Gereja yang pertama kali ditemukan oleh seorang pemuda dari Jubail, Arab Saudi, pada tamat Februari 1986 itu diperkirakan pernah berdiri tegak antara tahun 534 dan 656 masehi.
Periode itu merupakan kurun hidup Nabi Muhammad yang lahir sekitar tahun 570 dan meninggal pada 632 masehi.
Diberitakan Arab News, gereja kuno itu awalnya ditemukan di kawasan Umm Al-Quwain, Pulau Siniyah, UEA.
Seorang cowok memperoleh bangunan mirip tembok yang tertimbun di bawah bukit pasir sehabis mobilnya terjebak di kawasan tersebut.
Ketika gundukan pasir itu digali, ditemukan bahwa tembok tersebut ialah halaman terbuka berdinding yang mempunyai panjang 20 meter. Halaman itu dilengkapi pintu masuk yang mengarah ke tiga ruangan.
Ruang tengah yang berada di ujung timur bangunan, diidentifikasi selaku daerah suci, tempat altar bangun.
Ruangan sebelah utara merupakan kawasan ditaruhnya roti dan anggur yang diperkirakan untuk ritual Ekaristi Nasrani. Sementara ruang sebelah selatan yakni sakristi, daerah menyimpan bejana suci dan jubah pendeta.
Gereja itu masih memiliki ornamen yang utuh meski sudah lama tertimbun pasir. Dinding yang dilapisi plester gipsum, misalnya. Masih terpampang jelas empat buah salib yang masing-masing memiliki tinggi sekitar 30 sentimeter.
Para arkeolog memperkirakan gereja ini sudah ada bahkan 300 tahun sebelum Islam meningkat pesat yaitu pada kurun ke-4 masehi. Gereja itu diyakini sebagai salah satu gereja Kristen tertua di dunia.
Penemuan sisa-sisa gereja itu juga tak berhenti hingga sana. Selang 36 tahun lalu, puing-puing lain ditemukan tak jauh dari pantai Umm Al Quwain.
Dengan penemuan tersebut, gereja itu diyakini sudah bangkit sejak kurun Nabi Muhammad, adalah antara tahun 534 dan 656 masehi.
Para arkeolog mengira situs itu sudah ditinggalkan selama era ke-8 balasan konflik internal Islam, alih-alih alasannya adalah pertikaian dua agama.
“Akhirnya tembok runtuh dan pasir yang tertiup angin bergerak di atasnya meninggalkan gundukan rendah dengan puing-puing bangunan dan tembikar, kaca, serta koin yang muncul di permukaan,” kata profesor arkeologi di Universitas UEA di Al Ain, Tim Power, seperti dikutip Arab News.