KONFLIK Suku Anak Dalam Batin 9 dengan PT Asiatic Persada bermula sejak 1986. Ketika berdiri dan mengantongi izin HGU seluas 20.000 hektar, perusahaan ini awalnya bernama PT Bangun Desa Utama milik keluarga Senangsyah. Izin hak guna usaha awalnya dibuat untuk tanaman kakao dan sawit. Namun kakao tak pernah ditanam sama sekali. HGU ini semuanya kebun inti. Tak punya kebun plasma.
Saya banyak mendapat informasi soal latar belakang keluarga Senangsyah dari ayah saya, Thomas P. Sirait, yang bekerja wartawan sejak 1970-an dan mengikuti konflik ini sejak awal. Ayah saya mulai bermukim di Jambi sejak 1977.
Sebelum berbisnis kebun sawit, keluarga Senangsyah adalah agen tunggal minyak tanah, bensin, dan solar. Mereka yang pertama kali punya SPBU terapung di Payo Selincah, Jambi.
Setamat kuliah dari Amerika Serikat, si bungsu Santoso Senangsyah disarankan Ferdinandus Untu—ayah teman kuliahnya, Veronica Untu yang belakangan jadi istri Santoso—untuk mendirikan perusahaan.
Santoso bersama dua abangnya, Rizal dan Andi, mendirikan PT Limbah Kayu Utama (LKU), sebuah pabrik particle wood yang berbahan baku kayu karet. Mereka lantas mendirikan PT Secona Persada yang memenangkan lelang lahan PT Incrubi seluas 180 hektar, yang jadi sumber bahan baku PT LKU. Santoso dan Rizal duduk sebagai dewan direksi, Andi menjabat direktur utama. Formasi ini dipertahankan untuk perusahaan bersama lainnya.
Seorang anak Ferdinandus Untu duduk sebagai pejabat di bagian kredit Bank Bapindo dan Bank Exim, memudahkan keluarga Senangsyah mendapatkan kucuran kredit. Sampai akhirnya mereka mendirikan PT Bangun Desa Utama—sempat terlibat kredit macet sekitar Rp800 juta.
Pada awal 1990-an, Sirait—ayah saya—menulis kasus kredit macet ini di Harian Sinar Pagi dan Surat Kabar Mingguan Inti Jaya. Setelah menulis, Sirait didatangi almarhum Jenderal Sudomo yang menjabat menteri politik dan keamanan (1988-1993). “Urusan lahan Suku Anak Dalam itu sudah kami serahkan kepada Gubernur Jambi, Abdurrahman Sayoeti,” kata Sudomo seperti ditirukan Sirait. Sudomo mendatanginya sebagai Ketua Peningkatan Mutu Manajemen Perusahaan.
Istri pertama Sudomo, Fransisca Piay masih kerabat dekat Ferdinandus Untu. Untu dan Piay adalah marga Minahasa. Menurut Sirait, kemungkinan besar karena pengaruh Sudomo dan Untu, keluarga Senangsyah bisa mendapat izin HGU.
Sejak itulah konflik lahan dengan Suku Anak Dalam Batin 9 bermula.