LINGKUNGAN
Aktivis Jambi Menjadi Aktor Film Kelas Dunia

DETAIL.ID, Jambi – Diam-diam seorang aktivis asal Jambi bernama Feri Irawan menjadi salah satu aktor dalam sebuah film layar lebar berjudul The Green Lie yang akan dirilis pada 22 Maret 2018 mendatang di Berlin, Jerman.
Film ini tak tanggung-tanggung digarap di lima negara: Austria, Jerman, Amerika Serikat, Brasil, dan Indonesia. Di Indonesia sendiri syutingnya hanya di Bali dan Jambi. Prosesnya cukup panjang sejak November 2015 hingga April 2016.
“Syuting di Jambi seingat saya dilakukan pada November 2015. Ketika Jambi tengah didera kabut asap akibat kebakaran hutan gambut,” kata Feri Irawan kepada detail, Jumat (2/3/2018) sore.
Awalnya, Feri diwawancarai oleh Kathrin Hartmann — penulis buku asal Jerman yang juga terlibat penuh penggarapan film ini. Kathrin banyak mengulik kisah perjuangan dan pendampingan yang dilakukan Feri selama bertahun-tahun di Jambi.
Setelah buku itu diterbitkan, kata Feri, ternyata meledak di Jerman. Lantas, seorang produser film berminat membuatnya menjadi film layar lebar.
Feri dalam film itu menjadi diri sendiri. Seorang aktivis yang mulai berkutat dalam pendampingan petani sejak 1996. Dua tahun kemudian, dia sempat bergabung dengan Persatuan Petani Jambi (Pertajam) sampai akhirnya membuatnya dipercaya menjadi Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi 1999 sampai 2008, Hingga kini, dia menjadi Direktur Eksekutif Perkumpulan Hijau — salah satu Anggota Forum Walhi Jambi.
Namun sayangnya film itu tidak bisa dinikmati masyarakat Jambi dan Indonesia karena rencana akan dirilis pada 22 Maret 2018 di Berlin, Jerman. Padahal film The Green Lie masuk nominasi Glashutte Original Documentary Award — sebuah ajang festival film yang digelar setiap tahun di Berlin.
Feri mengatakan film The Green Lie ini bercerita tentang kebohongan hijau. Bagaimana masyarakat Eropa bahwa selama ini telah dibohongi soal bahan bakar hayati atau biofuel yang dihasilkan secara langsung oleh tanaman, salah satunya kelapa sawit.
Padahal di balik cerita untuk mendapatkan biofuel itu banyak kejahatan-kejahatan yang terjadi. Mulai dari pelanggaran HAM, konflik agraria, penggusuran kaum adat hingga klimaksnya kebakaran hutan gambut pada 2015 lalu yang mengganggu pernapasan masyarakat Jambi.
Kisah itu lantas diramu selama 1 jam 37 menit menjadi sebuah film layar lebar kategori dokumenter berjudul The Green Lie. “Ini pertama kalinya saya main film karena sebelumnya saya justru yang memproduksi film-film dokumenter bertema lingkungan. Tentu pengalaman ini tak akan terlupakan hingga kapan pun,” ujar pria kelahiran tahun 1974 silam ini. (DE 01)
LINGKUNGAN
Sembilan Perusahaan Perkebunan di Provinsi Jambi Beroperasi di Kawasan Hutan

DETAIL.ID, Jambi – Sebanyak 436 perusahaan perkebunan sawit dinyatakan beroperasi dalam kawasan hutan. Di Provinsi Jambi, setidaknya terdapat 9 perusahaan sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Kehutanan RI Nomor 36 tahun 2025.
Dalam lampiran subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan yang berproses atau ditolak permohonannya di Kementerian Kehutanan.
Perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi yakni PT Indokebun Unggul, grup KPN Plantation tercatat mengajukan permohonan perizinan sebanyak 771 hektare, Seluas 765 hektare di antaranya sedang berproses, dan 6 hektare ditolak.
Kemudian PT Pratama Sawit Mandiri dengan permohonan 116 hektare, berproses 111 hektare, dan 5 hektare ditolak.
Di Kabupaten Muarojambi, ada PT Puri Hijau Lestari dengan permohonan 379 hektare, berproses 393 hektare, ditolak 4 hektare. Selanjutnya PT Muaro Kahuripan Indonesia permohonan 863 hektare, 698 hektare berproses, 165 hektare ditolak dan PT Ricky Kurniawan Kertapersada, permohonan 300 hektare, berproses 267 hektare dan 33 hektare ditolak.
Di wilayah Kabupaten Bungo dan Tebo ada PT Satya Kisma Usaha (Sinarmas Agro) dengan catatan permohonan 105 hektare, 7 hektare berproses dan 98 hektare ditolak.
Selanjutnya, PT Sukses Maju Abadi, group Incasi, permohonan 403 hektare, berproses 324 hektare, ditolak 79 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Barat PT Pradira Mahajana, permohonan 49 hektare dan berproses 49 hektare.
Kabupaten Tanjungjabung Timur juga tercatat 1 perusahaan yakni PT Ladang Sawit Sejahtera group PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk permohonan 51 hektare berproses 51 hektare.
“Penetapan daftar subjek hukum kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam amar kesatu sebagai bahan masukan Kementerian Kehutanan kepada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan,” demikian bunyi putusan kedua, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 tahun 2025.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Hasil Laboratorium, Sumur Milik Sawal di Dekat Kolam Limbah PT SGN Tak Layak Dikonsumsi

