PERKARA
Terdakwa Pembakar Rumah Komisioner KPU Dibayar Rp15 Juta

DETAIL.ID, Tebo – Selasa (30/1/2018) kemarin, Pengadilan Negeri (PN) Tebo mulai menggelar sidang perdana kasus pembakaran dan percobaan pembunuhan terhadap salah seorang Komisioner KPUD Tebo, Riance Juskal.
Sidang perdana diketuai oleh Partono, SH, MH bersama hakim anggota Andri Lesmana, SH, MH dan Cindar Bumi, SH, MH langsung mengungkap fakta yang mencengangkan. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) nama mantan calon Bupati Tebo yaitu Hamdi, disebutkan sebagai pengirim dana melalui rekening seorang dokter yang bernama Ferdi Fernando.
Uang yang ditransfer Hamdi ke rekening dr. Ferdi sebesar Rp15 juta itu kemudian dibagikan kepada tiga orang pelaku pembakar rumah – Slamat Riyadi (38), Jangcik (40), dan Evi Safdani (48).
Seharusnya uang tersebut dikirim ke rekening Syarif namun karena Syarif tidak punya rekening tabungan akhirnya Syarif meminta kepada Hamdi untuk mentransfer uang melalui rekening dr. Ferdi.
Dalam dakwaan dipaparkan pula bahwa Syarif adalah orang yang memerintahkan Slamat Riyadi untuk membakar rumah Riance Juskal. Untuk memperlancar aksi tersebut Slamat Riyadi kemudian mengajak dua pelaku lain dengan iming-iming imbalan uang yaitu Jangcik, dan Evi Safdani.
Setelah uang masuk ke rekening dr. Ferdi, dana itu kemudian diserahkan kepada Mamat. Mamat kemudian mengajak Agusman Marbun untuk menyerahkan uang kepada Slamat Riyadi selaku eksekutor pembakaran rumah.
“Dari rekening dr. Ferdi, uang tersebut ditarik lalu diserahkan ke Mamat untuk kembali diserahkan kepada Slamat Riyadi pelaku pembakar rumah komisioner KPU,” kata JPU, Tito SH yang didampingi Zainal Muthaqin SH.
Setelah JPU membacakan dakwaan, majelis hakim bertanya pada tiga terdakwa dan kuasa hukum terdakwa tentang isi dakwaan termasuk menanyakan apakah ada keberatan dengan isi dakwaan. Namun dijawab oleh kuasa hukum terdakwa tidak keberatan dan sidang dilanjutkan.
Dua Kali Dibakar
Sidang perdana ini ternyata tidak hanya mendengarkan isi dakwaan tapi juga mendengarkan keterangan saksi korban yakni Riance Juskal yang akrab disapa Rian.
Rian menerangkan aksi pembakaran rumahnya oleh pelaku berawal pada 23 Maret 2017. Ia baru pulang dari Jakarta. Ia kaget melihat rumahnya di bagian belang dan samping telah dibakar orang tak dikenal. Rian langsung melaporkan peristiwa itu ke Polres Tebo.
Belum lagi tuntas penyidik Polres mengungkap siapa pelakunya, enam hari kemudian tepatnya pada 29 Maret 2017 rumahnya kembali dibakar di sisi bagian depan.
“Aksi kedua yang dilakukan ketiga pelaku ini nyaris membunuh saya dan istri, soalnya dilakukan antara tengah malam dan dini hari,” ujar Rian.
Aksi pembakaran tersebut menurut Rian, ia ketahui setelah api membesar sekitar pukul 05.00 WIB. Untungnya api belum sempat melalap seluruh rumah korban, karena korban dan warga bergotong-royong memadamkan api.
“Akibat pembakaran yang kedua tersebut, kedua kaki saya terbakar dan yang terparah kaki sebelah kiri. Saya harus menjalani perawatan selama tiga bulan di rumah sakit Padang,” ujar Komisioner KPU Tebo ini.
Untungnya, pasca kejadian awal Rian sudah memasang CCTV di setiap sudut rumahnya sehingga saat pembakaran kedua, aksi para pelaku terekam.
Pasca kejadian itu, para pelaku kabur namun pada bulan Agustus 2017, pihak Polda Jambi dan Polres Tebo berhasil meringkus ketiga orang pelaku.
“Tiga orang tersebut hanya orang upahan bukan otak pelakunya. Saya berharap jaksa dan hakim bisa menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Otak pelakunya juga harus dihukum,” pinta Rian kepada Majelis Hakim PN Tebo.
Informasi yang didapat, dari nama-nama yang ada dalam dakwaan jaksa belum semuanya ditangkap. Kabarnya, salah satu yang menjadi kunci kasus pembakaran yaitu Syarif saat ini berstatus buron dan sudah masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Jambi dan Polres Tebo.
“Sidang kedua akan kita lanjutkan pada Selasa, 6 Februari 2018 dengan agenda mendengarkan saksi-saksi lain,” kata Hakim Ketua. (DE 01)

