PERKARA
Ada Aroma Busuk dari Tangki Timbun di Talang Duku

DETAIL.ID, Jambi – Benny Soebagia ketika masih menjabat sebagai Sekretaris PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VI dengan bangganya mengatakan PTPN VI hendak membangun 10 tangki timbun penyimpanan sementara Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah sawit di kawasan Pelabuhan Talang Duku, Jambi.
Pernyataan Benny itu termuat di beberapa media lokal maupun nasional sekitar Januari 2013 atau menjelang PTPN VI menunjuk PT Mitra Insan Persada (MIP) sebagai perusahaan transportir.
Benny berdalih lebih hemat jika membangun tangki timbun dengan sistem sewa ketimbang harus membeli lahan 4-5 hektar yang harganya cukup mahal. Kini Benny sulit dihubungi setelah pensiun dari PTPN VI. Ia sekarang memilih hidup tenang di Bandung, Jawa Barat.
Konon kabarnya, pada tahun 2013 akhirnya membeli tiga tangki timbun milik PT Perintis Lintas Talang Duku (PELITA). Satu unit tangki dibeli seharga Rp2 miliar atau totalnya Rp6 miliar.
Ironisnya pada tahun yang sama, PTPN VI kembali mengajukan pembuatan tiga tangki timbun di Pelabuhan Talang Duku. Tangki bekas tadi dicat lantas dilaporkan telah dibangun, dengan sistem sewa tanah kepada PT PELITA sebesar Rp400 juta per tahun.
Namun sekarang Direktur Utama PTPN VI, Ahmad Haslan Saragih pusing tujuh keliling. PT PELITA menaikkan harga sewa tanah menjadi Rp550 juta per tahun.
Sumber detail menyebutkan bahwa aroma busuk dari pengadaan tangki timbun ini merupakan tanggung jawab Herdiwan dan Ridwan yang ketika itu duduk sebagai bagian pemasaran PTPN VI. Herdiwan kini menjabat Manajer Kebun Tanjung Lebar dan Ridwan kini duduk sebagai Manajer Kebun Kayu Aro.
“Mereka berdua yang bertanggung jawab terkait soal itu,” kata salah satu mantan direksi PTPN VI kepada detail, Kamis (5/4/2018).
Mereka berdua berkali-kali dihubungi detail namun tak satu pun yang menjawab telepon maupun pesan pendek yang dikirimkan detail.
Bahkan termasuk Arfinaldi juga tutup mulut. Arfinaldi adalah mantan Direktur Keuangan PTPN VI pada tahun 2012 hingga tahun 2016. Setelah itu, dia menjabat Direktur Komersil PTPN I. Kini, dia dikabarkan telah mundur dan memilih hidup tenang di rumah pribadinya di Komplek Perumahan Teguh Permai 4, Kota Jambi.
Aslan enggan berkomentar ketika ditanya. “Wah saya enggak tahu soal itu. Tanya sama Pak Amin (Amin Sembiring) saja,” katanya kepada detail, Kamis (5/4/2018) melalui telepon genggam.
Beberapa menit kemudian, Direktur Komersil PTPN VI Amin Sembiring langsung menelepon. “Saya belum mengetahui soal pengadaan tangki timbun ini karena saya baru duduk sebagai direktur komersil pada 2016. Yang jelas, kami tengah melakukan pembenahan di berbagai hal,” katanya kepada detail.
Beberapa aktivis dan LSM pegiat antikorupsi juga tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mendorong proses penyelidikan atas pelanggaran-pelanggaran di tubuh PTPN VI ini.
Sementara itu beberapa karyawan PTPN VI mendukung penuh proses penyelidikan di tubuh PTPN VI tersebut. Pasalnya, sejak tiga pabrik milik PTPN VI itu membuat penghasilan mereka menjadi menurun drastis. Praktis, kini mereka hanya bisa menerima gaji pokok yang tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. (DE 01)
PERKARA
Vonis Korupsi Dana Hibah KONI Muarojambi: Pata Hila 4 Tahun 6 Bulan, Suzan 4 Tahun Bui

DETAIL.ID, Jambi – Perkara tindak pidana korupsi dana hibah yang menjerat mantan Ketua KONI Muarojambi 2019 – 2023 Pata Hila dan mantan Bendahara KONI, Suzan Novirinda akhirnya diputus oleh Majelis Hakim PN Jambi pada Rabu, 18 Juni 2025.
