PERKARA
Karut Marutnya PT MAJI, Anak Perusahaan PTPN VI

DETAIL.ID, Jambi – Karut marutnya salah satu anak perusahaan yang satu ini mungkin bisa menggambarkan bobroknya PTPN VI Jambi. Ia adalah PT Mendahara Agro Jaya Industri (MAJI), perkebunan kelapa sawit di Tanjung Jabung Timur yang dibeli oleh PTPN VI pada 20 November 2012 lalu.
Awalnya peruntukan kawasan perkebunan PT MAJI seluas 5.860 hektar juga beralih fungsi dari Hutan Produksi (HP) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Areal yang disetujui akhirnya hanya 3.231,95 hektar setelah pada 5 Juni 2012, BPN RI menerbitkan sertifikat HGU Nomor 6 Tahun 2012 untuk PT MAJI di Desa Padan Lagan, Kecamatan Geragai serta Desa Merbau dan Desa Sungai Tawar – keduanya masuk dalam Kecamatan Mendahara, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lokasi ini tepat berada di sebelah izin lokasi PT Sinar Mas Perkasa (SMP).
Hanya beberapa bulan setelah PT MAJI mengantongi HGU, langsung dibeli oleh PTPN VI. Namun sampai sekarang PTPN VI belum memiliki dokumen take over dari PT MAJI termasuk akta perubahannya.
Berdasarkan salinan data akta notaris dan PPAT Firdaus Abu Bakar, Nomor 119 dan 120 tanggal 20 November 2012 tentang salinan akta jual beli saham antara Linda Riani dan PT Sekawan Maha Mulia dengan PTPN VI.
PT MAJI juga tidak mengubah izin lingkungan. Itu melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan. Pada pasal 50 ayat 1 dijelaskan, perusahaan wajib melakukan perubahan lain lingkungan apabila terjadi perubahan kepemilikan. Dengan demikian PT MAJI terancam pidana dan denda sebesar Rp1 miliar.
Namun di balik semua itu ternyata pada saat PT MAJI di-take over oleh PTPN VI terjadi mark up hingga Rp100 miliar. Di atas kertas pembelian senilai Rp150 miliar namun pembelian sesungguhnya hanya Rp50 miliar. Rp100 miliar dibagi-bagikan.
Kasus ini tengah dibidik oleh Kejaksaan Tinggi Jambi. Pada 22 Maret 2018, Kejati telah meminta keterangan dari Kepala Desa Lagan Tengah dan Sungai Tawar. Pemeriksaan itu terkait dugaan mark up pembelian PT Bukit Kausar dan PT MAJI.
Padahal, PTPN VI saat ini telah mengantongi sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO) sejak 18 Oktober 2016. ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
Tidak hanya itu, Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH) juga menemukan tiga pelanggaran lainnya. Pertama, berdasarkan investigasi LP2LH di lapangan, PT MAJI tidak membuat laporan semester RPL/UPL periode tahun 2016 dan tahun 2017 terhadap kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.
Kedua, PT MAJI tidak memiliki izin TPS terhadap usaha perkebunan kepala sawit. Ketiga, PT MAJI diduga telah merambah kawasan hutan produksi hingga 600 hektar lebih. Soal perambahan ini, LP2LH telah memverifikasinya di lapangan berdasarkan SK Menhut Nomor 863 tahun 2014.
“Dalam waktu dekat kami akan melaporkan semua pelanggaran PT MAJI ini ke KPK,” kata Ketua DPP LP2LH, Tri Joko kepada detail, Selasa (27/3/2018). (DE 01)

PERKARA
Empat Saksi PT SAL Tak Mampu Buktikan Lokus Perkara Adalah Lahan Perusahaan

