Connect with us

TEMUAN

Miris! Dana Desa Sebesar Rp 18 Miliar di Kerinci Fiktif?

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Kerinci – Selama empat tahun, sepanjang tahun 2015 hingga tahun 2019, ternyata banyak Dana Desa yang sudah dicairkan dari rekening desa. Ironisnya, pencairan Dana Desa tersebut belum juga dapat dipertanggungjawabkan hingga kini.

Oleh karena itu dana tersebut harus dikembalikan ke kas negara. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kerinci Syahril Hayadi pada Sabtu, 5 Maret 2022.

“Tugas kami adalah melaksanakan Rekonsiliasi Dana Desa 2015 sampai dengan 2019 dan ini adalah perintah UU. Jika ada Dana Desa yang sudah ditarik dari rekening desa dan belum dipertanggungjawabkan, maka harus dikembalikan ke kas negara,” kata Syahril Hayadi.

Ia menjelaskan, beberapa desa sudah diminta laporan pertanggungjawabannya, namun hingga kini belum juga dilengkapi bukti-bukti penggunaannya. “Sudah kami minta untuk melengkapi bukti penggunaannya, tapi tidak disampaikan kepada kami,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pihaknya terpaksa melakukan pemotongan secara langsung melalui aturan PMK. Soalnya, Dana Desa selama empat tahun tadi, mencapai Rp 18 miliar!

“Untuk diketahui bahwa sisa Dana Desa se-Kabupaten Kerinci kurun waktu 2015 sampai dengan 2019 adalah sebesar lebih kurang Rp 18 miliar (tanpa SPJ),” ujarnya menjelaskan.

Pengembalian Dana Desa Bisa Dicicil

Ia mengungkapkan, setelah dilakukan Rekonsiliasi desa-desa dalam Kabupaten Kerinci dengan melengkapi data dan dokumennya yang sah maka akhir dari Rekonsiliasi Desa yang tidak bisa diselesaikan lebih kurang tinggal Rp 2 miliar. “Angka pastinya saya tidak tahu,” kata Kepala Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kerinci itu.

Untuk sistem pengembalian terhadap Dana Desa yang tidak melengkapi SPJ, Syahril menjelaskan tata cara pengembaliannya. “Mau dicicil 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun tidak masalah. Untuk lebih detail aturannya silakan tanya kepada Kabid,” ujar Syahril.

Saat dikonfirmasi ke Kabid Keuangan dan Aset Dinas PMD Kabupaten Kerinci, Kem Devid terkait dasar hukum dan kebijakan cicilan pengembalian tersebut dengan arogan menjawab, “Pelajari PMK 222/2020 dan PMK 190/2021 yang mengatur tentang sanksi bagi Desa yang tidak menganggarkan kembali Dana Desa tahun sebelumnya,” katanya.

“Yang perlu diketahui, saya bukan pengambil kebijakan di Dinas PMD Kerinci,” tuturnya menambahkan.

Lebih lanjut, saat ditanyai apakah kebijakan pengembalian tersebut berdasarkan LHP Inspektorat atau berdasarkan pemeriksaan BPKP, ia mengaku harus berkoordinasi terlebih dahulu kepada pihak Inspektorat. “Kami hanya mengacu pada PMK,” tuturnya.

“Pelajari lagi PMK-nya bos, baru kita diskusikan lagi,” kata Kabid dengan ketus.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pemerintahan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kerinci Syahril Hayadi mengaku pihaknya telah melaksanakan rapat koordinasi rutin.

“Kami setiap tahun ada 2 kali dan bahkan lebih melaksanakan rakor dana desa,” ujarnya pada detail, Jumat 4 Maret 2022.

Arahan Dinas PMD Kerap Berubah-ubah

Sementara itu, beberapa Kades yang enggan disebutkan namanya mengaku mereka agak kebingungan mengikuti arahan Dinas PMD yang kerap kali berubah-ubah terkait sistem pengembalian. Maklum, kebanyakan di Kerinci adalah Kades yang baru dilantik. Sehingga, terkait dana rekonsiliasi 2015-2019 mereka tidak mengetahui dana tersebut. Apalagi harus bertanggungjawab atas SILPA anggaran Dana Desa tanpa LPJ tersebut.

Idealnya setiap hasil rekonsiliasi dana desa itu harus ada Berita Acara Rekonsiliasi (BAR) yang tercatat dalam aplikasi OMSPAN Dana Desa.

Pada tahun 2020, pemerintah menginisiasi kegiatan rekonsiliasi sisa Dana Desa sebagaimana tertuang dalam PMK 205/PMK.07/2019 tentang pengelolaan Dana Desa seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan.

Mekanisme Sisa Dana Desa

Sisa Dana Desa yang tidak digunakan dan masih mengendap di Rekening Desa wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) paling lambat akhir Oktober 2020 dengan mekanisme sebagai berikut:

Untuk sisa Dana Desa atas penerimaan dan penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2015 sampai dengan tahun 2018 yang ada di RKD akan disetorkan ke RKUD selanjutnya ke RKUN;

Untuk sisa Dana Desa atas penerimaan dan penggunaan Dana Desa Tahun Anggaran 2019 yang ada di RKD dapat digunakan kembali di tahun anggaran 2020 dan menjadi komponen Pembiayaan APBDes 2020, yaitu SILPA. Jika tidak dianggarkan kembali pada APBDes 2020, maka diperhitungkan sebagai pemotong Dana Desa tahap 3.