Pata Hila divonis 4 tahun 6 bulan penjara. Sementara Suzan Novirinda mendapat vonis lebih ringan yakni 4 tahun penjara.
“Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Ketua Majelis Hakim, Syafrizal Fakhmi membacakan putusan pada Rabu, 18 Juni 2025.
Adapun putusan hakim lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muarojambi. Oleh JPU, Pata Hila dituntut 6 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Sementara Suzan dituntut 5 tahun 6 bulan dengan denda serupa.
Terkait putusan tersebut, Rahadiandri selaku kuasa hukum para terdakwa terdakwa menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim.
Dalam kasus ini, KONI Muarojambi menerima dana hibah dari pemerintah kabupaten senilai Rp 4,8 miliar pada Maret 2019. Selanjutnya dalam dakwaan Pata Hila memerintahkan agar Suzan mengelola dana hibah tersebut.
Namun dalam perjalanannya, sebagian dana tersebut tidak dikelola sesuai ketentuan. Kedua terdakwa mengunakan dana hibah untuk kegiatan yang tidak ada dalam RAB.
Dalam laporan pertanggungjawaban mereka lantas menggunakan laporan pertanggungjawaban yang tidak valid. Perbuatannya pun menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 521 juta sebagaimana hasil audit inspektorat Muarojambi.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Didin Disebut Penuhi Kriteria Sebagai Justice Collaborator, Namun Semuanya Tergantung Penilaian Hakim

DETAIL.ID, Jambi – Didin alias Diding bin Tember kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jambi pada Selasa kemarin, 17 Juni 2025. Kali ini kuasa hukum Didin mendatangkan ahli hukum Pidana Universitas Jambi, Dr Sahuri Lasmadi.
Dalam persidangan, keinginan Didin menjadi Justice Collaborator (JC) menjadi topik pembahasan. Ahli menjelaskan bahwa hak seorang terdakwa untuk menjadi JC diatur dalam perundang-undangan, syarat dan kriteria juga dirincikan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 4 tahun 2011.
Menurut ahli, seorang terdakwa dapat menjadi JC dalam berbagai macam perkara mulai Tindak Pidana Korupsi, Lingkungan, Money Laundry, hingga tindak pidana narkotika.
Dalam sesi persidangan, Ketua Majelis Hakim, Dominggus Silaban menanyakan seberapa besar partisipasi seorang terdakwa untuk dapat dinyatakan berperan sebagai JC di muka persidangan? Serta kriteria yang harus dipenuhi.
“Yang bersangkutan bukan pelaku utama, kemudian memberikan keterangan (pengungkapan) terhadap pelaku utama,” ujar Sahuri Lasmadi memberi pandangan.
Kalau berbelit-belit, maka unsur kejujuran atas kesaksian dari terdakwa pun patut diragukan. Ketua Hakim Dominggus Silaban lantas kembali meminta pandangan ahli, dimana bahwa perkara ini sudah viral di Provinsi Jambi.
“Dari BAP yang Bapak pelajari, apa yang mau disampaikan bahwa dia (terdakwa) ini bisa masuk JC?” ujar Dominggus.
Sahuri bilang, bahwa Didin selaku terdakwa telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, dan permohonannya itu pun disetujui oleh LPSK. Dimana sebelumnya, Didin selalu dikawal oleh LPSK dalam setiap agenda sidang.
Namun di persidangan juga terungkap bahwa Didin lewat kuasa hukumnya mengajukan penghentian pendampingan kepada LPSK. LPSK pun merespons, bahwa sejauh fakta persidangan yang didapati. Didin dinilai tidak membutuhkan pendampingan sebagai saksi lagi.
Hakim Dominggus kembali bertanya kepada ahli, dia menyoroti riwayat Didin yang sudah pernah terjerat pidana serupa pada tahun 2016 lalu. Dan kini kembali terjerat dalam tindak pidana narkotika. Bagaimana kelayakannya untuk disebut sebagai JC?
“Tidak masalah, selagi bukan pelaku utama,” ujar Sahuri.
Selain kooperatif membongkar segala pihak yang terlibat atau jaringan yang berada di atasnya, Sahuri juga menyebutkan adanya persyaratan lain seperti menyerahkan daripada hasil tindak pidana yang digelutinya selama ini kepada penyidik, sebagaimana diatur lebih rinci pada Sema Nomor 4 tahun 2011.
Berdasarkan segala kriteria yang dipenuhi, ahli berpandangan bahwa Didin dapat dinyatakan sebagai JC. Namun atas semua itu ia menekankan bahwa penilaian penuh tetap berada kewenangan hakim yang mengadili dan memutus perkara.