DETAIL.ID, Merangin – Kasus pencurian buah sawit yang dilakukan oleh SW yang diduga di lahan PT SAL I Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin memasuki keterangan saksi.
Jaksa penuntut umum menghadirkan empat saksi yakni ES, RR, AR dan SN untuk memberikan keterangan pada persidangan di Pengadilan Negeri Merangin.
Keempat saksi yang dihadirkan, tak satu pun yang bisa menunjukkan bahwa lokasi yang diangkut buah sawit oleh terdakwa merupakan lahan milik perusahaan.
Penasihat hukum terdakwa SW, Dede Riskadinata mengatakan, dari keterangan saksi yang dihadirkan oleh JPU tidak mampu menunjukkan bahwa lokasi tersebut yang menjadi lokus perkara merupakan lahan milik perusahaan.
“Dari keterangan saksi di persidangan membuktikan bahwa klien kita tidak mengambil di lokasi perusahaan, sebab dari empat saksi yang dihadirkan tidak satupun bisa menunjukkan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi milik perusahaan,” kata Dede Riskadinata pada Kamis, 9 Oktober 2025.
Sementara dari keterangan saksi, terkait dengan jumlah barang bukti juga dibantah oleh terdakwa SW bahwa jumlah janjang sawit yang diangkut hanya berjumlah 31 janjang. Saat ditimbang di timbangan milik PT SAL bertambah menjadi 38 janjang.
“Dari keterangan para saksi juga sempat dibantah oleh klien kita. Jumlah barang bukti yang diamankan bertambah banyak dari 31 janjang buah sawit berubah saat ditimbang oleh para saksi menjadi 38 janjang sawit. Iqni fakta persidangan yang terungkap dan menjadi satu pandangan kita bahwa kasus ini dipaksakan semenjak dari awal,” ujarnya.
Ada hal yang menarik dari pengakuan empat saksi dari perusahaan. Empat saksi mengakui mengantar terdakwa berobat di klinik perusahaan.
“Ini yang menjadi bukti baru. Klien kita ternyata mengalami penganiayaan oleh empat orang saksi yang dihadirkan kemarin, dan ini juga sesuai dengan hasil foto yang kita dapatkan dari keluarga klien kita.bahwa memang terjadi penganiayaan. Ini akan kita teruskan menjadi laporan polisi,” ucapnya.
Sementara itu agenda sidang pekan depan, akan dilanjutkan keterangan saksi meringankan dari terdakwa SW.
Reporter: Daryanto
PERKARA
Aktivis Petani Diduga Dikriminalisasi, Polda Jambi Dinilai Tutup Mata Terhadap Pelaku Sebenarnya

DETAIL.ID, Jambi – Penangkapan aktivis agraria Thawaf Aly (59) Ketua Divisi Advokasi Persatuan Petani Jambi (PPJ) oleh Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jambi menuai kritik keras dari berbagai kalangan. Thawaf yang dikenal aktif mendampingi petani dalam konflik lahan di kawasan hutan disebut dikriminalisasi karena memperjuangkan hak rakyat kecil.
Thawaf dijemput paksa oleh belasan anggota polisi pada 29 September 2025 dan hingga kini ditahan di Rutan Mapolda Jambi. Persatuan Petani Jambi menilai langkah aparat kepolisian itu cacat hukum dan bertentangan dengan aturan yang berlaku, karena kasus yang menjerat Thawaf merupakan sengketa lahan yang masih berproses secara perdata, bukan pidana.
“Objek perkara jelas merupakan konflik klaim tanah di kawasan hutan. Namun yang dikriminalisasi justru petani dan pendampingnya,” kata Azhari, pejuang HAM dari Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Jambi pada Senin, 6 Oktober 2025.
Menurutnya, penyidik mengabaikan PERMA No.1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Kejaksaan Agung B-230/EJP/01/2013 yang menegaskan bahwa perkara pidana harus ditangguhkan bila objek perkara masih dalam sengketa perdata.
Azhari juga menilai tindakan penyidik Polda Jambi tidak profesional dan bertentangan dengan semangat reformasi hukum. Ia menuding aparat lebih berpihak kepada pengusaha Sucipto Yudodiharjo, yang justru diduga melakukan panen sawit ilegal di kawasan hutan.
“Polda Jambi seakan menutup mata terhadap pelaku sebenarnya. Ini bentuk ketidakadilan dan tebang pilih hukum,” katanya.
Pakar Hukum Agraria Universitas Jambi, Dr. Rudi Hartanto, menilai penetapan tersangka terhadap petani dan aktivis tersebut menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
“Jika objeknya sengketa tanah, maka proses pidana wajib ditunda. Menetapkan petani sebagai tersangka melanggar asas keadilan dan hak konstitusional warga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Agus Erfandi, SH, Ketua Tim Advokasi Petani, yang menduga kuat ada rekayasa hukum dalam kasus ini. Ia menyebut lemahnya bukti yang dimiliki penyidik terlihat dari berkas perkara yang hingga kini belum dikembalikan ke Kejati Jambi (P19).
“Ini menunjukkan lemahnya alat bukti dan adanya indikasi pemaksaan kasus,” kata Agus.
PPJ bersama IHCS mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan untuk mengevaluasi kinerja Subdit III Jatanras Polda Jambi yang dipimpin AKP Irwan. Mereka menilai aparat bertindak arogan dan tidak mempertimbangkan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam pernyataannya, PPJ menuntut agar kriminalisasi terhadap petani dihentikan, aparat penegak hukum menghormati aturan PERMA dan SE Kajagung sebagai pedoman hukum, serta menindak tegas Sucipto Yudodiharjo dan kroninya yang diduga melakukan pelanggaran hukum di kawasan hutan.
“Penahanan Thawaf Aly ini jelas cacat hukum. Tidak ada unsur niat jahat dalam tindakannya. Ia hanya memperjuangkan hak petani dan mengikuti prosedur sesuai aturan kehutanan,” katanya.
Kasus ini menjadi potret buram penegakan hukum agraria di Jambi. Di tengah upaya petani memperjuangkan hak atas tanah, aparat justru dinilai lebih berpihak pada kepentingan pemodal, sementara keadilan bagi rakyat kecil semakin jauh dari harapan. (*)
PERKARA
Laporan Penipuan Online Ratusan Juta, Satu Tahun Lebih Belum Ada Perkembangan dari Polisi

