DETAIL.ID, Jambi – Puluhan aktivis LSM dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi AMPUH (Aliansi Masyarakat Peduli Hukum) Jambi berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi Jambi, Senin (2/12/2019). Mereka mendesak dan meminta ketegasan pihak Kejati Jambi untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana SAMISAKE (Satu Miliar Satu Kecamatan) Kabupaten Batanghari tahun 2012 hingga tahun 2015.
Menurut AMPUH, kasus tersebut diduga melibatkan Sekda Kabupaten Muaro Jambi, M. Fadhil Arief yang saat itu menjabat sebagai Camat Marosebo Ilir, Kabupaten Batanghari dan juga selaku mantan Kadis PMD Batanghari yang juga diduga menyelewengkan pengelolaan dana DD dan ADD tahun 2016.
“Hari ini kami datangi Kantor Kejati Jambi, untuk meminta ketegasan dan keseriusan pihak Kejaksaan Tinggi Jambi mengusut tuntas kasus dugaan tindak pidana korupsi atas pengelolaan dana SAMISAKE Kabupaten Batanghari yang sudah dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejari Muara Bulian tahun 2013 lalu, yang hingga kini tidak ada penyelesaiannya” ujar Ketua LSM GEMPHAL, Yuniyanto dalam orasinya.
Yuniyanto menambahkan SAMISAKE ini program zaman gubernur HBA yang menginginkan agar masyarakat Provinsi Jambi yang kurang mampu mendapatkan bantuan berupa, Bedah Rumah, UMKM, Alsintan, Roda Tiga, Peternakan, Jamkesmasprov dan Pelatihan Tenaga Kerja.
“Namun apa lacur, niat baik Gubernur Jambi ini dimanfaatkan oleh Camat Marosebo Ilir, M. Fadhil Arif yang diduga melakukan MoU dengan oknum aparat untuk melakukan program bedah rumah yang menyalahi aturan, begitu juga dengan program beasiswa yang diberikan kepada anak/siswa yang tidak bersekolah,” kata Yuniyanto.
Senada dengan Yuniyanto, Ketua LSM AKRAM, Amir Akbar mengatakan niat baik seorang pemimpin harus didukung oleh bawahannya, agar program yang dicanangkan untuk kesejahteraan masyarakat bisa berjalan dengan baik. Namun kenyataannya tidak terjadi di Kabupaten Batanghari, program SAMISAKE tidak seluruhnya dilaksanakan hingga mengakibatkan SILPA anggaran mencapai Rp4 miliar lebih.
“Ini sangat disayangkan, dana SAMISAKE sudah disalurkan dari provinsi ke kabupaten, seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat kurang mampu yang membutuhkan tapi malah disia-siakan,” ujar Amir.
Menurut Amir, yang lebih mencengangkan agar seluruh masyarakat Provinsi Jambi mengetahui, SILPA dana SAMISAKE senilai Rp4.680.762.280 baru dikembalikan sebesar Rp1.680.762.280 sehingga masih terdapat sisa yang belum dikembalikan sebesar Rp3 miliar dan mencatatnya sebagai utang kepada Pemerintah Provinsi Jambi pada LKPD TA 2018.
“Artinya apa, dana SILPA Rp3 miliar ini tidak ada lagi, seharusnya kalau SILPA dananya masih ada di Kasda. Kok habis, dipakai untuk apa? Siapa yang menikmati?” tanya Amir geram.
Ia mengatakan sudah menjadi “rahasia umum” bahwa setiap seseorang berkuasa, akan selalu menggunakan ‘kekuasaannya’ untuk melakukan tindakan/perbuatan yang menjadi kehendaknya agar maksud dan tujuannya tercapai.
Seperti yang dilakukan oleh mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Batanghari M. Fadhil Arif, yang diduga dengan sengaja melakukan kebijakan unprosedural yang tidak sesuai dengan prioritas yang ditentukan. M. Fadhil Arif diduga dengan sengaja mengkoordinir pada Kepala Desa tercatat 54 desa di 8 kecamatan untuk membuat dan melaksanakan program studi banding ke luar Provinsi Jambi dengan menggunakan dana DD dan ADD dengan total Rp624.278.000. Hal ini disampaikan Dian Saputra, Ketua LSM PABRI dalam orasinya.
“Ini kebijakan salah kaprah, rata-rata desa di Kabupaten Batanghari sesuai dengan Indeks Desa Membangun (IDM) yang diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), menunjukkan bahwa hampir seluruh desa di Kabupaten Batang Hari memiliki tipologi desa dengan kategori Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal. Harusnya diutamakan pada kegiatan pembangunan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat,” kata Dian Saputra.
Reporter: Attan Tambun
Discussion about this post