LINGKUNGAN
LP2LH: “10 Tahun Kerjanya Nihil, Cabut Saja Izin PT REKI!”

DETAIL.ID, Jambi – Tindakan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) yang berlagak bak penyidik, menyita ilegal logging di areal PT Agronusa Alam Lestari (AAS) – perusahaan konsesi Hutan Tanaman Industri di Sarolangun – pada 10 April 2016 lalu mendapat respons keras dari Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH).
Bukan hanya menyita di areal perusahaan lain, PT REKI juga mengangkut, memindahkan kemudian menyimpan temuan ilegal logging sebanyak 278 batang kayu jenis bulian – salah satu kayu langka dan termahal di Indonesia – di basecamp mereka sendiri, tanpa melibatkan penyidik dari Dinas Kehutanan maupun pihak kepolisian.
Baca Juga: Aroma Ilegal dari Gudang PT Restorasi Ekosistem Indonesia
Menurut Ketua DPP LP2LH, Tri Joko, tindakan yang dilakukan PT REKI itu adalah tindakan pelanggaran hukum berat. PT REKI dinilai telah melanggar UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Perusakan Hutan.
“Dalam tempo 3 x 24 jam, semestinya pihak PT REKI wajib melaporkan temuan ilegal logging dan meminta izin penyitaan kepada pengadilan negeri setempat,” kata Joko kepada detail, Sabtu (3/2/2018) sore.
Setidaknya, kata Joko, PT REKI dengan memindahkan temuan ilegal logging itu telah melanggar pasal 109 ayat (1) dan (2) serta pasal 116 UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Perusakan Hutan.
Joko mencontohkan pasal 109 ayat (1) yang berbunyi: “Dalam hal perbuatan pembalakan, pemanenan, pemungutan, penguasaan, pengangkutan, dan peredaran kayu hasil tebangan liar dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan/atau penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.”
Atas dasar itulah, Joko mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar segera mencabut izin konsesi PT REKI. “Tugas mereka merestorasi ekosistem. Faktanya, PT REKI justru melampaui kewenangannya dengan bertindak sebagai penyidik. Ini fatal,” ujar Joko.
Soal tudingan pelanggaran hukum ini dibantah oleh Ketua Tim Pengamanan PT REKI, Damanik yang didampingi Head of Stakeholder Partnership PT REKI, Adam Azis. Damanik mengakui bahwa mereka tidak melaporkannya ke pihak kepolisian namun setiap temuan yang ada mereka selalu secara berkala melaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Damanik menyampaikan hal itu seraya menunjukkan laporan bulanan mereka pada 26 April 2016. Namun dia mengakui bahwa tidak ada Berita Acara Penyitaan Temuan Ilegal Logging.
“Biasanya pihak Kementerian Kehutanan dengan alasan tidak ada tempat penyimpanan, sehingga mereka menyerahkan kepada kami. Bisa pula, kami gunakan kayu itu atau dimusnahkan,” ujarnya.
Manajer PT REKI yang telah dibebas tugaskan, Nazli tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Damanik. “Mereka itu jangan jadi tolollah. Tolong dibedakan temuan dengan laporan bulanan. Tidak adapun temuan ilegal logging itu, PT REKI wajib melaporkan kegiatan mereka secara berkala. Sekarang apa haknya PT REKI menyita di areal perusahaan lain lantas menyimpannya di tempat sendiri tanpa melibatkan penyidik,” ujar Nazli kepada detail, Sabtu (3/2/2018).
PT REKI adalah pemegang pertama Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) yang kemudian akhirnya hingga kini telah diikuti jejaknya oleh 15 lembaga lain di Indonesia.
Yakni seluas 52.170 hektar di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan melalui izin SK Menhut Nomor SK.293/Menhut- II/2007 tanggal 28 Agustus 2007. Dan seluas 46.385 hektar di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun dengan izin SK Menhut Nomor 327/Menhut-II/2010. Sehingga total luasan izin yang diberikan pemerintah kepada PT REKI seluas 98.555 hektar.
PT REKI mendapat donor dana dari lembaga Internasional sekelas KfW Development Bank – sebuah bank pembangunan di Jerman dan DANIDA (Danish International Development Agency) – lembaga donor dari Denmark.
Adam Azis berkata bahwa kami juga memiliki keterbatasan dana. “Jangan dikira dana yang kami kelola besar. Dalam tiga tahun terakhir ini kami cuma mengelola dana Rp40 miliar. Terus dana itu masih jauh dari cukup merestorasi ekosistem,” ujar Adam Azis.
Soal keterbatasan dana, ujar Joko, jangan menjadi dalih PT REKI. Sejak mereka mengantongi izin pada 2007 lalu, Joko menilai bahwa upaya restorasi yang dilakukan PT REKI boleh dibilang tidak ada sama sekali. Hingga kini, laju perambahan mencapai 50 persen atau sekitar lebih dari 20.000 hektar dari konsesi seluas 46.385 hektar.
“Ini sudah lebih dari 10 tahun tetapi laju deforestasi terus bertambah setiap tahunnya. Pertanyaan saya, ngapain saja PT REKI dengan duit sebanyak itu?” tanya Joko.
“Kami akui memang kerja kami belum maksimal. Kalaupun kami tidak bisa menghentikan laju deforestasi, paling tidak kami bisa memperlambat laju deforestasi,” jawab Adam Azis. (DE 01/DE 02)