DETAIL.ID, Jambi – Seorang warga di Kota Jambi melaporkan dugaan penipuan investasi daring yang merugikannya hingga ratusan juta rupiah. Namun sejak laporan teregister di Sub Dit V Cyber Ditreskrimsus Polda Jambi pada 31 Juli 2024, pelapor mengaku belum mendapat pemberitahuan perkembangan penyelidikan.
Korban bernama Murniati (52) melapor ke Sub Dit Cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi dengan tanda bukti Surat Tanda Penerimaan Pengaduan Nomor LAPDUAN/150/IV/RES.2.5/2024/Ditreskrimsus.
Dalam laporannya, Murnati menuturkan awalnya tertarik pada iklan lowongan menjadi dropshipper di Facebook pada 27 April 2024. Ia kemudian diarahkan bergabung ke grup Telegram “amazon-dk” dan diminta melakukan setoran awal Rp 120 ribu. Hingga selanjutnya, ia mentransfer dana beberapa kali ke sejumlah rekening dengan total kerugian sekitar Rp 473,39 juta.
Beberapa nama dan rekening yang disebut dalam laporan antara lain;
- Mandiri a.n. Siti Fatimah Rp 15 juta dan Rp 10 juta
- BNI a.n. Syarifudin Rp 10 juta
- BRI a.n. Indra Sentosa Rp 10 juta
- BNI a.n. Dian Mei Kurniawati Rp 5 juta dan Rp 7,5 juta
- BRI a.n. Rtid Maharani Rp 12 juta
Selain itu masih terdapat transaksi lainnya yang tidak sempat discreenshot (disimpan) oleh pelapor. Namun korban menegaskan seluruh bukti transfer telah dilampirkan kepada penyidik.
“Sampai sekarang saya belum menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan apa pun dari pihak kepolisian,” ujar Murnati saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Sementara Pihak Polda Jambi saat dimintai konfirmasi terkait perkembangan kasus ini belum memberikan keterangan resmi. Dir Reskrimsus Polda Jambi Kombes Pol Taufik Nurmandia, dikonformasi beberapa hari lalu mengarahkan pada Plh Kasubdit 5 Cyber Ditreskrimsus, AKBP Slamet Widodo. Namun AKBP Slamet dikonformasi lebih lanjut belum memberi keterangan hingga berita ini terbit.
Kasus ini menambah deretan laporan penipuan investasi daring yang marak terjadi. Namun hingga kini status laporan Murniati sendiri belum ada kejelasan. Berdasarkan aturan, pelapor berhak menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) secara berkala apabila laporan telah naik ke tahap penyelidikan.
Reporter: Juan Ambarita