TEMUAN
Proyek Irigasi Sawah di Sekoja, Amburadul

DETAIL.ID, Jambi – Tahun 2017 memang sudah berlalu. Namun kenyataannya, Fatri Suandi masih menyisakan pekerjaan yang hasilnya amburadul. Padahal Kepala Dinas PUPR Kota Jambi pada tahun ini memasuki masa pensiun.
Tak percaya? Tengoklah Proyek Pembangunan Daerah Irigasi Danau Teluk dan Pelayangan. Lokasi di Seberang Kota Jambi (Sekoja). Proyek yang dikerjakan CV Miftahul HAQ Tbi ini menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Jambi tahun anggaran 2017.
Tak jelas berapa anggarannya karena papan proyek tak mencantumkan nilai pekerjaan. Hanya tercantum kontrak dan tanggal kontrak serta masa pelaksanaan.
Di sebelah papan proyek terdapat papan lain yang berbunyi bahwa pekerjaan tersebut didampingi oleh Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Jambi.
Pantauan detail di lapangan, proyek irigasi ini kualitasnya di bawah standar Dinas PUPR. Besi menyembul di sebagian besar dinding irigasi yang tampak keropos. Padahal mestinya pekerjaan besi itu dipoles dengan cor semen. Dinding irigasi pun tampak di beberapa sisi, retak.
Itu baru proyek kali gawe kiri. Sementara tak jauh dari sana juga terdapat proyek kali gawe kanan. Nama proyeknya juga sama Proyek Pembangunan Daerah Irigasi Danau Teluk dan Pelayangan. Dikerjakan oleh CV ROS. Kualitas pekerjaannya tak jauh beda.
Direktur LSM Development Global Of Reform (DOGER), Jonie Gaol menilai bahwa kedua proyek itu mesti diproses secara pidana karena aroma korupsinya terasa kuat. Jonie berkata pada dinding ditemukan retakan yang sangat berpengaruh pada kekuatan konstruksi dinding saluran.
“Yang tak masuk akal adalah pemasangan besinya, sampai separah itu. Kok sampai segitu parahnya kualitas pekerjaan Dinas PUPR Kota Jambi,” katanya kepada detail, Senin (5/3/3018) siang.
Jonie menambahkan bila merujuk pada standar Ke-PU-an, hal ini jelas menunjukkan bahwa lemahnya pengawasan sehingga upaya penipuan di lapangan sangat kentara.
“Kita lihat saja yang dipakai adalah kerikil. Padahal kerikil tidak boleh dipergunakan untuk mencapai mutu beton terendah sekalipun yaitu K 175. Patut diduga proyek ini hasil bancakan,” ujarnya. (DE 01/DE 03)
TEMUAN
Pengelolaan Jaminan Reklamasi dan Pascatambang Jadi Temuan, 32 Perusahaan Belum Setor Sesuai Aturan

DETAIL.ID, Jambi – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah persoalan serius dalam pengelolaan Jaminan Reklamasi dan Jaminan Pascatambang oleh Pemerintah Provinsi Jambi. Salah satu temuan utama, 32 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tahap operasi produksi belum menempatkan jaminan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Neraca Pemprov Jambi per 31 Desember 2024, disebutkan bahwa dana jaminan reklamasi dan pascatambang yang tercatat hanya sebesar Rp 2,32 miliar dari total kas yang dibatasi penggunaannya sebesar Rp 2,37 miliar. Padahal sesuai ketentuan, seluruh pemegang IUP wajib menyetor jaminan setelah rencana reklamasi dan pascatambang disetujui.
BPK juga mengungkap pelanggaran oleh PT ACG yang menempatkan dana jaminan pascatambang senilai Rp 69,32 juta tanpa mencantumkan nama Pemprov Jambi sebagai penerima jaminan. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Kementerian ESDM yang mewajibkan deposito dicatat atas nama Kepala Dinas ESDM dan Direktur Perusahaan.
