang berlaku;
Lebih cermat dalam memastikan keabsahan isi akta transaksi pengadaan tanah; Melakukan evaluasi atas rencana pembangunan terhadap lahan yang telah dibeli; Memastikan kejelasan nilai transaksi dalam akta pelepasan hak dan mengatur pembayaran utang sesuai mekanisme yang berlaku.
BPK juga menyoroti risiko bahwa pengadaan tanah yang tidak direncanakan secara matang dapat mengakibatkan tidak tercapainya pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat dan berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Terkait hal ini Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi, Muzakir dikonfirmasi lebih lanjut via WhatsApp belum merespons hingga berita ini terbit.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Sebanyak 32 Perusahaan Tambang Belum Setor Dana Jaminan, Dinas ESDM Klaim Sudah 3 Kali Menyurati Para Pemegang IUP

DETAIL.ID, Jambi – Pengelolaan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang pada pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) menjadi salah satu temuan BPK RI pada Dinas ESDM dan BPKPD Provinsi Jambi.
Sebagaimana penerbitan IUP MBLB yang menjadi kewenangan Pemprov Jambi, Badan Hukum/Perorangan yang telah memperoleh IUP wajib menempatkan jaminan di bank pemerintah dalam bentuk rekening bersama, deposito berjangka, bank garansi, dan cadangan akuntansi.
Namun BPK menemukan sebanyak 32 Perusahaan pemegang IUP tahap Operasi Produksi belum menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. Selain itu hasil pemeriksaan atas data Rekapitulasi IUP Tahun 2023 dan 2024 dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) menunjukkan dari 48 perusahaan pemegang IUP sampai dengan Tahun 2024, hanya 16 perusahaan yang menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang.
Padahal berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2010, pemegang IUP wajib menempatkan jaminan setelah rencana reklamasi atau rencana pascatambang disetujui. Rencana reklamasi dan rencana pascatambang tersebut disampaikan bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP.
Terkait hal ini Plt Kasi Pembinaan dan Pengawasan Mineral Logam dan Baru Bara Dinas ESDM Provinsi Jambi Rangga, mengaku bahwa Dinas telah bersurat para para pemegang IUP agar segera memenuhi kewajiban sebagaimana regulasi yang berlaku. Menurut Rangga sudah 3 kali pihaknya bersurat pada para pemegang IUP mulai dari Januari 2025, hingga awal Juli baru-baru ini.
“Bulan Juli kita kirimkan (surat) juga, dari awal tahun sampai tengah tahun enggak ada respons dari perusahaan-perusahaan. Makanya kita di Juli ini kita kasih tenggat waktu 30 hari,” ujar Rangga, Kamis 17 Juli 2025.
Menurut Rengga jika dalam kurun waktu yang telah ditentukan para pemegang IUP tak kunjung mengajukan dokumen reklamasi pasca tambang dan menempatkan dana jaminan sesuai regulasi yang berlaku. Maka ada sanksi yang menanti, mulai dari administratif, denda paling banyak Rp 100 miliar hingga pencabutan izin.
“Makanya kita ini tegas-tegas aja. Kalau mereka masih ini (abai) kita sanksi administrasi, ya kalau mereka masih tidak patuh kita cabut izinnya. Plus denda yang akan mereka bayarkan sesuai Undang Undang No 3 tahun 2020 Pasal 161b,” ujarnya.
BPK dalam LHP nya atas LKPD Pemprov Jambi TA 2024, mencatat bahwa kondisi ini mengakibatkan sebanyak 32 pemegang IUP Tahap Operasi Produksi berisiko tidak melaksanakan kegiatan reklamasi dan/atau kegiatan pascatambang.
Oleh karena itu BPK merekomendasikan, Gubernur melalui Kadis ESDM memerintahkan 32 pemegang IUP untuk memenuhi kewajiban menempatkan jaminan reklamasi dan/atau jaminan pascatambang sesuai ketentuan yang berlaku.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Pengelolaan Jaminan Reklamasi dan Pascatambang Jadi Temuan, 32 Perusahaan Belum Setor Sesuai Aturan

