Di tengah masa karantina itu, mereka masing-masing bukan saja berjuang melawan virus yang hingga Minggu (19/4/2020) menginfeksi lebih 2,3 juta orang di seluruh dunia, melainkan juga menahan rindu berkumpul dengan keluarga di rumah. Urusan tersebut masih ditambah pula dengan stigma negatif yang terpaksa dilabelkan kepada para tenaga medis dan keluarga.
Zaenal menuturkan, stigma yang berlebihan dan memunculkan penolakan hingga pengusiran adalah respons yang sangat ia sayangkan. Imbasnya, boleh jadi kelak warga yang merasakan gejala atau juga positif COVID-19 justru akan memilih berdiam alih-alih terbuka, lantaran takut mendapat sanksi sosial dari sebagian masyarakat.
“Sikap-sikap penolakan ini bahkan bila sampai ke pengusiran, sebaiknya dihindari. Tujuannya apa, agar kita berani terbuka menyatakan bahwa diri kita positif. Ini penting sekali agar semua dapat saling menjaga dan memberi edukasi,” ujar Zaenal.
“Tolong kepada masyarakat luas, kita atasi masalah COVID-19 ini dengan penuh kepercayaan satu sama lain, menjaga jarak melindungi dari penularan tapi jangan melakukan penolakan, ini yang terpenting,” ujarnya.
Sementara itu, dari hasil tes dan pemeriksaan, pihak manajemen Rumah Sakit Kariadi Semarang menyatakan 57 tenaga medisnya positif COVID-19. Beberapa di antaranya merupakan dokter spesialis dan dokter yang tengah menempuh pendidikan spesialis.
Diduga, para dokter dan tenaga medis tersebut tertular dari pasien yang tidak jujur menceritakan riwayat perjalanannya.Â
Discussion about this post