DETAIL.ID, Merangin – Teka-teki hasil laboratorium terhadap sumur milik Sawal yang berada tak jauh dari kolam limbah milik PT Sumber Guna Nabati (SGN) sudah terjawab.
Dasar pengujian sampel air limbah sesuai dengan Permen LH Nomor 5 tahun 2004 pasal 16 ayat 3, dan dasar pengujian air sumur no p.68/MenLhk.setjen/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, serta Permenkes No 32 tahun 2017.
Dari hasil pengujian sampel yang diambil oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Merangin didapat hasil bahwa sumur milik Sawal dengan hasil PH 3,09 tidak layak konsumsi.
Hal ini berdasarkan hasil uji laboratorium, dengan mengunakan parameter fisika padatan tersuspensi total (TTS), temperatur dan padatan terlarut total dan juga mengunakan parameter kimia seperti PH, BOD, COD dan CL.
“Dari hasil uji laboratorium, dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, untuk air sumur milik Sawal tidak layak konsumsi sebab PH airnya 3,09 atau lebih asam jika diminum maka berasa seperti asam air jeruk,” kata Kadis DLH Kabupaten Merangin, Syafrani pada Senin, 13 Januari 2025.
Sementara itu hasil laboratorium di outlet 13 milik PT SGN, terdapat PH air 9,05, BOD 39, COD 188, outlet parit warga diketahui PH airnya 9,7, BOD 24, COD 283. Sementara sampel air yang diambil di hulu Sungai Retih PH 5,36, BOD 2, COD 54, CL 1 dan sampel air di hilir Sungai Retih PH 6,52, BOD 2, COD 51, Cl 11.
“Dengan hasil yang kami rilis, ada beberapa titik sampel yang diambil mengalami peningkatan. Agar warga berhati-hati tidak mengonsumsi air yang tercemar dan jika terkonsumsi maka bisa saja ada reaksi pada tubuh,” ujarnya.
Terkait dengan hasil yang dirilis DLH Kabupaten Merangin, Feri Irawan Direktur Perkumpulan Hijau, mengatakan bahwa izin perusahaan PT SGN bisa saja direkomendasikan untuk dicabut, dan mendorong pemerintah daerah dan pemerintah provinsi untuk meninjau ulang izin Amdal yang pernah dikeluarkan.
“Ada kejahatan lingkungan, pemerintah wajib meninjau ulang, jika tidak bisa saja aparat kepolisian menindaklanjuti agar kejadian ini tidak terulang,” kata Feri Irawan yang juga anggota forum WALHI.
Reporter: Daryanto
LINGKUNGAN
Kadis LH Merangin: Secara Kasat Mata Sumur Milik Sawal Tercemar

DETAIL.ID, Merangin – Hingga saat ini sampel air sumur milik Sawal yang sudah tidak bisa dimanfaatkan, masih menunggu hasil uji laboratorium. Yang berwenang untuk mengumumkan hasilnya adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Merangin.
Kadis LH Merangin, Syafrani mengatakan, secara kasat mata sumber air sumur milik warga yang bernama Sawal sudah jelas tercemar.
“Dari warna dan bau air sumurnya saja sudah menjelaskan secara kasat mata bahwa umur tersebut tercemar,” katanya pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Namun untuk kepastiannya, ia masih menunggu hasil dari Lakesda Merangin.
“Nanti hasilnya dari laboratorium kesehatan daerah, bakal kita umumkan ke masyarakat, sebab sampel yang diambil kemarin bukanlah berasal dari PT SGN tetapi dari sumur warga yang tinggalnya dekat dengan PT SGN,” ujarnya.
Ditegaskan Syafrani, dengan turunnya DLH dan juga laboratorium daerah menjadi fokus atas pengaduan masyarakat kepada DLH.
“Ini harus dibedakan, kita bukan dalam rangka pembinaan rutin kepada perusahaan, tetapi karena ada pengaduan dan jika terbukti mencemari lingkungan kita umumkan dan tentu ada sanksinya,” tuturnya.
Reporter: Daryanto