DI ERA modernisasi saat ini, baik gaya hidup maupun pola konsumsi menjadi suatu hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Tentu dengan majunya zaman dan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), maka dapat mempermudah manusia beraktivitas, termasuk perihal berbelanja. Dengan timbulnya Market Place dapat mendorong munculnya sifat hidup boros.
Gejala yang timbul saat ini adalah “hedonisme”, yaitu gaya hidup yang mewah. Dengan adanya gejala ini secara otomatis akan mempengaruhi manusia untuk menuntut keadaan agar terlihat kaya, dengan cara membeli berbagai macam barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan sama sekali.
Lantas bagaimana dengan individu yang memiliki modal terbatas namun tetap ingin terlihat kaya? Nah, hal ini yang akan menjadi pemicu terjadinya perilaku menyimpang seperti berbohong, mencuri, dan sebagainya. Inilah dampak apabila manusia tidak dapat menerapkan skala prioritas kebutuhan.
Tulisan ini berangkat dari fenomena hedonisme yang telah menjamur di kalangan masyarakat khususnya generasi muda/milenial, tentu hal ini bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam, individu harusnya mampu mengetahui bahwa Islam memberi batasan-batasan dalam bergaya dan berkonsumsi. Banyaknya dampak negatif dari gaya hidup mewah dan boros ini, tentu akan merusak moral dan etika setiap individu yang terpengaruh.
Sebelum membahas tentang bagaimana lebih rinci mengenai fenomena hedonisme dan sifat boros ini dalam kehidupan, berikut akan dijelaskan mengenai pengertian hedonisme dan sifat boros secara lebih luas.
Pengertian Hedonisme
Secara etimologi Hedonisme diambil dari bahasa Yunani yaitu “Hedone” yang artinya kesenangan. Secara sederhana pengertian hedonisme mengacu pada paham kesenangan terhadap kenikmatan. Sedangkan pengertian hedonisme menurut para ahli adalah “sesuatu yang dianggap baik sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Dengan kata lain sesuatu yang hanya mendatangkan kesusahan, penderitaan, dan tidak menyenangkan adalah sesuatu yang dinilai tidak baik”(Burhanuddin 1997:81)
Ada dua faktor penyebab hedonisme:
Faktor Internal
Yaitu berasal dari dalam diri sendiri. Sudah menjadi sifat dasar manusia itu ingin mempunyai kesenangan sebanyak banyaknya dengan bekerja seringan mungkin dan tidak puas dengan hal yang sudah dimiliki.
Faktor Eksternal
Yaitu arus informasi dari luar yang sangat besar atau juga globalisasi. Kebiasaan-kebiasaan orang dari luar negeri yang dianggap dapat membuat senang lalu diadaptasi oleh masyarakat Indonesia.
Ciri-ciri hedonisme di masyarakat:
- Berpikir bahwa tujuan utama hidup seseorang adalah kenikmatan dan kesenangan pribadi.
- Tidak peduli dengan kepentingan dan kebahagiaan orang lain sehingga menjadi pribadi yang egois.
- Tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki.
- Bersifat konsumtif.
- Mereka yang menganut hedonisme cenderung diskriminatif dan sombong dampak dari hedonisme
Hedonisme dapat memicu timbulnya sikap individualisme, konsumtif, egois, kurang bertanggung jawab, boros, bahkan korupsi.
Sifat Boros
Boros merupakan tindakan dalam membelanjakan harta untuk hal yang sia-sia. Allah SWT berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (QS. Al-Isra’ : 26)
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat kufur kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra’ : 27)
Boros merupakan salah satu dampak dari hedonisme, dan merupakan salah satu sifat tercela yang tidak diperbolehkan untuk diterapkan dalam Islam.
Dampak negatif dari gaya hidup boros:
- Tidak menghargai uang
- Kesulitan melacak perginya uang
- Menyebabkan utang
- Menenggelamkan masa depan
- Menimbulkan kecemburuan sosial
- Menimbulkan sifat sombong
- Mengandalkan orang lain
Contoh Kasus Hedonisme dan Boros
Ibu Sandra cemburu melihat tetangganya telah berhasil membeli sebuah mobil. Karena sifat hedonisme-nya, Ibu Sandra memaksakan diri untuk membeli mobil yang serupa dengan yang dibeli oleh tetangganya, padahal dia sendiri sudah memiliki sebuah mobil, sehingga mobil yang sudah ada tidak terpakai dan Ibu Sandra pun terlilit utang dikarenakan keterbatasan modal untuk membeli mobil tersebut.
Dari kasus di atas, kita perlu mempelajari teori tentang konsumsi dalam ekonomi Islam agar kita dapat lebih memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan. Karena sejatinya dalam Islam manusia yang mampu mengatur keuangannya sesuai dengan kebutuhan jauh lebih dicintai oleh Allah SWT.
*Para penulis adalah mahasiswa program studi akuntansi di fakultas ekonomi dan bisnis Universitas Jambi
Discussion about this post