DETAIL.ID, Jakarta – Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat sekitar 0,05 persen dengan mengikuti perjanjian perdagangan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Ia beralasan, dengan RCEP maka Indonesia bakal bisa mengakses pasar para negara di kawasan Asia Tenggara dan lima negara lain yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Hal tersebut disampaikan Iman usai menyelesaikan proses penandatanganan perjanjian dagang RCEP yang dilakukan para menteri perdagangan dan menteri yang mewakili pada hari ini, Minggu 15 November 2020. Penandatanganan juga disaksikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Bila Indonesia ikut RCEP, GDP (pertumbuhan ekonomi) kita akan naik 0,05 persen selama periode 2021-2032,” ucap Iman saat konferensi pers virtual yang diselenggarakan Kementerian Perdagangan.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Tanah Air justru berpotensi turun bila tidak ikut serta dalam perjanjian dagang RCEP. Bahkan, potensi penurunannya akan lebih tinggi daripada keuntungan yang bisa didapat.
“Bila tidak ikut RCEP, maka GDP Indonesia akan mengalami penurunan minus 0,07 persen pada periode 2021-2032,” kata dia lagi.
Seluruh proyeksi itu berdasarkan kajian dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Sementara hasil kajian internal di Kementerian Perdagangan meramalkan Indonesia bisa memperoleh keuntungan kesejahteraan (welfare gain) sekitar US$1,52 miliar atau Rp21,58 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS).
“Welfare gain ini maksudnya adalah surplus yang didapat konsumen dan produsen dari sebuah transaksi,” ujar dia.
Menurut Iman, dari sisi konsumen, estimasi walfare gain didapat bila harga yang mampu dibayar konsumen lebih besar dari harga faktual di pasar. Artinya konsumen bisa menabung dananya (savings).
Sementara dari sisi produsen, walfare gain didapat bila harga yang sebetulnya mampu ditawarkan produsen itu ternyata lebih kecil dari harga yang berlaku di pasar.
Seluruh proyeksi itu berdasarkan kajian dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Sementara hasil kajian internal di Kementerian Perdagangan meramalkan Indonesia bisa memperoleh keuntungan kesejahteraan (welfare gain) sekitar US$1,52 miliar atau Rp21,58 triliun (kurs Rp14.200 per dolar AS).
Meski begitu, RCEP bisa memberi dampak peningkatan defisit neraca perdagangan sekitar US$491,46 juta.
“Tapi kajian yang sama juga menunjukkan bahwa potensi defisit ini bisa di-offset dengan memaksimalkan supply chain dari pemenuhan kebutuhan bahan baku yang kompetitif, sehingga bahan baku diimpor lalu diekspor maupun manfaatkan impor bahan baku setengah jadi untuk diolah di negara RCEP yang lain,” kata dia.
Iman menggarisbawahi bahwa semua potensi itu bisa diraih asalkan Indonesia bisa meningkatkan daya saing. Untuk itu perlu sinkronisasi kebijakan di pusat dan daerah dengan kebutuhan dunia usaha ke depan.
Discussion about this post