PERKARA
Kuasa Hukum Desak Polisi Serius Tangani Dugaan Malapraktik di Delizza Beauty Clinic

DETAIL.ID, Jakarta – Kuasa hukum korban dugaan malapraktik Delizza Beauty Clinic (DBC) Jhon Saud Damanik, mendesak penyidik Unit Kriminal Khusus Polres Metro Jakarta Timur lebih serius menangani perkara yang disebut telah menelan sejumlah korban.
Ia meminta kepolisian segera memeriksa legalitas Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter Siti Fatimatus Zuhro yang diduga melakukan operasi di klinik tersebut.
“Jika benar dokter umum dan tidak memiliki STR maupun SIP, maka tindakan operasi ini adalah perbuatan pidana yang sangat keji demi uang. Penyidik harus serius, sebab ini menyangkut nyawa manusia,” kata Jhon pada Minggu, 14 September 2025.
Menurut Jhon, praktik operasi tanpa izin jelas melanggar hukum dan dapat dijerat pasal pidana antara lain Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan luka berat, serta Pasal 351 KUHP terkait dugaan penganiayaan. Selain itu, UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 dan UU Praktik Kedokteran juga menegaskan ancaman pidana bagi tenaga medis yang tidak memiliki izin resmi.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Negara wajib melindungi pasien dari praktik ilegal yang berisiko merenggut nyawa,” ujarnya.
Ia juga menyoroti lambannya penanganan kasus DBC. Menurutnya aparat lebih cepat menindak kasus lain, bahkan yang melibatkan hewan peliharaan publik figur dibandingkan perkara dugaan malapraktik yang menyangkut keselamatan manusia.
Sementara korban berharap rencana pemanggilan saksi pada 17 September 2025 mendatang benar-benar terealisasi, termasuk menghadirkan saksi kunci seperti perawat yang mengetahui langsung tindakan medis. Mereka juga menuntut proses hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan.
“Ini menyangkut keselamatan publik. Jangan sampai ada korban baru hanya karena aparat terlambat bertindak,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Penasihat Hukum Bantah Kliennya Terlibat Korupsi Kredit Macet PT PAL, Singgung Penjualan Pabrik Hingga PKPU

DETAIL.ID, Jambi – Terdakwa korupsi kredit investasi PT Prosympac Agro Lestari (PAL) Wendy Haryanto lewat penasihat hukumnya menilai bahwa dakwaan JPU terhadap kliennya error in persona atau tidak dapat ditersangkakan hingga didakwa dalam perkara korupsi.
Alasannya PT PAL telah beralih kepemilikan atau jual beli saham dari terdakwa Wendy kepada Bengawan Kamto pada 12 November 2018. Selain itu dalam eksepsi yang dibacakan oleh penasihat hukum Wendy di persidangan, perkara kredit macet Rp 105 miliar itu dinilainya bukanlah perkara korupsi, melainkan perdata.
Sebagaimana putusan homologasi PN Niaga Medan pada Juli 2022 lalu, bahwa terdapat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Bank BNI, yang masih berlangsung hingga 2027.
“Perbuatan terdakwa bukan bersifat pidana. Apabila debitur lalai maka sanksi yang diberikan bukanlah sanksi pidana melainkan sanksi pailit,” ujar Penasihat Hukum Wendy, membacakan eksepsi pada Kamis, 11 September 2025.
Selain itu, soal kerugian keuangan negara yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan sebelumnya juga turut dibantah, menurut Penasihat Hukum terdakwa dari kantor hukum Firm NR & Partners ini, yang berhak menyatakan kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, itu sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Tidak ada pernyataan kerugian keuangan negara dari audit investigatif BPK. Hanya didasari oleh laporan audit dari Kantor Akuntan Publik Jojo Sunaryo dan rekan. Tidak dideklair oleh BPK sebagai kerugian negara,” ujarnya.
Tim penasihat hukum terdakwa pun meragukan perhitungan kerugian keuangan negara sebagaimana laporan audit KAP Jojo Sunaryo dan rekan senilai Rp 79,2 miliar yang jadi landasan penuntut umum, sebab menurut mereka unsur kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata dan pasti. Dalam hal ini penghitungan harusnya dilakukan oleh instansi pemerintah yang diberi kewenangan oleh UU Perbendaharaan Negara, yakni BPK RI.
“Surat dakwaan tidak dapat diterima. Surat dakwaan tidak lengkap, tidak jelas dan tidak cermat. Oleh karenanya sudah seharusnya dinyatakan batal demi hukum,” ucapnya.
Sementara dalam dakwaan sebelumya, penuntut umum menguraikan bahwa terdakwa yang merupakan Direktur PT PAL pada 2018 menawarkan PT PAL yang kondisi keuangannya sedang tidak sehat kepada Viktor Gunawan dan Bengawan Kamto senilai Rp 126,5 miliar yang kemudian berlanjut pada Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) pada 7 Mei 2018 antara terdakwa dengan Bengawan Kamto.
Namun dikarenakan Bengawan Kamto saat itu tidak memiliki uang yang cukup untuk transaksi pembelian PT PAL, orang dekatnya yakni Viktor Gunawan lantas menyarankan untuk menggunakan fasilitas kredit dari Bank BNI Palembang untuk pembiayaan. Rencana tersebut pun diamini oleh Bengawan Kamto.
Selanjutnya Viktor Gunawan lantas berkoordinasi dengan SRM BNI KC Palembang Rais Gunawan untuk menyiasati segala persyaratan pinjaman dapat diproses. Rais lantas meminta Viktor untuk mengajukan surat permohonan pengajuan kredit agar ditandatangani oleh pengurus sah PT PAL yakni Wendi Haryanto.
Wendy Haryanto pun selanjutnya bergerak mengajukan permohonan kredit investasi senilai Rp 90 miliar dan KMK senilai Rp 15 miliar pada 28 Juli 2018, yang kemudian diteruskan oleh Viktor Gunawan pada 12 November 2018 dan disetujui oleh Komite kredit BNI pada keesokan harinya 13 November 2018 yang dicairkan melalui KCU BNI Jambi, dengan pabrik PT PAL serta 5 SHM atas tanah PT PAL sebagai agunan.
Dari pengajuan kredit yang sarat akan sejumlah masalah itu, Wendy akhirnya menerima Rp 75,2 miliar yang kemudian dipergunakan untuk melunasi utang di Bank CIMB Niaga Medan. Sementara PT PAL beralih ke pemilik baru yakni Bengawan Kamto.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Dua Pelaku Pengedar Narkotika di Padang Panjang Terancam 12 Tahun Penjara

