DETAIL.ID, Jambi – Kemelut dunia pertambangan di Provinsi Jambi tampak masih menjadi permasalahan krusial. Salah satunya yang kini jadi sorotan sejumlah aktivis pemerhati hukum adalah hutang royalti atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan reklamasi pasca tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2PB) PT National Thermal Coal (NTC) di Kabupaten Bungo.
“Persoalan batu bara belakangan mengingatkan kami dengan kebijakan Dirjen Minerba 27 November dan 5 Desember 2008. Dirjen Minerba Bambang Setiawan meminta PT NTC untuk menindaklanjuti seluruh hasil rapat yang berkaitan dengan kewajiban PT NTC,” kata Sekretaris LBH RI, Deni Irawan, dalam rilis yang diperoleh awak media, Selasa 11 Oktober 2022.
Saat itu, lanjut dia, Dirjen Minerba Bambang Setiawan telah mengingatkan agar PT NTC segera menyelesaikan seluruh kewajibannya. Terkait perbaikan manajemen kontrak sesuai PKP2B, perencanaan tambang yang sesuai dengan good mining practice, perencanaan lingkungan dan K3 serta membuat kesepakatan kerjasama penambangan dengan dengan sub kontraktor.
“Dan perkembangan kesepakatan tersebut diatas harus dilaporkan secara periodik per minggu kepada kita dan kita juga meminta kepada pihak PT NTC untuk segera menyelesaikan kewajibannya,” ujarnya.
Menurut Deni, semua kewajiban tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada surat Direktur Tehnik dan Lingkungan Mineral Batu Bara dan Panas Bumi No.1681/37/DBT/2008 tanggal 27 Oktober 2008 dan Surat Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Batu Bara No. 2562/30.01/DBM/2008 tanggal 31 Oktober 2008.
Dirjen Minerba juga mengingatkan, bahwa penghentian sementara kegiatan penambangan untuk melakukan pembenahan, PT NTC dan Sub Kontraktor tidak dioerkenankan untuk melakukan kegiatan produksi, kecuali kegiatan yang bersifat maintenance dan perbaikan lingkungan dan sedapat mungkin menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Kemudian pada tahun 2012, kata Deni, Dirjen Minerba kembali menagih janji tersebut dan sampai akhirnya tahun 2014 izin PKP2B dibekukan oleh Menteri ESDM.
“Atas dasar tersebut, kami yang merupakan Lembaga Bantuan Hukum Republik Indonesia (LBH – RI) Provinsi Jambi meminta,” ujarnya.
1. Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI untuk menjelaskan kepada publik IUP-OP yang masih beroperasi diwilayah Rantau Pandan
2. Apakah KBPC merupakan salah satu perusahaan pemegang IUO-OP yang memiliki kewajiban Rolayti PNPB, dan jaminan reklamasi, seperti apa yang disuarakan/dituntut oleh rekan-rekan di Jakarta.
3. Umumkan kepada publik apa dan sejauhmana tanggungjawab PT NTC dan perusahaan pemegang saham serta sub kontraktor dalam tunggakan Royalti (PNPB) dan reklamasi tambang.
4. Kepada KPK RI, Mabes Polri, Kejaksaan Agung untuk segera melakukan langkah-langkah hukum terkait tanggungjawab dan kegiatan pertambangan sebagaimana diatur UU Minerba.
5. Meminta dan menuntut penjelasan menyeluruh terkait kewajiban dan tanggungjawab PT NTC dan Subkontraktor pasca dicabut izin PKP2B di blok Rantau Pandan, Kab Bungo.
6. Kami menduga bahwa pemicu konflik yang terjadi beberapa waktu lalu akibat dari munculnya salah satu perusahaan pemegang saham PT NTC mengklaim bahwa masih memiliki aset di wilayah eks PT NTC, padahal perusahaan PT NTC masih memiliki utang kepada negara.
“Sebagai sesama penegak hukum, kami LBH RI Provinsi Jambi yakin dan percaya bahwa Mabes Polri, Kejaksaan Agung, KPK RI, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan dapat menuntaskan polemik carut marut dan tanggung jawab PT NTC di Kabupaten Bungo. Jadi persoalan ini harus segera disikapi,” ujarnya.
Reporter:Â Juan Ambarita
Discussion about this post