DETAIL.ID, Jambi – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah persoalan serius dalam pengelolaan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Salah satu temuan utama, 32 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tahap operasi produksi belum menempatkan jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Neraca Pemprov Jambi per 31 Desember 2024, disebutkan bahwa dana jaminan reklamasi dan pascatambang yang tercatat hanya sebesar Rp 2,32 miliar dari total kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp 2,37 miliar. Padahal sesuai ketentuan, seluruh pemegang IUP wajib menyetor jaminan setelah rencana reklamasi dan pascatambang disetujui.
BPK juga mengungkap pelanggaran oleh PT ACG yang menempatkan dana jaminan pascatambang senilai Rp 69,32 juta tanpa mencantumkan nama Pemprov Jambi sebagai penerima jaminan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Kementerian ESDM yang mewajibkan deposito dicatat atas nama Kepala Dinas ESDM dan Direktur Perusahaan.
Lebih lanjut, bunga dari deposito jaminan pascatambang milik sejumlah perusahaan dicairkan dan ditransfer ke rekening operasional sebelum kegiatan pascatambang selesai dan tanpa izin dari Dinas ESDM. Praktik ini menyalahi aturan, sebab bunga deposito seharusnya hanya dapat dicairkan bersamaan dengan pencairan jaminan setelah kewajiban pascatambang dipenuhi.
BPK menilai kondisi ini menimbulkan risiko tinggi gagalnya pelaksanaan reklamasi dan pascatambang di wilayah Jambi. Selain itu, Pemprov Jambi juga belum menyajikan seluruh dana jaminan secara tepat dalam laporan keuangan. Kondisi ini disebabkan lemahnya pengawasan oleh Dinas ESDM, belum adanya kebijakan akuntansi kas yang memadai dari BPKPD, dan ketidakpatuhan perusahaan dalam menempatkan jaminan.
“Sebanyak 32 pemegang IUP tahap operasi produksi berisiko tidak melaksanakan kegiatan reklamasi dan/atau kegiatan pascatambang,” tulis BPK dalam LHP-nya.
Menanggapi temuan tersebut, Gubernur Jambi dan Kepala Dinas ESDM menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan berkomitmen menindaklanjuti seluruh rekomendasi.
BPK merekomendasikan, perubahan nama rekening deposito PT ACG agar sesuai ketentuan, kemudian pengembalian bunga deposito ke dalam pokok jaminan, penegakan kewajiban 32 perusahaan IUP dalam menempatkan jaminan, peningkatan pengawasan dan rekonsiliasi data antara Dinas ESDM dan BPKPD, dan Pemutakhiran kebijakan akuntansi kas oleh BPKPD, khususnya terkait kas yang dibatasi penggunaannya.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, temuan ini berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang dan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola pertambangan daerah.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Tak Sesuai Kontrak dan Lemah Pengawasan, Paket Proyek di 5 SKPD Muarojambi Jadi Temuan BPK

DETAIL.ID, Jambi – Meski serapan anggaran pada belanja modal gedung dan bangunan di Kabupaten Muarojambi mencapai 96,91 persen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Temuan tersebut mencakup kelebihan pembayaran hingga ratusan juta rupiah serta lemahnya pengawasan kontrak di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam laporan hasil pemeriksaan yang dirilis BPK, disebutkan bahwa dari total anggaran sebesar Rp 107,79 miliar, realisasi belanja mencapai Rp 104,46 miliar. Namun capaian ini dinilai tidak mencerminkan kualitas pelaksanaan proyek, lantaran ditemukan ketidaksesuaian volume pekerjaan dan lemahnya penegakan kontrak kerja.
BPK melakukan uji petik terhadap dokumen kontrak, bukti pembayaran, serta pemeriksaan fisik proyek di lima instansi yakni Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, RSUD Sungai Gelam, RSUD Ahmad Ripin, dan Sekretariat Daerah. Hasilnya, ditemukan indikasi kuat bahwa sejumlah pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai kontrak, namun tetap dibayar penuh.
Di Dinas PUPR, tercatat kelebihan bayar sebesar Rp 14,95 juta untuk dua proyek, yakni rehabilitasi sarana pendukung Masjid Abror (oleh CV JUM) dan pembangunan gedung pertemuan BPKAD (oleh CV BCB). Selain itu, denda keterlambatan sebesar Rp 6,14 juta belum diproses.
Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga masuk dalam daftar temuan. Tujuh proyek revitalisasi SD dan SMP yang didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) menghasilkan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 85,44 juta, dengan melibatkan tujuh kontraktor berbeda.
Di sektor kesehatan, RSUD Sungai Gelam mencatat kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 24,41 juta untuk dua proyek pembangunan gedung. Kondisi di RSUD Ahmad Ripin bahkan lebih mengkhawatirkan, dengan kekurangan volume mencapai Rp 112,5 juta. Temuan ini memperkuat indikasi lemahnya pengawasan atas pelaksanaan proyek-proyek publik.
Dari total kelebihan pembayaran yang ditemukan, baru Sekretariat Daerah yang telah menyetor kembali dana sebesar Rp 186,48 juta ke kas daerah. Sementara sisanya, senilai Rp 237,31 juta, belum ditindaklanjuti oleh empat SKPD lainnya.
“Dengan demikian, hasil pemeriksaan atas pelaksanaan dan pembayaran Belanja Modal Gedung dan Bangunan menunjukkan adanya kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 237.310.596,62, serta denda keterlambatan senilai Rp 6.142.330,65 yang belum dikenakan,” demikian ditulis BPK dalam laporannya.
Atas temuan tersebut, BPK memberikan sejumlah rekomendasi tegas kepada Bupati Muarojambi. Di antaranya, agar para kepala dinas dan direktur rumah sakit segera memproses dan mengembalikan kelebihan pembayaran serta denda keterlambatan. BPK juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan pengendalian anggaran oleh masing-masing kepala SKPD.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diminta lebih optimal dalam mengendalikan kontrak serta melakukan pemeriksaan terhadap objek barang dan jasa. Sementara Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) diharapkan lebih cermat dalam melaporkan pelaksanaan teknis kegiatan dan mengevaluasi perhitungan pembayaran.
Menanggapi hal ini, para kepala dinas serta Bupati Muarojambi menyatakan sepakat dengan hasil pemeriksaan BPK dan berkomitmen untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang diberikan.
Reporter: Juan Ambarita