“Intinya dia mengakui salahnya. Kemudian ada pengungkapan yang lebih besar. Tapi semua kembali pada penilaian hakim,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita
PERKARA
Dugaan Korupsi Bermodus Pungli TPP dan BOK di Puskesmas Kebun IX Terus Berproses, Rina: Kalau Tidak Benar Pasti Sudah Lama Dihentikan

DETAIL.ID, Jambi – Tak sedikit pun Rina Marlina gentar terhadap proses hukum yang sedang dia tempuh. Dengan semua bukti yang ia pegang dia dia yakin laporannya terkait dugaan korupsi bermodus pungutan liar yang dilakukan oleh mantan Kepala Puskesmas Kebun IX Sungai Gelam, Dewi Lestari bakal terus berproses.
Merespons klaim Dewi sebelumnya yang membantah semua terkait dugaan korupsi sebagaimana laporan Rina ke Polres Muarojambi pada 2022 lalu, Rina menanggapi santai.
“Biarkan aja dia membantah. Toh kasus ini kan naik. Terakhir saya dikasih SP2HP ke-8 tanggal 24 Maret, nah kemarin sudah gelar perkara di Polda,” ujar Rina Marlina pada Selasa 17 Juni 2025.
Proses penyelidikan yang terus bergulir di kepolisian hingga kini menurut Rina, merupakan bukti bahwa laporannya memang benar adanya. Sebelumnya memang laporan Rina nampak jalan ditempat lantaran lamanya hasil audit keluar dari Inspektorat Muarojambi.
“Setahun kalau enggak salah menunggu hasil audit inspektorat itu. Tapi setelah keluar hasil audit inspektorat itu barulah penyidik Polres melanjutkan itu sampai sekarang. Memang lama tapi berjalan sampai sekarang,” ujar Rina.
Dalam kasus ini, tak hanya Rina dan rekan-rekannya yang diambil keterangan. Penyidik juga sudah mengambil keterangan hingga ahli dari Kemenkes. Dengan segala progres berjalan, dia pun makin yakin kasus ini bakal berujung pada titik terang.
“Jadi apapun bantahan dia itu hak dialah, yang penting apa yang saya laporkan memang benar. Kalau tidak benar pasti sudah lama dihentikan,” katanya.
Berdasarkan keterangan Rina, duit TPP serta BOK yang menjadi hak pegawai, dikutip oleh Bendahara TPP dan BOK. Dari sebanyak 55 pegawai di Puskes Kebun IX, dikutip masing-masing Rp 60 ribu per bulannya. Hitung-hitungannya terkumpul Rp 3,3 juta dalam sebulan. Sementara Duit BOK, dipotong sekitar 35% hal ini baru berhenti sejak 2023. Dana ditransfer langsung ke rekening pegawai.
“Saya ada kok bukti transferannya. SPJ-nya. SPPD lengkap. Yang saya laporkan itu semua sudah diproses. Kalau laporan saya tidak benar tidak akan naik. Itu aja intinya,” katanya.
Sementara itu juga terungkap bahwa surat kesepakatan soal duit-duit tersebut baru dibikin pada rentang Juni 2024. Para pegawai diduga ditekan oleh sang Kapus untuk menandatangani surat bermaterai tersebut, pasca kasus ini mulai bergerak ke meja aparat penegak hukum.
Di sisi lain, terungkap bahwa Dewi kemudian melaporkan Rina ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik, perkara ITE. Namun Rina tidak takut, dan seiring waktu berjalan, laporan Dewi juga nampak tiada progres dari penegak hukum.
Ada Intervensi Kadinkes Muarojambi
Disinggung soal intervensi dari Kadinkes Muarojambi atas persoalan ini, Rina mengaku bahwa intervensi pasti ada. Namun dia tak merinci lebih jauh. Begitu juga dengan bujukan bagi ke-2 belah pihak untuk damai.
“Ya pastilah. Pasti, pasti ada. Dia kan dinonjobkan gara-gara masalah ini. Cuma dia sendiri Kapus yang diganti,” katanya.
Dengan segala lika-liku semenjak bikin laporan polisi. Rina berharap, semoga kasusnya cepat naik hingga kemudian disidangkan. Rina kembali menegaskan, bahwa ia tidak takut.
“Semoga kasus ini bisa cepat selesai. Dalam artian bisa ditindaklanjuti dengan cepat,” katanya.
Reporter: Juan Ambarita