Penyelesaian setoran RKD ke RKUD dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi antara Pemerintah Desa dan Kepala BPKAD sebagai wakil Pemerintah Daerah.

Selanjutnya, akumulasi sisa dana desa dalam RKUD harus disetorkan paling lambat akhir hari kerja di Desember tahun 2020 ke Rekening kas Umum Negara (RKUN). Jumlah sisa Dana Desa yang ada di RKUD selanjutnya akan direkonsiliasi dengan jumlah penyaluran yang terekam dalam aplikasi OM SPAN oleh KPPN. Hasil rekonsiliasi yang dinyatakan benar, akan dituangkan ke dalam Berita Acara Rekonsiliasi antara Pemerintah Daerah dan KPPN paling lambat akhir bulan November tahun 2020.

Reporter: Febri Firsandi

TEMUAN

Ada Gudang BBM Ilegal di Kawasan Penyengat Rendah, Tepat di Belakang Rumah Makan Padang Lawas

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Jambi — Jeratan mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Provinsi Jambi. Sebuah gudang diduga kuat sebagai lokasi pengoplosan sekaligus penimbunan BBM ilegal ditemukan beroperasi di Jalan Depati Purbo, kawasan Penyengat Rendah, tepat di belakang Rumah Makan Padang Lawas.

Ironisnya, aktivitas ilegal tersebut berlangsung terang-terangan, seolah tanpa rasa takut terhadap hukum. Lokasi yang dicurigai sebagai sarang mafia BBM ini kian menambah daftar panjang pelanggaran hukum yang dibiarkan tumbuh subur di tengah lemahnya pengawasan.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, gudang tersebut diduga milik seorang berinisial “Yono” yang disebut-sebut merupakan oknum anggota TNI aktif berdinas di Kodim 0415. Publik pun mulai bertanya: apakah ini murni kelalaian aparat, atau justru ada praktik pembiaran sistematis?

Padahal, regulasi jelas dan tegas:

Penyimpanan BBM tanpa izin dapat diancam pidana 3 tahun penjara dan denda hingga Rp 30 miliar.

Sementara pengangkutan tanpa izin diancam hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 40 miliar.

Namun, tampaknya aturan itu tak berlaku bagi mafia yang sudah merasa nyaman beroperasi di Jambi.

Kondisi ini menjadi sinyal bahaya bagi kredibilitas aparat penegak hukum, khususnya di tingkat wilayah. Jika Kapolda Jambi serius ingin mengembalikan kepercayaan publik, tidak ada cara lain selain turun langsung dan menindak tegas siapa pun yang terlibat — tanpa pandang bulu!

Sudah saatnya Polri membuktikan bahwa Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah bukan surga bagi mafia BBM ilegal. Masyarakat tak lagi butuh janji — publik menanti tindakan nyata!

Continue Reading

TEMUAN

Sebanyak 16 ASN di Bungo Absen Kerja Lebih dari 10 Hari Berturut-turut, Tapi Gaji dan TPP Tetap Lancar: Negara Rugi Rp 468,97 Juta

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID, Bungo – Sebanyak 16 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 12 SKPD di Kabupaten Bungo tercatat tidak masuk kerja selama lebih dari 10 hari berturut-turut tanpa keterangan yang sah sepanjang tahun 2024. Namun gaji, tunjangan dan TPP para ASN yang tidak disiplin tersebut tetap dibayarkan secara penuh.

BPK Perwakilan Provinsi Jambi pun mencatat nilai total kelebihan bayar sebesar Rp 468.970.500. Dalam LHP BPK atas LKPD Pemkab Bungo, 16 ASN tersebut terdiri dari berbagai SKPD macam Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas PUPR, BPRRD, serta sejumlah kecamatan seperti Jujuhan, Jujuhan Ilir, Tanah Sepenggal, Bathin II Pelayang, Pelepat, Bathin III Ulu, dan Tanah Tumbuh.

Sebagai contoh, ASN berinisial “Erk” dari Kecamatan Tanah Tumbuh menerima pembayaran penuh sebesar Rp 48.778.400 tanpa kehadiran kerja yang sah selama 12 bulan, menyebabkan kelebihan pembayaran seluruhnya.

Hal serupa terjadi pada ASN lainnya seperti “Lsn” dari Kecamatan Bathin III Ulu yang juga menerima pembayaran penuh Rp 37.090.400. Kemudian, “Nas” pada SMPN 8 Tanah Sepenggal yang menerima Rp 49.986.000, lanjut “Syf” ASN pada Kecamatan Tanah Sepenggal Rp 37.350.200, dan “Mhs” pada Kecamatan Pelepat Rp 38.996.000.