DETAIL.ID, Padang Panjang — Satuan Reserse Narkoba Polres Padang Panjang berhasil mengungkap kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis sabu-sabu di wilayah hukumnya. Dua orang laki-laki berhasil ditangkap pada Kamis, 11 September 2025 sekitar pukul 13.30 WIB di sebuah rumah yang beralamat di Kelurahan Balai-Balai, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang.
Kapolres Padang Panjang, AKBP Kartyana Widyarso Wardoyo Putro, S.I.K., M.A.P. melalui Kasat Resnarkoba, IPTU Ardi Nefri,S.H.,M.H. membenarkan atas penangkapan dua orang pelaku penyalah gunaan narkotika jenis sabu-sabu ini.
Ia mengatakan penangkapan ini menegaskan komitmen Polres Padang Panjang dalam memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika di wilayah hukumnya.
“Penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat yang melaporkan adanya dugaan aktivitas penyalahgunaan narkotika di lokasi tersebut. Menindaklanjuti laporan tersebut, personel Satresnarkoba Polres Padang Panjang segera melakukan penyelidikan dan penggerebekan,” ucap Kasat Resnarkoba.
Kedua pelaku yang berhasil ditangkap yaitu JF (35), wiraswasta, warga Kelurahan Balai-Balai, Kecamatan Padang Panjang Barat, dan HR (33), wiraswasta, warga Jalan Adam BB Kelurahan Balai-Balai, Kecamatan Padang Panjang Barat.
Dari hasil penggeledahan yang dilakukan di tempat kejadian perkara, petugas berhasil menyita sejumlah barang bukti yamg di simpan pelaku di bawah sofa ruangan tamu antara lain:
- 37 (tiga puluh tujuh) paket kecil narkotika jenis shabu yang dibungkus dalam berbagai warna plastik wafer dan plastik bening berklip merah.
- 1 (satu) buah korek api merah yang telah dimodifikasi dan disambungkan dengan pipet berlapis timah rokok.
- 1 (satu) buah kotak rokok merk Surya Gudang Garam berisi peralatan penggunaan shabu, termasuk pipet, kaca pirek, dan tutup botol yang telah dilubangi.
- 1 (satu) buah alat isap atau bong yang terbuat dari botol air mineral merk Le Minerale.
- 1 (satu) unit handphone merk Vivo Y15s warna biru dengan nomor IMEI 1: 869713052732771 dan IMEI 2: 869713052732763.
Saat penangkapan berlangsung, kedua pelaku berhasil diamankan oleh tim Resnarkoba tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Saat ini, kedua pelaku beserta barang bukti telah diamankan di Mapolres Padang Panjang untuk proses penyidikan lebih lanjut.
“Kepada kedua pelaku di kenakan pasal Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1).Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara,” tutur Kasatresnarkoba.
Reporter: Diona