LINGKUNGAN
Pertemuan Mendadak DPRD, PT SAS dan Sejumlah Warga Picu Kontroversi

DETAIL.ID, Jambi – Pertemuan mendadak antara DPRD Provinsi Jambi, PT SAS, dan sejumlah warga Aur Kenali serta Mendalo Darat pada Kamis kenarin, 2 Oktober 2025 menuai sorotan tajam. Warga menilai agenda tersebut melanggar kesepakatan sebelumnya dengan Gubernur Jambi.
Ketua DPRD Provinsi Jambi Hafiz Fattah, Wakil Ketua I Ivan Wirata, perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta sejumlah warga hadir dalam forum yang disebut sebagai mediasi. Namun, masyarakat mengaku baru menerima pemberitahuan dua jam sebelum pelaksanaan tanpa adanya surat undangan resmi.
Dalam rekaman video yang beredar, warga menolak berdialog. Mereka menyatakan pertemuan itu tidak sesuai jalur komunikasi yang telah ditetapkan bersama gubernur.
“Kami hadir hanya untuk memastikan tidak ada dialog. Yang harus ditindaklanjuti sekarang adalah adu data PT SAS mengenai rencana aktivitas mereka di lokasi stockpile,” kata perwakilan warga, Dlomiri.
Masyarakat menegaskan bahwa dialog resmi sudah pernah difasilitasi gubernur, sehingga tidak perlu ada pertemuan serupa. Mereka menuntut DPRD menyatakan sikap tegas menolak keberadaan stockpile PT SAS, bukan justru memfasilitasi dialog baru.
Selain itu, warga juga mempertanyakan kehadiran salah satu petinggi organisasi masyarakat dan perwakilan media tertentu dalam forum tersebut. Mereka menduga ada kepentingan lain di balik keterlibatan pihak yang dinilai tidak relevan.
“Yang kami butuhkan dari DPR bukan memediasi pertemuan, tapi berdiri bersama rakyat dengan jelas menolak stockpile PT SAS,” ujarnya.
Rencana pembangunan stokpile PT SAS di kawasan tersebut ditolak warga karena dinilai berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
Reporter: Juan Ambarita
LINGKUNGAN
Makatara Ungkap Dugaan Pelanggaran Tata Ruang di Rencana Terminal Batu Bara PT SAS

DETAIL.ID, Jambi – Perkumpulan Makatara (Masyarakat Anti Kerusakan Lingkungan dan Tata Ruang) membeberkan temuan dugaan pelanggaran pemanfaatan lahan pada rencana pembangunan terminal batu bara atau Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) milik PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di Kelurahan Aur Kenali, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi.
Dalam rilis resmi yang diterima Sabtu 20 September 2025, Makatara menyebut hasil pengamatan citra satelit resolusi tinggi periode 2018-2025 menunjukkan perubahan tutupan lahan seluas 47,6 hektare. Area yang sebelumnya berupa lahan pertanian dan hamparan hijau kini menjadi lahan terbuka. Temuan itu diperkuat dengan pengecekan lapangan.
“Penggunaan lahan di lokasi beririsan dengan kawasan perumahan 56 persen, kawasan lindung 30 persen, tanaman pangan 9 persen, serta perdagangan dan jasa 5 persen,” kata Sekretaris Umum Makatara, Willy Marlupi.
Pemetaan tersebut mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi Nomor 5/2024, data Kementerian ATR/BPN, peta rupa bumi BIG, serta verifikasi lapangan. Makatara juga menemukan lahan rencana terminal batubara berada dekat aliran sungai, intake PDAM Aur Duri, jalan lintas Sumatra, perkantoran, dan permukiman.
Sejumlah titik lahan disebut terindikasi sengketa, terlihat dari pemasangan plang dan panel beton. Warga sekitar telah menyampaikan surat penolakan, sementara Pemkot Jambi disebut telah menyurati Gubernur Jambi agar rencana penggunaan lahan ditinjau ulang.
Temuan lain menunjukkan sebagian lahan masuk dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) Kota Jambi yang ditetapkan Perda No.5/2024 seluas 459 hektare. Berdasarkan UU No.41/2009, lahan KP2B dilarang dialihfungsikan kecuali untuk kepentingan umum.
“Jika terjadi alih fungsi, segala perizinannya batal demi hukum,” ujarnya.
Makatara menilai kegiatan terminal batubara tidak termasuk dalam peruntukan tata ruang yang diatur, mulai dari kawasan lindung, perumahan, tanaman pangan, hingga perdagangan dan jasa. Laporan resmi sudah disampaikan ke Wali Kota Jambi, Dinas Lingkungan Hidup, dan Kantor BPN sejak 12 September, namun hingga kini belum mendapat jawaban.
“Penolakan ini bukan sekadar aspirasi masyarakat, tetapi upaya menegakkan aturan tata ruang dan perlindungan lingkungan,” katanya.
Makatara mendesak pemerintah kota dan provinsi menindaklanjuti temuan tersebut sesuai ketentuan peraturan, termasuk Perda RTRW Kota Jambi No.5/2024, PP No.21/2021 tentang Penataan Ruang, UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No.32/2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup dan UU Cipta Kerja No.6/2023. (*)
LINGKUNGAN
Pembangunan Stockpile dan Underpass PT SAS Dihentikan Sementara, Warga Masih Kecewa!