BPK mencatat lemahnya pengawasan internal, khususnya dalam penggunaan sistem informasi kepegawaian yang seharusnya mencatat kehadiran ASN secara digital. Dalam beberapa kasus, kepala sekolah dan camat juga disebut tidak memverifikasi kehadiran secara memadai, sehingga data di aplikasi tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu, beberapa ASN yang telah lama tidak hadir masih saja tetap menerima gaji bulanan tanpa pemotongan. BPK juga menegaskan bahwa sesuai aturan, ASN yang tidak masuk kerja selama 10 hari berturut-turut tanpa alasan sah dapat diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana PP No 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Sipil.

“Kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan kepada 12 ASN yang tidak mematuhi ketentuan masuk kerja senilai Rp 468.970.500,” tulis auditor BPK.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Bupati Bungo untuk memerintahkan seluruh Kepala SKPD terkait agar, menindaklanjuti temuan dan memproses pengembalian kelebihan pembayaran gaji, tunjangan dan TPP ASN ke kas daerah dengan total Rp 487.972.740,03.

Kemudian, memproses disiplin dan hak keuangan sesuai peraturan perundang-undangan. Dan meningkatkan pengawasan terhadap pembayaran gaji, tunjangan, dan TPP ASN dengan verifikasi kehadiran yang lebih ketat.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading

TEMUAN

Alkes Miliaran di RSUD Rantau Rasau Belum Dimanfaatkan, Kondisi Gedung Tak Terawat! BPK Soroti Kinerja Dinas Kesehatan

DETAIL.ID

Published

on

DETAIL.ID,Tanjungjabung Timur — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti belum optimalnya pemanfaatan aset tetap di RSUD Rantau Rasau, Kabupaten Tanjungjabung Timur. Temuan ini disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan aset milik daerah per 31 Desember 2024, yang telah diserahkan kepada Pemkab Tanjungjabung Timur pada 20 Juni 2025.

Dalam laporan tersebut, BPK mencatat bahwa total nilai aset tetap sebesar Rp 63 miliar di RSUD Rantau Rasau yang terdiri dari gedung dan bangunan senilai Rp 41,6 miliar serta peralatan dan mesin senilai Rp 21,4 miliar. Namun dari nilai peralatan tersebut, aset senilai Rp 8,4 miliar atau 39,32 % belum dimanfaatkan karena tidak ada petugas yang mengoperasikan.

Selain itu, temuan juga menunjukkan bahwa kondisi fisik sebagian gedung RSUD tampak tidak terpelihara. Pemeriksaan lapangan yang dilakukan pada 22 Februari 2025 memperlihatkan adanya kerusakan dan kurangnya perawatan pada sejumlah fasilitas rumah sakit.

Dalam wawancara bersama auditor BPK, pihak RSUD bilang kalau RSUD Rantau Rasau sendiri baru mulai beroperasi sejak 24 September 2024, dan hingga Februari 2025 hanya menyediakan layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan rawat jalan. Rumah sakit ini disebut kekurangan tenaga medis dan nonmedis. Bahkan saat pemeriksaan berjalan, RSUD hanya memiliki satu direktur, satu kasubbag tata usaha, satu kepala seksi penunjang, serta 22 tenaga paramedis.

Direktur RSUD mengaku telah mengajukan permintaan penambahan tenaga kesehatan kepada Dinas Kesehatan pada 4 Februari 2025. Namun, hingga kini penambahan personel masih menunggu rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan penetapan formasi dari Kemenpan RB.

BPK menilai kondisi ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang pengelolaan barang milik daerah dan Perda Kabupaten Tanjungjabung Timur Nomor 5 Tahun 2017, yang mewajibkan pengguna barang untuk memanfaatkan, menjaga, dan mengawasi aset dalam penguasaannya.

Akibatnya, aset berupa alat kesehatan dan gedung senilai total lebih dari Rp 50 miliar belum dapat memberikan manfaat maksimal dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan layanan kesehatan belum berjalan optimal.

“BMD berupa alat kesehatan dan peralatan kantor lainnya senilai Rp 8.432.448.585,06 pada RSUD Rantau Rasau belum dapat dimanfaatkan. BMD berupa Gedung dan Bangunan senilai Rp 41.602.212.961,15 belum optimal digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak dapat dilaksanakan secara optimal,” tulis auditor BPK dalam LHP atas LKPD Pemkab Tanjungjabung Timur TA 2024.

BPK menyebut permasalahan ini disebabkan oleh belum optimalnya peran Kepala Dinas Kesehatan dalam mengelola pelayanan dan sumber daya manusia di RSUD Rantau Rasau, serta kurangnya koordinasi dan perencanaan dari Sekretaris Dinas Kesehatan.

Baik Kepala Dinas Kesehatan maupun Bupati Tanjungjabung Timur menyatakan sependapat dengan temuan tersebut dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK. BPK pun merekomendasikan agar Bupati memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan meningkatkan kinerja pelayanan dan pengelolaan SDM di RSUD Rantau Rasau.

Reporter: Juan Ambarita

Continue Reading
Advertisement Advertisement
Advertisement ads

Dilarang menyalin atau mengambil artikel dan property pada situs