Lebih lanjut, bunga dari deposito jaminan pascatambang milik sejumlah perusahaan dicairkan dan ditransfer ke rekening operasional sebelum kegiatan pascatambang selesai dan tanpa izin dari Dinas ESDM. Praktik ini menyalahi aturan, sebab bunga deposito seharusnya hanya dapat dicairkan bersamaan dengan pencairan jaminan setelah kewajiban pascatambang dipenuhi.
BPK menilai kondisi ini menimbulkan risiko tinggi gagalnya pelaksanaan reklamasi dan pascatambang di wilayah Jambi. Selain itu, Pemprov Jambi juga belum menyajikan seluruh dana jaminan secara tepat dalam laporan keuangan. Kondisi ini disebabkan lemahnya pengawasan oleh Dinas ESDM, belum adanya kebijakan akuntansi kas yang memadai dari BPKPD, dan ketidakpatuhan perusahaan dalam menempatkan jaminan.
“Sebanyak 32 pemegang IUP tahap operasi produksi berisiko tidak melaksanakan kegiatan reklamasi dan/atau kegiatan pascatambang,” tulis BPK dalam LHP-nya.
Menanggapi temuan tersebut, Gubernur Jambi dan Kepala Dinas ESDM menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK dan berkomitmen menindaklanjuti seluruh rekomendasi.
BPK merekomendasikan, perubahan nama rekening deposito PT ACG agar sesuai ketentuan, kemudian pengembalian bunga deposito ke dalam pokok jaminan, penegakan kewajiban 32 perusahaan IUP dalam menempatkan jaminan, peningkatan pengawasan dan rekonsiliasi data antara Dinas ESDM dan BPKPD, dan Pemutakhiran kebijakan akuntansi kas oleh BPKPD, khususnya terkait kas yang dibatasi penggunaannya.
Jika tidak segera ditindaklanjuti, temuan ini berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang dan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola pertambangan daerah.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Tak Sesuai Kontrak dan Lemah Pengawasan, Paket Proyek di 5 SKPD Muarojambi Jadi Temuan BPK

DETAIL.ID, Jambi – Meski serapan anggaran pada belanja modal gedung dan bangunan di Kabupaten Muarojambi mencapai 96,91 persen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan berbagai penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pemerintah. Temuan tersebut mencakup kelebihan pembayaran hingga ratusan juta rupiah serta lemahnya pengawasan kontrak di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam laporan hasil pemeriksaan yang dirilis BPK, disebutkan bahwa dari total anggaran sebesar Rp 107,79 miliar, realisasi belanja mencapai Rp 104,46 miliar. Namun capaian ini dinilai tidak mencerminkan kualitas pelaksanaan proyek, lantaran ditemukan ketidaksesuaian volume pekerjaan dan lemahnya penegakan kontrak kerja.
BPK melakukan uji petik terhadap dokumen kontrak, bukti pembayaran, serta pemeriksaan fisik proyek di lima instansi yakni Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, RSUD Sungai Gelam, RSUD Ahmad Ripin, dan Sekretariat Daerah. Hasilnya, ditemukan indikasi kuat bahwa sejumlah pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai kontrak, namun tetap dibayar penuh.
Di Dinas PUPR, tercatat kelebihan bayar sebesar Rp 14,95 juta untuk dua proyek, yakni rehabilitasi sarana pendukung Masjid Abror (oleh CV JUM) dan pembangunan gedung pertemuan BPKAD (oleh CV BCB). Selain itu, denda keterlambatan sebesar Rp 6,14 juta belum diproses.
Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga masuk dalam daftar temuan. Tujuh proyek revitalisasi SD dan SMP yang didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) menghasilkan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 85,44 juta, dengan melibatkan tujuh kontraktor berbeda.
Di sektor kesehatan, RSUD Sungai Gelam mencatat kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 24,41 juta untuk dua proyek pembangunan gedung. Kondisi di RSUD Ahmad Ripin bahkan lebih mengkhawatirkan, dengan kekurangan volume mencapai Rp 112,5 juta. Temuan ini memperkuat indikasi lemahnya pengawasan atas pelaksanaan proyek-proyek publik.