DETAIL.ID, Jambi – Aktivitas pembangunan underpass dan stockpile batu bara PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) RMKE Group akhirnya dihentikan oleh Gubernur Jambi, Al Haris pada Selasa, 16 September 2025 setelah gelombang penolakan oleh warga sekitar lokasi pembangunan stockpile terus bergejolak tanpa henti.
Usai bermediasi dengan para warga terdampak, Gubernur Jambi Al Haris bilang bahwa dirinya bersama para kepala daerah menerima aspirasi masyarakat. Namun tak bisa memutuskan untuk menutup permanen pembangunan underpas dan stockpile baru bara PT SAS. Haris mengedepankan dialog antara para warga dengan perusahaan, mesti sudah jelas-jelas aksi penolakan terus bergejolak.
“Hari ini warga meminta ini ditutup dan kita juga meminta PT SAS untuk tidak ada aktivitas sampai ada keputusan berikutnya. Hari ini yang pasti tutup dulu,” ujar Al Haris, usai mediasi bersama pihak PT SAS dan warga terdampak, di aula rumdis Wali Kota Jambi pada Selasa, 16 September 2025.
Sampai kapan? Al Haris menjawab sampai ada kesepakatan. Kalau tidak ada, berarti belum bisa dilanjutkan.
Sementara Wali Kota Jambi, Maulana tak menampik bahwa lokasi stockpile PT SAS melanggar Perda RT/RW Kota Jambi 2024-2044. Namun PT SAS disebut juga mengantongi persetujuan tata ruang dari Kementerian ATR/BPN.
“Kalau Kementerian yang mengesahkan, Perda kita harus juga mengeluarkan. Itu artinya dari segi tata ruang, yang di bawah kita harus melakukan diskusi lagi untuk melakukan perubahan, baru bisa dilanjutkan atau tidak,” ujar Maulana.
Wali Kota Jambi itu menekankan bahwa pemerintah bakal mengawal mediasi hingga ada keputusan bersama antar warga dengan perusahaan. Dengan ini masa depan investasi PT SAS di Jambi dengan berbagai klaim positifnya belum ada kejelasan. Begitu pula dengan masyarakat sekitar stockpile. Namun Maulana mengaku bahwa pemerintah tidak menutup mata.
“Tergantung dari hasil komunikasi mereka. Bisa dibuka, bisa ditutup,” katanya.
Ketika disinggung kembali soal permintaan masyarakat agar pembangunan stockpile PT SAS dihentikan atau dipindahkan. Al Haris pun menyinggung perizinan PT SAS sudah terbit sebelum dirinya menjabat Gubernur. Oleh karena klaim perizinan yang sudah lengkap tersebut, maka menurutnya tidak bisa serta merta diputus.
Menyikapi hal tersebut Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR) Aur Kenali, Rahmad Supriadi mengaku kecewa dengan keputusan Gubernur. Lantaran penghentian aktivitas pembangunan stockpile PT SAS, hanya bersifat sementara.
“Semuanya masih menggantung, itu yang membuat masyarakat kecewa,” ujar Rahmad.
Rahmad menegaskan bahwa pada intinya masyarakat tetap pada sikap menolak keberadaan stokpile PT SAS di kawasan permukiman mereka. Soal adu data terkait dampak kerugian yang ditimbulkan PT SAS, masyarakat mengaku siap.
“Tetap harus tutup (stockpile PT SAS). Karena sudah jelas-jelas, masalah namanya rekayasa teknologi yang mereka sampaikan, itu bohong semua!” ujarnya.
Reporter: Juan Ambarita