DETAIL.ID, Jambi – Provinsi Jambi menjadi salah satu daerah sebaran lahan gambut di Indonesia. Demi menjaga kelestarian lahan gambut menuju pertumbuhan ekonomi hijau, Pemprov Jambi berupaya merancang pemikiran berupa payung hukum agar dapat terlaksana dengan baik.
Bertempat di Hotel Aston Jambi pada Rabu, 14 Desember 2022, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menggelar rapat Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) Jambi tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lahan Gambut.
Kegiatan tersebut diikuti oleh sebanyak 30 peserta. Menghadirkan narasumber dari lingkungan Pemprov Jambi, yakni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Bappeda Provinsi Jambi, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, Dr. Helmi selaku akademisi, dan praktisi hukum.
Sebagai tim penyusun Ranpergub tersebut, Dr. Helmi berharap agar penanganan lahan gambut tidak lagi menunggu setelah terjadinya peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
“Kita berharap kalau saya mengutip kata-kata dari Bang Musri Nauli, bahwa jangan hanya terus-terusan menerapkan hukum represif kita sebaiknya memikirkan hukum preventif. Jadi jangan menunggu karhutla baru kita berpikir untuk menanganinya,” ujarnya.
Ia mengatakan jika kebakaran hutan dan lahan tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Dia meyakini, Karhutla terjadi karena perantara atau kesalahan manusia itu, bukan terjadi secara alami.
“Karhutla karena adanya perantara, saya tidak meyakini terjadi secara alami. Artinya ada kesalahan manusia dalam peristiwa tersebut, saya sendiri merasa sedikit rancuh ketika yang berbuat salah itu misalkan warga, atau perusahaan, atau pihak mana begitu, tetapi yang memadamkannya adalah badan penanggulangan bencana,” tuturnya.
Oleh sebab itu, menurut Helmi Ranpergub sangat penting dalam menjawab persoalan- persoalan tersebut.
“Rasanya semakin keenakan itu yang berbuat salah dan menjadi penyebab karhutla, maka ranpergub ini sangat penting,” katanya.
Sementara narasumber Dr. Ir Asnelly Ridha Daulay menuturkan bahwa perjalanan Ranpergub baru mencapai tahap pertama dan masih membutuhkan proses.
“Ranpergub Perlindungan dan Pengelolaan Lahan Gambut ini masih di tahap pertama dan tentunya terus diproses hingga nantinya menjadi Peraturan Gubernur Jambi. Banyak hal yang kita perhatikan disana, tidak hanya memanfaatkan lahan gambut berkelanjutan menuju pertumbuhan ekonomi hijau namun melalui program kegiatan restorasi di provinsi Jambi kita tentu juga melihat masyarakatnya,” ujar Asnelly Ridha Daulay.
Kemudian praktisi hukum Musri Nauli SH, tak absen memberikan pandangannya. Menurut Musri, agar masyarakat harus dilibatkan dalam menangani Karhutla di lahan gambut karena masyarakat memiliki cara- cara dengan kearifan lokal.
“Dari zaman nenek moyang kita rasanya membuka lahan juga membakar, tetapi tidak sampai terjadi seperti peristiwa besar yang kita alami terakhir di 2019. Artinya masyarakat di kawasan lahan gambut memiliki kearifan lokal dalam mencegah karhutla,” kata Musri Nauli.
Dia mencontohkan dalam penamaan lahan gambut, di Jambi memiliki nama-nama yang beragam dan khas “Kata Gambut kita di temui di Kalimantan, sementara di Jambi masyarakatnya tidak mengenal kata Gambut sebelumnya. Mereka memiliki nama tersendiri misalkan soak, danau, lopak, payo, payo dalam, bento, hutan hantu pirau dan banyak lagi,” ujarnya.
“Di Kumpeh, ditandai dengan akar bekait, pakis, dan jelutung. Di daerah hilir Jambi dikenal dengan dua-tigo mato cangkul,” tuturnya.
Maka dia berharap dalam Ranpergub Jambi nanti juga menghadirkan kearifan lokal dan jawaban atas semua teori penanganan lahan gambut ada di masyarakat di kawasan tersebut.
Reporter : Frangki Pasaribu
Discussion about this post