Dari total kelebihan pembayaran yang ditemukan, baru Sekretariat Daerah yang telah menyetor kembali dana sebesar Rp 186,48 juta ke kas daerah. Sementara sisanya, senilai Rp 237,31 juta, belum ditindaklanjuti oleh empat SKPD lainnya.
“Dengan demikian, hasil pemeriksaan atas pelaksanaan dan pembayaran Belanja Modal Gedung dan Bangunan menunjukkan adanya kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 237.310.596,62, serta denda keterlambatan senilai Rp 6.142.330,65 yang belum dikenakan,” demikian ditulis BPK dalam laporannya.
Atas temuan tersebut, BPK memberikan sejumlah rekomendasi tegas kepada Bupati Muarojambi. Di antaranya, agar para kepala dinas dan direktur rumah sakit segera memproses dan mengembalikan kelebihan pembayaran serta denda keterlambatan. BPK juga menekankan pentingnya penguatan pengawasan dan pengendalian anggaran oleh masing-masing kepala SKPD.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diminta lebih optimal dalam mengendalikan kontrak serta melakukan pemeriksaan terhadap objek barang dan jasa. Sementara Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) diharapkan lebih cermat dalam melaporkan pelaksanaan teknis kegiatan dan mengevaluasi perhitungan pembayaran.
Menanggapi hal ini, para kepala dinas serta Bupati Muarojambi menyatakan sepakat dengan hasil pemeriksaan BPK dan berkomitmen untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi yang diberikan.
Reporter: Juan Ambarita
TEMUAN
Parah! Lewat Orang Kepercayaannya Kadinkes Muarojambi Diduga Kutip Setoran Dana BOK dari 22 Puskesmas

Muarojambi – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muarojambi, Afif Udin diduga melakukan pemotongan sebesar 35 persen terhadap Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari 22 Kepala Puskesmas di Kabupaten Muarojambi.
Informasi ini terungkap dari laporan yang menyebutkan bahwa pemotongan dilakukan dengan cara mewajibkan seluruh kepala puskesmas menyisihkan dana BOK yang dialokasikan untuk operasional masing-masing. Dana itu kemudian dikumpulkan dan disetorkan oleh masing-masing Puskesmas pada orang kepercayaan Afif Udin, yakni Nani dan Anto.
Tindakan tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2023, yang tidak mengatur pemotongan anggaran oleh pihak di luar mekanisme yang sah.
“Uang hasil potongan sebesar 35 persen dari dana BOK disetorkan kepada Nani dan Saudara Anto, orang kepercayaan Afif Udin,” dikutip dari laporan tertulis yang diterima awak media.
Salah satu contoh kasus terjadi di Puskesmas Kebun IX, Kecamatan Sungai Gelam, di mana Kepala Puskesmas Dewi Lestari dan Bendahara BOK, Lina Budiarti, disebut melakukan pemotongan terlebih dahulu atas dana BOK sebelum digunakan. Uang hasil potongan dikumpulkan oleh bendahara BOK dan BPJS untuk diserahkan kepada pihak di Dinas Kesehatan Kabupaten Muarojambi.
Total dana BOK yang dipotong dari tahun anggaran 2022 hingga 2024 tersebut ditaksir mencapai miliaran rupiah jika dikalkulasikan dari seluruh Puskesmas yang terlibat. Seluruh setoran dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan dianggap sebagai pungutan liar oleh sejumlah pihak.
Padahal mekanisme resmi penyaluran dana BOK sebenarnya dilakukan langsung oleh Kementerian Kesehatan ke rekening satuan kerja atau Puskesmas, dengan penggunaan yang wajib dilaporkan dalam bentuk Laporan Realisasi Penggunaan Dana. Pemotongan di luar ketentuan tentu merupakan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan.
Namun terkait hal ini, Nani Chairani ketika dikonfirmasi lewat pesan whatsapp, tidak merespons hingga berita ini terbit. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Kadinkes Afif Udin. Mereka seolah tak mau ambil pusing atas masalah yang ada.